Minggu, 31 Januari 2010

Efektifitas tunjangan dan beban stres yang dihadapi

Wacana yang digulirkan oleh Pemda Dki Jakarta tentang tunjangan kinerja daerah berdampak pada kinerja para pegawai negeri di lingkungan Pemda tidak terkecuali pada kinerja guru di lingkungan pendidikan. Semua bertanya-tanya berapa besar tunjangan yang akan saya terima nantinya? Bagaimana perhitungannya? Bagaimana potongannya ? Namun ternyata tidak berdampak pada kinerja para pegawai secara profesional,yang terjadi hanyalah berhitung-hitung angka tapi tidak untuk berhitung meningkatkan profesional kerjanya . Para pegawai hanya khawatir apabila tunjangan yang akan diterima sedikit dan jadi malas untuk membuat inovasi terbaru dalam proses pengajarannya.
Dan wacana itu sekarang tidak lagi menjadi wacana tapi sudah menjadi kenyataan walaupun masih banyak hal-hal yang menjadi pertimbangan banyak pegawai tentang kok besar tunjangan yang diterima tidak sesuai dengan golongan ? kok jadi semakin dituntut untuk ini dan itu sementara tidak menuju kepada produktifitas kerja yang baik.
Apa memang benar istilah peraturan ada untuk dilanggar,karena tuntutan untuk ada di tempat kerja khusus bagi guru dari jam 6.30 pagi hingga siang menjelang sore jam 15.00 adalah cukup merepotkan dan yang terjadi adalah setelah selesai mengajar yang terlihat guru banyak yang bergelimpangan diantara kursi dan kursi di ruangannya sambil menunggu waktu pulang. Efektifkah peraturan itu dibuat dan setelah waktu pulang datang guru masih harus berjuang kembali di pinggir-pinggir jalan untuk menuju rumahnya yang mungkin saja perjalanan menuju rumahnya harus menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam di jalan,kapan guru-guru tersebut bisa mendidik anak-anaknya sendiri apabila waktu pertemuannya dengan keluarga yang sangat sempit.
Tapi apalah kemampuan kami para pegawai dan guru? Seperti benang kusut yang tidak tau harus mengurai darimana Peraturan dibuat untuk dipatuhi dan apabila tidak mematuhi maka konsekuensinya tunjangan yang akan diterima akan juga berkurang begitu tidak berdayanya kah para pegawai dan guru sehingga tidak juga memiliki keberanian untuk berbicara dan mengungkapkan pendapatnya.