Minggu, 08 Mei 2011

Yang lalu dan hingga kini

Pernah aku menulis suatu tulisan yang berjudul " Mengajar berani tapi tak berani" yang isinya:
Kami sering berbicara tentang kejujuran, tapi belum bisa berbuat jujur. Kami sering bilang harus berani, tapi masih khawatir akan nasib di depan...oh nasib.
Ternyata kemerdekaan masih menjadi mimpi indah kami. Merdeka dari tekanan fisik.Merdeka dari tekanan psikis . Dan merdeka untuk berpikir dan berkreasi . Tulisan itu aku tulis sekitar tahun yang lalu karena ketidakmampuan salah satu rekanku menolak perintah dari pimpinan. Dan saat ia bercerita , rasanya aku begitu gregetan . Katakanlah secara jujur apa yang menjadi hambatannya, agar dapat sama-sama belajar untuk memahami kesulitan yang ditemui. Dan kini kejadian seperti itu ditemui kembali. Dan berulang lagi melakukan hal yang sama, mengajar berani tapi tak berani. Terkadang aku merasa aneh juga ya , kami yang memiliki pekerjaan yang sangat mulia, Mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat UUD '45. Ternyata kemerdekaan kami sebenarnya masih terkekang oleh " nasib " yang seakan-akan ada di tangan pimpinan. Kasihan karena ternyata belum merdeka . Mengenai " nasib " di tangan pimpinan , aku pernah merasakan bagaimana tak berdayanya bawahan terhadap" mau"nya pimpinan. Selalu aku dihambat saat membutuhkan tanda tangannya agar aku dapat mencairkan uang hasil kerjaku. Padahal aku benar-benar telah bekerja tetapi berhubung aku sering tak sesuai dengan kebijakan pimpinan ya dengan sangat berat hati aku harus menanggung beban di musuhi tanpa alasan yang jelas. Pengalaman berharga yang aku rasa tidak semua orang mendapat cobaan seperti aku . Paling tidak aku belajar untuk menjadi berani. Berani untuk jujur. Berani untuk berbeda.Karena dalam pemahamanku rezeki kita yang mengatur Allah , bukan manusia yang kebetulan diberi amanat lebih untuk menjadi pemimpin dari orang yang dipimpinnya Tidak tahu aku sampai kapan orang-orang yang mengajar berani akan benar-benar memiliki keberanian .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar