Sabtu, 28 Januari 2012

Sama setiap tahun

Aku sering merasa kasian dengan siswa/i ku yang aku ajar atau mungkin juga semua siswa yang duduk di bangku akhir masa sekolahnya. Sistem pendidikan di sekolah formal yang mengharuskan untuk para siswa mengikuti ujian nasional sehingga berdampak pada tak diperlakukannya mereka secara manusiawi. Aku katakan tak manusiawi karena selalu saja ada keluhan yang mengatakan capek, jenuh dan bosan. Ya bagaimana bisa di katakan manusiawi dari jam 06.30 -13.30 belajar seperti jadwal belajar biasa kemudian dilanjutkan dengan pendalaman materi dari jam 14.00 hingga jam 15.00 . Lelah oh sangat lelah . Lelah fisik dan lelah otak . Mungkin kalau diri kita bukan diciptakan oleh Tuhan YME tak taulah aku apa jadinya. Seperti mesin yang kepanasan kali. Ngebul….bul. Padahal apabila ingin efektif hal yang dilakukan dengan cara seperti itu aku tak yakin bisa efektif . Memaksakan dalam wadah yang sudah penuh diisi lagi dengan cara menuangkan informasi ke dalam wadah yang jenuh. Luber dan malah tak ada yang tersangkut dalam memori otak. Dan otak tak di beri kesempatan untuk melakukan penyegaran. Saat selesai kegiatan kbm yang dilanjutkan dengan pm terkadang mereka para siswa juga dilanjutkan dengan les bimbel. Teganya para orang dewasa yang suka memaksakan diri agar anaknya mampu mengikuti ujian nasional dengan baik. Selalu dengan alasan kalau tidak pm dan tidak les gimana nanti kalau tidak lulus ujian nasional. Tak berpikir bahwa tubuh dan otak punya kapasitas terbatas untuk menerima dan mengolah informasi. Pemaksaan yang dibalut untuk kebaikan anak-anak. Padahal bukan itu yang dibutuhkan. Pertanyaan besar ku adalah apakah yang mengatur system di negara ini tak pernah belajar tentang psikologis dan ilmu pedagogik ?

Bingung nih...

Terkadang aku bingung harus melakukan apa untuk para siswa/i ku . Di satu sisi aku ingin sekali menjadi gurunya manusia seperti yang diungkap oleh pak Munif Chatib dalam bukunya “Gurunya Manusia” . Tapi ternyata tak semudah dan segampang kita membacanya . Saat ingin mempraktekkan hal-hal yang dibaca . Berbenturanlah dengan situasi dan kondisi yang berlangsung di kehidupan nyata . Mungkin dengan keadaan diri sendiri yang tak selalu menyimpan rasa baik dan tenang atau mungkin juga dengan kondisi fisik yang lelah sehingga berakibat pada proses KBM yang tak berlangsung dengan lancar . Sering juga berbenturan dengan system yang tak mendukung untuk memanusiakan siswa yang diajar. Dan kebiasaan yang berlangsung turun temurun bahwa guru adalah sosok yang harus dihormati . Sehingga proses kbm berlangsung satu arah. Guru menerangkan murid diam mendengarkan. Beranggapan yang diajarkan kepada siswa sudah akan di pahami apabila siswa diam dan tidak membuat keributan . Walau aku sendiri juga tak terlalu suka juga apabila murid yang aku bimbing saat aku mengajar mereka hanya diam saja . Bisa mati gaya aku mendapati kepasifan kelas yang diam . Namun juga kalo terlalu rusuh berdampak informasi yang disampaikan tak sesuai dengan harapan karena ada kandungan emosi dalam penyampaiannya. Mengikuti keinginan para siswa sesuai dengan karakteristik kecerdasannya , mana cukup waktu kata rekan guru yang mengajar . KBM menjadi kaku . Guru mengajar seperti dikejar-kejar materi yang masih menumpuk dan begitu banyak sehingga tak mengindahkan bahwa kondisi siswa juga mungkin tak siap untuk menerima materi dengan baik . Tak ada dialog untuk bertanya dan mencari tahu bagaimana keadaan siswa yang kita ajar pada hari ini.Semua dilakukan serba cepat dan mengharapkan hasil yang instan pula. Lupa bahwa belajar adalah proses berkelanjutan dan terus menerus.

