Rabu, 27 Juni 2012

Ingin anak mau orang dewasa

Sudah memasuki waktu libur sekolah kebahagian yang dirasakan oleh anak-anakku juga teman-teman seusianya lepas dari tuntutan formal harus belajar . Padahal belajar tak harus duduk diam dan memegang buku .Segala aktifitas dapat dikatakan  proses belajar . Proses belajar dari tidak tahu  sesuatu menjadi tahu sesuatu merupakan kegiatan belajar kognitif . Proses dari memperbaiki perilaku negatif menjadi positif merupakan proses belajar afektif. Dan kegiatan yang mungkin dianggap sepele hanya sekedar bermain-main berdasarkan pengamatan orang dewasa hal itu pun sebenarnya dapat dikatakan proses belajar psikomotorik , contoh bermain lempar bola , bermain petak umpet , main sepeda dll. Namun seringkali orang dewasa ( tak terkecuali saya juga) berpikir terlalu sempit. Belajar ya baca buku . Padahal saat anak bersosialisasi dengan temannya dan terkadang terjadi konflik kemudian dengan cara mereka menyelesaikan itu pun mereka lagi belajar proses kognitif dan afektif. Seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu . Putra/i ku menyatakan diri sudah bebas tak ada beban mengerjakan pr dari sekolah lagi karena sudah selesai ujian dan tinggal menunggu pembagian raport. Walau kewajiban rutin yang berkaitan dengan aturan di rumah mereka tetap harus lakukan. Meminta ijinlah mereka untuk bermain dengan teman-teman di rumah , bahagia banget karena biasa tak ada ijin untuk bermain di malam  selepas sholat maghrib. Pulang dari bermain walau ada kegirangan tetap ada gerutuan yang isinya seperti ini : Sebel deh kakak dengan pak G , dia parkir mobil dilapangan bulutangkis padahal dia punya garasi , kita lari-larian dia marah ,awas kalo mobil saya sampe lecet ganti . Dan komentar saya waktu itu adalah yang harus diganti apanya? Mobilnya atau lari-lariannya . Akhirnya gerutuan tersebut menjadi renungan bagi saya sebagai orang tuanya . Pertama ternyata orang dewasa pun begitu picik dan kekanak-kanakan dengan sikapnya. Anak yang harus memahami maunya orang tua  bukan sebaiknya anak butuh dimengerti kemanuannya . Kedua ternyata proses berpikir kritis sudah dilakukan anakku dengan mereka menganalisa dan merasakan rasa sebal dan keberatan dari perilaku orang dewasa yang egois.Kognitif-afektif -psoomotorik dilakukan dalam waktu yang sama

Memulai dengan kebohongan

Memang benar lirik lagu lawas yang berbunyi " memang lidah tak bertulang tak berbatas kata-kata setinggi gunung seribu janji jauh di bibir jauh di hati ....blablabla lupa terusannya. Kebohongan selalu dimulai dari ucapan , ucapan yang keluar dari mulut berupa suara adalah hasil berpikir yang diolah dalam otak dan dihayati dalam sanubari . Tetapi karena Tuhan menciptakan lidah tanpa tulang maka terjadilah hal-hal yang tak diinginkan akibat dari ucapan yang diungkapkan dengan bantuan lidah. Kebohongan, fitnah , mengada-ada dan banyak hal negatif lain yang terjadi. Walau tak dipungkiri banyak juga hal positif yang bisa terjadi dari ucapan seperti pengobar semangat , nasehat menyejukkan juga rayuan yang membuat melayang.Tuhan memang menciptakan manusia tak lepas dari khilaf ( meski dalam hal ini setan yang selalu disalahkan ) dan hadist rasul pun mengatakan musuh terbesar manusia adalah perang melawan hawa nafsu . Seperti nafsu untuk dimuliakan , dianggap hebat dan sebagainya. Meski telah dibahas tentang peran lidah dan kodrat manusia yang tak luput dari khilaf . Alangkah baiknya jika kebohongan tak dijadikan alasan untuk melegalkan segala hal dan menjadi sikap hidupnya

Reward dan Punishment

Dalam suatu teori Behavioral ada suatu tehnik yang bernama "Reward dan Punishment ". Tak ada yang salah dari tehnik ini . Reward diberikan kepada individu yang melakukan perilaku positif ( hasil kegiatan) .Sementara Punishment diberikan kepada individu yang melanggar aturan semacam konsekuensi perilaku. Tapi dalam perjalanannya ternyata manusia semakin pintar, mengabaikan proses kejujuran. Dan akhirnya yang dinilai hanya hasil akhir. Contohnya adalah beberapa peristiwa yang terjadi saat akan menghadapi ujian akhir, apakah UN atau UKK. Tak ingin menyalahkan siswa /i sebagai peserta didik di suatu sekolah yang berusaha untuk mendapatkan nilai terbaik walau dengan cara yang tak baik. Dan Naifnya sebagai orang dewasa apakah itu orang tua , guur dan pihak sekolah seperti menutup mata dengan ketidak jujuran yang terjadi . Mirisnya dengan bangga memberi penghargaan atas hasil yang telah dicapai . Tak ingatkah dengan proses yang berlangsung . Pernyataan mengagetkan justru terucap dari bibir para siswa yang tak siap menerima penghargaan karena menyadari proses untuk mendapatkan hasil melalui ketidak jujuran, walau ada juga yang mengabaikan hal itu karena berharap mendapat pujian dari orang tua , guru, atau sekolah karena selama ini selalu diberi label trouble maker. Jadi sesuatu yang membingungkan memberi reward ternyata tak sesuai proses dan ketika memberi punishment hasilnya harus diberi reward ???

Senin, 18 Juni 2012

Yang memberi Inspirasi

Selalu ada getaran saat membaca tulisan yang inspiratif. Tak terkecuali tulisan "Karya Ku " dari tugas akhir yang kuberikan untuk siswa/i ku . Tersenyum , mengerutkan kening ,berbinar juga bahagia kala membaca tulisan itu . Ada keluhan , kerepotan juga kecerian dari isi tulisannya . Dapat kubayangkan antusias mereka untuk dapat menuangkanide-ide dalam bentuk kalimat-kalimat agar pesan dalam tulisan sampai kepada pembacanya . Sampai ada pertanyaan yang mereka ajukan kepadaku ," bu , tugas ini dibaca semua ?" dengan raut wajah tak percaya. Ya dibaca dong kataku lagi, bagaimana aku bisa tahu apakah pesan tersirat yang aku kemas dalam bentuk materi sampai dan dimengerti oleh para siswaku kalau aku mengabaikan tugas yang sudah mereka kerjakan . Dalam tugas tersebut aku jadi tahu sampai mana mereka paham, perubahan perilaku yang terjadi juga uneg-uneg yang mereka rasakan saat mereka belajar bersamaku . Pernah aku sampaikan pada mereka ketika aku memberi materi tokoh dunia. Saat itu aku katakan baca satu cerita tokoh dunia dan ceritakan lagi di depan kelas agar di dengar oleh teman-teman semua.Awalnya saat ku minta bercerita ketika sebelumnya sudah kuminta membaca tokoh dunia ada keraguan yang mereka perlihatkan dengan berkelit belum hafal bu. Sambil melotot aku katakan saya gak minta kamu menghafal isi buku tentang tokoh dunia yang kamu baca . Kata saya , " baca , pahami, ceritakan " . Bukan dihafal , kalau urusan hafal menghafal cukup teks Pancasila saja yang dihafal sambil mengedipkan mata ke arah mereka dan mereka pham maksudku ...hehhe. Saat materi cerita tokoh dunia itu , aku sampaikan selain aku ingin mereka tahu perjuangan para tokoh tersebut agar terinspirasi . Juga aku berharap suatu hari nanti mungkin 30 tahun yang akan datang ( mudah-mudahan aku masih hidup ) aku akan membaca karya mereka, anak didik yang aku bimbing . Kalau tidak dimulai dari sekarang mengajak mereka menuangkan ide pikiran da perasaan.....kapan lagi dong

Minggu, 17 Juni 2012

Lomba makan krupuk

Di Minggu siang yang cerah saat sedang bercengkerama dengan anak-anakku.Tiba-tiba ada temannya yang memanggil ," Bian, bian....." Erick yang memanggil anakku. Terjadilah dialog antara mereka berdua.
" Bian mo ikut lomba ?" kata temannya si Erick.
Dijawab anakku " Lomba apa ?"
Si Erick berkata lagi " Lomba makan krupuk , mau ikut gak ?"
Pertanyaan diajukan lagi oleh anakku, dan ini pertanyaan yang tak kuduga, " krupuknya krupuk apa, kalau krupuk udang aku mau, " kata anakku. Waduh aku berpikir baru kali ini aku mendengar ada calon peserta lomba menawar dalam kegiatan lomba.
Beberapa saat setelah itu saat mereka telah selesai bermain aku bertanya kepada anakku , " adekk bian tadi jadi ikut lomba makan krupuk ? Dan dijawab dengan sangat lugas oleh anakku , " ah krupuknya bukan krupuk udang ngapain adek ikut, adek kan gak suka krupuk putih. Aku dan suamiku hanya bisa geleng-geleng kepala. Anakku banget deh kalau seperti itu......

Sentuhlah dia tepat dihatinya


Sentuhlah dia tepat di hatinya…lirik lagu yang dinyanyikan oleh Ary Lasso mantan vokalis dari grup band Dewa menurutku sangat tepat untuk menggambarkan yang aku rasakan bersama dengan beberapa siswaku. Sebelum aku mengalami pemahaman seperti ini, ada pengalaman yang terjadi antara aku dan beberapa siswa yang menurutku agak sulit di dekati . Menutup diri dan tak mau menjalin keterbukaan. Beberapa waktu yang lalu aku memang memanggil untuk bertanya alasannya tak masuk sekolah ternyata hal itu membuat siswa ku itu tak senang hati dan merasa urusannya dicampuri. Agak sedikit terpancing emosi aku waktu itu dengan sikap yang ditunjukkannya dengan sangat tak bersahabat. Hingga akhirnya aku harus memanggil orang tuanya untuk memberi informasi tentang keadaan anaknya yang tak masuk sekolah selama beberapa hari. Kaget tentu saja, argumen klise yang biasa diungkapkan orang tua “dari rumah berangkat kok”  . Walau aku katakan juga kepada orang tua dan siswaku tersebut dengan sangat konyol menurutku. Kalau mo bolos sekolah, cari cara yang pinter dong, jangan nongkrong di depan sekolah, dan saat bubar sekolah siswaku berkumpul dengan teman-temannya yang tadi belajar. Ya sudah pasti jadi perhatian guru , saat belajar gak ada tapi kok ada saat bubar sekolah…..belum pengalaman memang. Setelah kejadian itu , siswa ku itu memang sedikit bersikap tak menyenangkan menurut perasaanku, menghindari aku dan semakin tak perduli. Dan aku memperlakukan diriku dengan berusaha sangat professional 
( cie…). Meski jengkel, marah , kecewa merasa disepelekan namun saat berada dalam kelas aku perlakukan dia sama seperti yang lainnya. Dan diluar kelas aku tinggal mengikuti gayanya dia , saat dia nyuekin aku , aku juga gak perduli dan tak kuhiraukan keberadaannya. Ternyata ampuh juga  yang kulakukan. Aku amati ada perubahan sikap yang dilakukannya.Mulai rajin mengerjakan tugas. Mau terlibat dengan kegiatan kelompoknya. Dan beberapa sikap yang tak bisa dinilai dengan angka. Dan kemarin malam tiba-tiba saja dia mengirim pesan dan mengatakan ingin curhat karena ada perasaan khawatir yang dirasakan selama beberapa hari ini. Alhamdulillah dia percaya dengan aku, dan mengatakan bu hanya ibu yang masih percaya dengan aku. Tersentuh dong aku kan masih manusia biasa yang masih memiliki hati . Doaku semoga siswaku dapat menjadi siswa yang berbudi pekerti luhur.
Sedikit tambahan tulisan untuk direnungkan:
Mengapa tak mau belajar memahami ?

Mengapa hanya melihat dari yang tampak saja ?

Setiap yang kita hadapi adalah ciptaan Allah

yang memiliki rasa

yang butuh dipahami

dimengerti dan disayang

Dan tugas kita tak sekedar mentransfer ilmu

kemudian memberi nilai berupa angka + atau -

dari materi yang telah diajarkan

Dekati mereka

raih hatinya

kembangkan potensinya

karena masa depan milik mereka

bukan untuk memenuhi ambisi kita

Menutup di akhir dengan manis


Tepat di tgl 15 Juni 2012 batas akhir pengumpulan tugas BK ,” saya tunggu sampai jam 15 .00 WIB. Dan benar di tgl 15 Juni pagi hari ,sesaat aku sampai di ruang kerjaku. Berduyun-duyun para siswa/ i datang untuk menyerahkan tugas akhirnya.Seakan –akan khawatir akan terlambat dan tak diterima oleh ku . Ada kebahagian tersendiri yang kurasakan , satu persatu datang dan menyerahkan tugas akhirnya BK yang kuberi judul “ Karyaku “. Bagus dan cukup kreatif ketika beberapa siswa datang sambil aku bertanya tentang beberapa hal berkaitan dengan “ Karyaku “ tersebut . Materi yang paling menarik saat belajar BK , pengalaman yang didapat, pengetahuan , juga aku tak lupa untuk meminta saran secara lisan akan pengajaran yang kulakukan selama 1 tahun belajar bersama.Macam-macam sarannya , ibu jangan sering ngambek dan marah-marah dong , wah sebagai bahan intropeksi banget . Meskipun tetap membuat pembelaan diri ( namanya juga guru, gak mau disalahin hehhe) . Ada pertanyaan ku berkaitan dengan request materi yang ingin mereka pelajari di tahun berikutnya. Sebagian besar mengatakan drama . Ternyata materi  kegiatan yang dikemas dalam bentuk drama sangat berkesan bagi mereka. Dan materi yang diselingi dengan permainan membuat mereka lebih tergugah untuk memahami materi. Ada seorang siswa yang mengatakan sangat terkesan banget sewaktu aku memberi materi tentang cerita kisah permata, dimana pada saat itu aku bercerita dan ketika cerita hampir berakhir aku meminta para siswaku untuk menutup mata sambil menengadahkan tangan lalu aku berkeliling dengan memberi mereka permata-permata-an. Dan saat mereka aku persilahkan untuk membuka mata, terbelalak penuh binar bahagia saat melihat batu permata yang aku letakkan di tangan mereka.  Baru setelah itu aku masuk kepada materi yang aku sampaikan . Mungkin cara-cara seperti itu yang dimaksud sebagai memahami zona alfa para siswa. Membuat suasana serileks mungkin . Kalau memakai istilah dalam buku Quantum Teaching , Masuk ke dunia siswa dan kemudian menggali kemampuan mereka dengan lebih mudah.
Kembali cerita di 15 Juni 2012 walau hari itu melelahkan bagi ku tapi tak kupungkiri sangat membahagiakan.Hingga agak telat aku melaksanakan sholat Dhuhur karena “pasien” yang mengumpulkan tugas tak hentinya datang. Hingga rekan-rekan ku mengatakan , wah bu Ninik laku ya hari ini .4 orang -4 orang yang masuk dan aku bertanya-tanya proses pengerjaan    “karyaku” tersebut.Meski ada juga yang sekedar menggugurkan kewajiban , saat sambil bertanya aku memeriksa “ karyaku “ dan aku mengatakan kok ini mirip dengan yang dikumpulkan sama teman sebelum kamu ya , akhirnya dengan jujur mereka menjawab ya bu, saya copas punya si A. Lalu yang karya mu yang mana , dengan cuek dia menunjukkan yang ini bu , sambil memperlihatkan cover depan yang berisi nama dan kelas nya….hah….ada juga yang seperti ini tapi ya sudahlah aku  harus tetap menghargai usaha mereka. Satu lagi cerita tentang kegiatan “ karyaku “ adalah manakala beberapa siswa yang aku ajar dari kelas yang aku boikot selama beberapa minggu ternyata juga mengumpulkan “ karyaku “ . Walau sebelumnya ada dialog dengan mereka tentang keinginan mereka untuk menyelesaikan tugas “ karyaku “ karena ingin mendapat nilai . Lalu aku katakan nilai berapa yang ingin kalian peroleh , saya akan berikan . Tapi tugas karyaku tak hanya sekedar itu . Tujuanku adalah mereka mendapat pengalaman dari membuat tugas tersebut. Aku pribadi sangat menyesalkan apabila yang dikejar-kejar hanya sekedar nilai berbentuk angka tetapi tak sedikit pun pengetahuan atau pengalaman yang berkesan yang mereka rasakan selama proses belajar. Karena aku meyakini sekali individu dapat meneruskan kehidupannya karena berangkat dari pengalaman – pengalaman yang terjadi . Dan mereka bukanlah robot yang tak memiliki perasaan.

Mengejar nilai


Biasanya ketika akan mengakhiri masa belajar efektif  untuk kemudian melanjutkannya dengan ujian kenaikan kelas . Rekan-rekan ku sibuk mengejar siswa yang nilainya belum lengkap. Baik nilai tugas maupun nilai ulangannya. Karena akan mengalami kesulitan untuk memberi nilai di raport hasil belajar. Jadi teringat dengan tulisan yang di buat oleh pak Munif Chatib dari trilogi bukunya : Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia dan Orangtuanya Manusia . Mengupas tentang kecerdasan majemuk yang di teliti oleh Howard Gardner . Bahwa setiap indivu adalah karya Maha Agung sang Pencipta . Sebenarnya tak perlu mungkin ya kita repot-repot untuk menstandarkan kecerdasan mereka ( siswa ) karena siswa adalah unik dengan masing –masing kecerdasan yang mereka miliki. Andaikan saja system pendidikan yang dianut oleh negara ku tercinta Indonesia tak mengkotak-kotakkan siswa hanya berdasarkan satu kecerdasan saja. Wah yakin deh luar biasa pasti hasil kreatif anak bangsa. Tanpa harus dikejar-kejar dengan intimidasi gak ada nilai gak naik kelas nanti. Siswa yang mau belajar tapi mereka dicekoki oleh berbagai hal yan tidak menjadi kebutuhan mereka, ibaratnya seperti harus memakan makanan yang tak sesuai selera.Tak suka dengan rasa manis dipaksa makan kolak, atau tak suka pedas harus makan sambal balado. Kira-kira seperti itulah gambaran para siswa ku . Tak punya hak untuk memilih sesuai keinginannya. Bukan berarti bebas memilih tanpa ada arahan. Tugas guru , orang tua dan sekolah lah untuk dapat menggali kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa/ i yang diajar dan dibimbing . Terkadang jadi lucu sendiri dan mungkin juga bingung dengan yang dilakukan guru-guru pada umumnya ,mengejar-ngejar siswa karena nilainya belum lengkap padahal yang mau dinilai cuek dan terkesan tak perduli dengan hasil yang akan didapat. Jangan ditanya apakah paham dengan materinya . Aku yakin pasti tidak paham, karena bukan itu yang jadi kebutuhannya . Jadi ingat waktu masih sebagai siswa di sekolah. Demi mendapat nilai bagus saat akan ulangan bela-belain begadang dan menghafal materi yang biasanya dipelajari dalam waktu 2 kali pertemuan . Dan harus dilalap dalam semalam ( SKS = system kebut semalam ) .Saat ujian alhamdulillah dapat menjawab dengan baik tapi ….bertahan lamakah yang dipelajari dalam semalam . Tidak  ada sedikit pun yang tersisa dalam memory menguap begitu saja. ( Mungkinkah karena akunya juga sedikit  tulalit, semoga tidak ya). Seperti itulah yang terjadi menuang,menuang, menuang. Tak perduli sudah luber atau tidak berkesan . Begitulah yang dilakukan oleh system pendidikan . Menuang hingga luber tak ada yang bersisa dan mengejar saat tak bernilai meski tak paham yang akan dinilai.

Handkey...oh handkey

Memasuki  hari ke 3 mesin elektronik di lembaga ku rusak.Semua yang datang dengan sangat tergesa-gesa dibuat kecele. Ah ternyata masih ngadat. Tau begitu dari tadi balik deh ngapain juga nungguin sampe sore, begitu gerutuan aku dan rekan-rekanku. Hidup kok jadi diatur dengan mesin . Bagaimana kita mau jadi manusia, hidup kita saja masih diatur oleh robot. Oh kasihannya nasib manusia tak bisa memiliki dirinya sendiri. Kehadiran mesin / robot menafikan keberadaan perasaan manusia yang memiliki rasa untuk dipahami karena keunikkannya. Apakah hanya dengan cara seperti itu untuk mengajarkan tentang pemahaman disiplin. Ingat sewaktu mengiktu prajabatan tahun yang lalu , para peserta diklat dikondisikan untuk mematuhi aturan –aturan tertentu. Efektif hanya untuk waktu itu . Selesai kegiatan prajab apakah pola yang pernah dijalani selama mengikuti diklat masih tetap dilakukan ….jawabannya adalah kalo ada yang bisa dibuat mudah kenapa harus cari sesuatu yang sulit. Dan Tuhan juga sudah menciptakan manusia dengan karakter dasar mencari sesuatu yang menyenangkan dirinya. Tapi justru yang membingungkan para pengambil kebijakan membuat aturan dengan menerapkan aturan yang semakin tak manuasiwi. Apakah para pengambil kebijakan juga sudah berubah jadi robot ya. Sehingga tak lagi mendengar alasan untuk mau memahami .Menutup hati dan perasaan dengan penciptaan kodrat manusia untuk dipahami.Belum lagi dengan ditambah sikap arogan penguasa . Dengan membuat kebijakan tambahan yang semakin mengada-ada. Merasa dengan membuat kebijakan yang katanya “ untuk disiplin “ akan menaikkan pamornya . Padahal tetap saja kodratnya masih manusia biasa kalau bisa cari yang mudah kenapa harus cari yang susah . Hanya sekedar mencari citra dari atasannya lagi . Berbeda apabila ada kepentingannya dia akan menunduk-nunduk kebawah meletakkan harga diri yang tadinya ditempatkan diatas kepala .

Sabtu, 09 Juni 2012

Mengajar anak mengajar cucu

Saat temanku datang sepulang dari seminar mengabarkan suatu berita. Aku tak bisa mengatakan berita baik juga karena jadi berpikir akan banyak yang harus difikir ulang apabila usul tersebut jadi diwujudkan. Usul itu berbunyi tentang rencana pemerintah untuk menambah usia pensiun para PNS guru menjadi 70 tahun. Hal yang kemudian menjadi pertimbangan pemikiran adalah kenapa begitu egoisnya harus menambah usia pensiun sementara para generasi muda yang baru lulus begitu kesulitan mencari pekerjaan. Apakah usia pensiun hingga 70 tahun masih bisa dikatakan produktif untuk umumnya orang Indonesia. Padahal seringkali antara usia guru pengajar dengan siswa yang diajarnya terpaut cukup jauh. Apabila dahulu saat para guru yang mengajar pertama kali di usia 20 tahunan terhitung baru lulus kuliah masih disebut sebagai guru junior dan siswa yang diajar berusia 13-16 tahun ( untuk jenjang SMP ) dapat dikatakan kakak yang mengajar adiknya . Usia tak terpaut jauh dan pola pikir masih bisa dikatakan nyambung.Melewati 20 tahun mengajar usia si guru juga bertambah sudah memasuki kehidupan rumah tangga dan mengajar siswa yang bisa dikatakan orang tua yang mengajar anak-anaknya. Memasuki 30 tahun mengajar saat sang guru hampir menjelang usia 60 tahun , sang guru dapat dikatakan mulai mengajar cucu. Karena adik-adik dan anak-anak yang dulu menjadi muridnya telah pula memiliki putra/i.Masih diajar oleh guru yang sama pula bisa dikatakan sang guru mulai mengajar cucu. Pola pikir ,tantangan zaman , gaya pergaulan sangat berbeda dan hal –hal ini seringkali menjadi benturan antara guru dan siswa. Sang guru beranggapan belajar sama seperti yang dulu dia terapkan untuk orang tuanya dan coba pula diterapkan untuk murid –cucu . Ternyata tak ampuh lagi terjadilah hal yang tak diinginkan marah dan mengatakan dasar anak sekarang berisik saja tapi gak bisa apa-apa itu ungkapan yang keluar karena jengkel melihat murid –cucu yang tak patuh aturan. Lantas bagaimana apabila usia pensiun ditambah . Bisa-bisa sang guru sudah tak mengajar cucu tapi mengajar cicit. Setelah itu bagaimana pula nasib para generasi yang baru lulus dan sedang membangun kehidupannya. Bukankah hal tersebut malah bisa disebut menghambat regenerasi. Ketika hal itu didengar oleh rekanku yang usia pensiun tinggal bebberapa tahun lagi yang diungkapkan malah kapan saya bisa mengurus diri dan beribadah dengan tenang. Bukan berarti mengajar tak termasuk ibadah tapi saat usia menjelang senja harapan yang tersimpan adalah berkumpul bersama keluarga dan menikmati hasil tanaman yang selama ini ditanam. Melihat keluarga sendiri anak-anak dan cucu tumbuh besar dan mandiri. Hidup bersama keluarga dengan penuh kebahagiaan.