Sabtu, 25 Mei 2024

Stimulus Respon VS Teori Kontrol

 Judul cerita ini merupakan pembahasan menarik dari modul yang ada di Program Guru Penggerak modul 1.4 Budaya Positif.

Stimulus Respon adalah teori yang digagas oleh psikolog Amerika Edward L. Thorndike yang berpendapat bahwa kemungkinan suatu stimulus tertentu akan berulang kali menimbulkan respons tertentu bergantung pada konsekuensi yang dirasakan dari respons tersebut. 

Teori ini menjadi teori panduan yang membuat kita memahami tentang respon yang muncul berdasarkan stimulus yang didapat oleh individu . Lebih satu abad teori Stimulus Respon dari tahun 1900 merajalela dalam pemikiran banyak guru.

Bagaimana individu memberi respon berdasarkan stimulus yang diterima. Contoh ketika seorang murid yang pernah melakukan kesalahan lupa menggunakan atribut sekolah saat upacara dan pastinya si murid akan mendapat hukuman dari sekolah karena tidak mematuhi aturan sekolah yang sudah dibuat. Respon yang dimunculkan oleh murid yang tak mematuhi aturan bisa beragam dan si pemberi stimulus (pembuat aturan) mengontrol agar murid tersebut mematuhi aturan yg sudah dibuat dan siap menerima konsekuensi. Dalam pemahaman teori Stimulus Respon perilaku buruk dipandang sebagai suatu kesalahan, Si pemberi hukuman akan merasa menang apabila si pembuat kesalahan kemudian mau menerima hukuman dari kelalaian yg dilakukannya. Dan masih banyak cerita yang menggambarkan tentang penerapan teori Stimulus Respon yang masih di lakukan hingga kini. Tak mudah memang mengubah paradigma berpikir stimulus respon .

Perubahan paradigma tentang teori Stimulus Respon menjadi teori kontrol memberi pemahaman berpikir baru bahwa setiap individu memiliki kendali atas keputusannya sendiri. Ketika seseorang murid yang terlupa memakai atribut sekolah seperti contoh diatas bisa saja si murid tersebut merasa bersalah dan akan melakukan perbaikan diri karena tidak ingin mendapatkan hukuman . Namun belum tentu keinginan nya untuk memakai atribut lengkap benar-benar berasal dari kemauannya sendiri. Motivasi murid tersebut masih berdasarkan kontrol dari luar dirinya. Dan hal seperti ini tidak akan berdampak panjang. 

Menerapkan disiplin positif untuk menjadi suatu budaya positif membutuhkan pemahaman dari si pelaku disiplin dan juga pembuat aturan disiplin. Perlu kiranya melibatkan seluruh warga sekolah untuk menggali nilai-nilai kebajikan yang ingin diwujudkan menjadi suatu kesepakatan dan keyakinan bersama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar