Sabtu, 25 Mei 2024

Dunia Berkualitas dan Kebutuhan dasar Manusia.

 Tulisan ini masih ada hubungan nya dengan tulisan sebelumnya tentang teori stimulus Respon dari Thorndike dan teori kontrol yang disampaikan oleh William Glasser Choice teori meluruskan miskonsepsi tentang makna kontrol 

  • Ilusi guru mengontrol murid.  

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.

  • Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.  

Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha  untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah  suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu,  kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk  menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.

  • Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada  identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka.  Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru  untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan  negatif.

  • Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. 

Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab  untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang  dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah  pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari  bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang,  dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk (Modul 1.4 Budaya Positif PGP)

Perubahan paradigma tentang teori Stimulus Respon menjadi teori kontrol memberi pemahaman berpikir baru bahwa setiap individu memiliki kendali atas keputusannya sendiri. Kendali dan keputusan yang diambil oleh individu dapat berjalan baik ketika kebutuhan dasar sebagai manusia terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia dari Dr William Glasser adalah Kebutuhan bertahan hidup, Kebutuhan kasih sayang dan diterima,Kebutuhan pengakuan atas kemampuan,kebutuhan akan pilihannya (mandiri atas pilihannya) dan kebutuhan akan kesenangan. Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif.  Dan setiap individu memiliki gambaran ideal tentang kehidupan . Dunia berkualitas yang diimpikan oleh individu dapat terpenuhi saat kebutuhan dasarnya sebagai manusia terpenuhi . 


Stimulus Respon VS Teori Kontrol

 Judul cerita ini merupakan pembahasan menarik dari modul yang ada di Program Guru Penggerak modul 1.4 Budaya Positif.

Stimulus Respon adalah teori yang digagas oleh psikolog Amerika Edward L. Thorndike yang berpendapat bahwa kemungkinan suatu stimulus tertentu akan berulang kali menimbulkan respons tertentu bergantung pada konsekuensi yang dirasakan dari respons tersebut. 

Teori ini menjadi teori panduan yang membuat kita memahami tentang respon yang muncul berdasarkan stimulus yang didapat oleh individu . Lebih satu abad teori Stimulus Respon dari tahun 1900 merajalela dalam pemikiran banyak guru.

Bagaimana individu memberi respon berdasarkan stimulus yang diterima. Contoh ketika seorang murid yang pernah melakukan kesalahan lupa menggunakan atribut sekolah saat upacara dan pastinya si murid akan mendapat hukuman dari sekolah karena tidak mematuhi aturan sekolah yang sudah dibuat. Respon yang dimunculkan oleh murid yang tak mematuhi aturan bisa beragam dan si pemberi stimulus (pembuat aturan) mengontrol agar murid tersebut mematuhi aturan yg sudah dibuat dan siap menerima konsekuensi. Dalam pemahaman teori Stimulus Respon perilaku buruk dipandang sebagai suatu kesalahan, Si pemberi hukuman akan merasa menang apabila si pembuat kesalahan kemudian mau menerima hukuman dari kelalaian yg dilakukannya. Dan masih banyak cerita yang menggambarkan tentang penerapan teori Stimulus Respon yang masih di lakukan hingga kini. Tak mudah memang mengubah paradigma berpikir stimulus respon .

Perubahan paradigma tentang teori Stimulus Respon menjadi teori kontrol memberi pemahaman berpikir baru bahwa setiap individu memiliki kendali atas keputusannya sendiri. Ketika seseorang murid yang terlupa memakai atribut sekolah seperti contoh diatas bisa saja si murid tersebut merasa bersalah dan akan melakukan perbaikan diri karena tidak ingin mendapatkan hukuman . Namun belum tentu keinginan nya untuk memakai atribut lengkap benar-benar berasal dari kemauannya sendiri. Motivasi murid tersebut masih berdasarkan kontrol dari luar dirinya. Dan hal seperti ini tidak akan berdampak panjang. 

Menerapkan disiplin positif untuk menjadi suatu budaya positif membutuhkan pemahaman dari si pelaku disiplin dan juga pembuat aturan disiplin. Perlu kiranya melibatkan seluruh warga sekolah untuk menggali nilai-nilai kebajikan yang ingin diwujudkan menjadi suatu kesepakatan dan keyakinan bersama