Tidak bisa dan tidak tahu…???

Hari pertama masuk setelah libur 3 hari aku berharap mendapat suntikan energy untuk beraktfitas dengan baik. Saat berangkat untuk beraktifitas aku membayangkan siswa yang aku bimbing akan menampilkan presentasi terbaik mereka saat aku panggil . Ternyata oh….ternyata harapan tinggal harapan dan aku harus menanggung rasa kecewa manakala aku memanggil satu persatu siswa untuk presentasi jawaban klise mereka adalah belum siap bu, sama sekali tak mencoba begitu mudah keluar dari bibir mereka ucapan tidak bisa dan tidak siap. Dan aku sering kali tersulut emosi marah ketika aku meminta para siswaku untuk mengerjakan suatu tugas belum mereka mencoba mengerjakan sudah langsung mengatakan tidak bisa. Oh Tuhan … berilah aku kesabaran untuk terbiasa mendengar ucapan tidak bisa dari siswa/i ku atau mungkin juga anakku sendiri. Mungkin saat diriku sedang baik moodnya aku bisa menanggapi ucapan tersebut dengan santai namun bagaimanapun juga aku masih manusia biasa yang tak selalu baik moodnya.

Dan berbicaralah aku dengan beberapa rekanku tentang ucapan klise siswa/i ku , ternyata sebagian rekanku juga tak sepaham dan tak suka juga mendengar ucapan tersebut. Yang anehnya ucapan tersebut akan selalu ada terdengar di kelas yang aku bimbing. Hingga aku berpikir apa sih yang ada di benak para siswaku sehingga mereka begitu mudah untuk mengatakan tidak bisa atau tidak tahu sebelum mencoba terlebih dahulu.

Walau aku juga merenung mungkinkah penyampaian pesan yang aku informasikan tak menarik bagi mereka sehingga para siswaku tersebut tak tertantang untuk mengatakan bisa atau setidaknya akan saya coba bu… Karena aku ingat beberapa waktu yang lalu aku pernah meminta mereka mencatat beberapa hal penting . Tapi apabila aku langsung meminta mereka untuk mencatat pasti mereka (siswa/i ) langsung protes ya gak usah nyatet dong bu. Dan aku kemas lah dalam bentuk kalimat “ siapa yang mau dapat kenangan-kenangan “ semua langsung menunjuk tangan …Dan mulai aku mengatakan ini kenang-kenangan dari saya silahkan mencatatnya. Walau disambut dengan teriakan huu…tapi tetap mereka dengan senang hati mencatatnya.

Cerita awal tahun

Hari pertama masuk dan mengajar di tahun 2012. Dengan semangat mengajar aku menuju sekolah dan ingin bertemu para siswaku yang kurang lebih setahun tak bertemu ( libur akhir tahun selama 2 minggu) . Ada beberapa kelas yang diakhir semester ganjil aku tak bertemu untuk tatap muka di kelas. Dan di hari pertama ini aku masuk , aku memberi satu kalimat sakti kepada siswa/i ku saat aku membagikan satu potongan karton manila berwarna merah jambu dan biru muda. Aku katakan saya menghipnotis kalian dan anggap saja karton yang saya berikan ini berwarna merah dan hijau dan gambarkan bentuk apel di karton merah dan hijau tersebut setelah itu gunting sesuai dengan bentuk apel yang sudah di gambar. Setelah siswa ku selesai menggambar bentuk apel yang di buat aku menyuruh mereka untuk menuliskan minimal 3 harapan diri di gambar apel berwarna hijau dan 3 harapan terhadap kelas di gambar apel berwarna hijau. Saat mereka selesai menulis 3 harapan di apel merah aku meminta mereka untuk menyebutkan dengan lantang berkaitan dengan harapan diri tersebut dan ada sesuatu yang lucu ketika salah seorang siswa mengatakan saya ingin jadi anak sholeh, dan teman-temannya langsung nyeletuk cie…..saya pun ikut menimpali dengan bertanya siapa nama orang tuamu , apabila nama bapakmu adalah sholeh pasti kamu bisa jadi anak sholeh. Dan semua teman-temannya langsung tertawa tak ketinggalan siswa tersebut.Anaknya sholeh pasti bapaknya pak sholeh

Senin, 23 Januari 2012

Maaf ya nak....

Ingat ungkapan yang berbunyi apabila tak mau merasakan sakit saat di cubit jangan mencubit. Tapi mungkin ungkapan itu hanya berlaku bagi sang korban yang di cubit tak berlaku bagi pelaku yang mencubit. Ungkapan mencubit dan di cubit. Hal sepele tapi ternyata bermakna besar. Saat menonton tayangan televisi yang memberitakan tentang makin tak amannya menggunakan kendaraan umum ( angkot ) bagi penumpang wanita. Seperti kesetanan sang pelaku lupa diri melakukan hal tak pantas di dalam angkot kepada penumpang wanita yang tak berdaya.Setan apa yang sudah merasuki pikiran bejatnya. Tak terpikirkah olehnya atau mereka oknum pelaku seandainya mereka atau keluarga mereka yang diperlakukan seperti itu.
Ungkapan mencubit dan di cubit mungkin juga bisa di ungkapkan dalam bentuk yang lain, aku memberi ungkapan sebagai pelaku dan korban. Pelaku dengan gampang melupakan hal-hal yang telah dilakukannya tak disadarinya bahwa yang dilakukan berdampak psikologis berkepanjangan sementara si korban mengalami trauma yang tak mudah untuk dilupakan. Hal yang mengganggu pikiranku saat aku dikabarkan oleh rekan wali kelas tentang siswa yang aku bimbing mengalami bullying oleh salah satu rekan kerjaku yang lain berdasarkan laporan dari orang tuanya.Sang siswa sampai sakit 2 hari tak masuk sekolah karena takut sekali dengan sang pelaku bullying. Dan yang membuat aku menyesal sekali adalah manakala kejadian itu terjadi aku sedang tugas keluar kota untuk waktu yang cukup lama. oh ...anakku maaf kan ibu tak bisa membantu mu. Walau sudah sangat terlambat akhirnya aku panggil juga siswa tersebut untuk mencari informasi tentang kronologis kejadian . Dan terkaget -kaget lah aku, siswa ku dipaksa untuk meminta maaf atas kejadian bullying yang menimpanya . Sang korban diperlakukan bullying lagi secara psikis. Menurut siswaku di harus minta maaf dan mengaku bahwa tersenyum saat belajar adalah hal yang tercela. Ketika aku melakukan cros chek atas kejadian tersebut kepada rekan sejawat hal ini yang lebih membuat ku semakin kaget dan merasa malu hati dengan entengnya rekanku mengatakan aku lupa tuh, anaknya yang mana ya......?????????
Oh Tuhan ku...ampuni lah dosa kami guru-guru yang mudah memberi label, vonis dan hukuman baik fisik maupun psikis kepada siswa/i yang kami ajar . Kami masih manusia biasa yang tak luput dari khilaf.

Rabu, 04 Januari 2012

Bahagia dan ikhlas

Ternyata bahagia tak selalu terletak pada materi saat aku melihat satu keluarga pemulung dengan gerobaknya 3 orang putri kecilnya yang memakai jilbab penahan panas matahari siang dan dinginnya malam duduk dengan tertawa riang bersama saudaranya diatas gerobak yang ditarik sang bapak dari depan lalu didorong si ibu dari belakang satu gambaran hidup sederhana namun sarat makna....

Indahnya hidup ketika kita menjalaninya dengan keikhlasan. Seperti yang tergambar pada orang tua yang bekerja sebagai pemulung. Lelah dan letih setelah seharian berjalan mencari sampah yang bisa didaur ulang bersama dengan keluarganya berkeliling kampung dan mengakhiri perjalanan di malam hari untuk menyetor pada agen . Agar hasil berkeliling seharian itu dapat segera ditukar dengan kebutuhan hidup yang harus segera di penuhi

Sementara ketiga putri kecilnya tetap tak kehilangan keceriaan masa kecilnya saat tetap harus ikut bersama dengan orang tuanya berpanas dan kedinginan diatas gerobak dan berkeliling kampung...menyenangkan selalu bersama dengan orang tua walau dengan keterbatasan materi. Dan sebenarnya tak juga selalu yang diharapkan oleh para buah hati kita berbentuk materi...kehadiran secara emosional saling membutuhkan dan dibutuhkan sebagai bagian keluarga adalah hal yang paling utama.

Peran sang ibu yang selalu setia dan tak mudah menyerah untuk mendukung suami mencari penghasilan yang halal merupakan dorongan yang amat dibutuhkan dalam suatu keluarga. Karena tak jarang melihat gambaran nyata yang berbeda 180 derajat , istri yang selalu mengeluh dengan hasil yang diberikan sang suami menuntut suami untuk melakukan hal-hal diluar batas kemampuannya . Atau suami yang terlalu amat sangat ingin membahagiakan istri dan anak-anaknya sehingga melakukan ha-hal yang tak terpuji . Dan ternyata tak juga merasakan bahagia.....

Bahagia dan Ikhlas dua hal yang mudah diucapkan tapi tak mudah untuk didefinisikan menurutku.....

Renungan untuk Guru

Di semester 1 ini aku mengajar materi Multiple Intelegence dan ternyata begitu luar biasa kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Dan aku merasa sebenarnya aku tak memberi umpan yang baik kepada siswa/i ku dalam pengembangan kecerdasan yang mereka miliki. Meskipun tak kupingkiri tak semua siswa yang ku bimbing memberi respon yang baik pula tetapi bagian kecil yang memahami tujuan ku untuk memberi materi tentang kecerdasan majemuk tersebut cukup memberi penghiburan bagi ku bahwa ketika kita sebagai guru memulai dengan memasuki dunia mereka ( siswa ) mereka akan merasakan bahwa mereka dianggap, diperhatikan , penting dan memiliki nilai. Karena aku meyakini sekali semua yang diciptakan Allah memiliki rasa dan keinginan untuk dihargai sebagaimana dia diciptakan oleh sang penciptaNYA . Aku pernah merasakan bagaimana rasanya tak dihargai oleh pemimpin di tempatku bekerja karena statusku yang masih honorer ( status dalam karir bukan kehendakku) selalu dengan kekuasaan yang dimilikinya beliau mengancam dan mengintimidasiku dengan ancaman akan memberhentikanku secara sepihak karena aku dianggap tak loyal pada kepemimpinannya dan benar sebagai manusia normal yang ingin merdeka dari penindasan sepihak aku memberontak dengan mengatakan saya disini bekerja bukan hanya berpangku tangan dan mengharapkan gaji yang memang menjadi hak saya. Hidup dan kehidupan saya Allah yang menentukan bukan karena arogannya sang manusia yang sedang diberi amanat untuk berkuasa . Kembali pada cerita yang kulakukan dengan para siswaku disekolah dengan segala keterbatasan ku sebagai manusia aku berusaha keras untuk memasuki dunia remaja mereka . Sering saat sudah bel pelajaran berganti aku memasuki kelas mereka dan mereka masih sangat asyik bercengkerama dengan teman-temannya dan apabila sudah begitu repot dan stress yang aku hadapi apabila aku tetap ngotot untuk langsung masuk pada materi . Guyonan mereka aku timpali dan sesekali ikut membanyol mengikuti gaya dan karakter tiap kelas yang berbeda. Dengan cara bercerita , mematikan lampu di ruangan kelas, menyuruh mereka berdiri diatas bangku dan melihat ke jendela . Barulah setelah itu aku memulai menyampaikan tujuanku untuk materi pelajaran hari itu.Walau tak semua siswa yang kubimbing setelah aku melakukan hal-hal itu kemudian bisa langsung konsentrasi pelajaran beberapa ada yang masih dengan gaya slow motionnya….cuek dan agak tidak perduli tapi justru disitulah letak tantangannya.Kalau mengikuti tulisannya Pak Munif Chatib dari buku Gurunya Manusia bagaimana mungkin siswa mampu mengikuti pelajaran dengan baik apabila sang siswa yang menjadi sasaran dan subjek utama tak merasa dihargai keberadaannya. Sang guru masuk ke kelas seperti memasuki pabrik dan menemui benda-benda mati yang tak memiliki perasaan untuk dihargai. Marah saat siswa lupa membuat tugas yang diberikan , berisik dan ramai tak menentu. Tapi yang membingungkan justru saat akhir masa belajar guru-guru seperti pegawai pabrik tersebut akan sangat bangganya membawa tentengan (kalau pake istilah kpk hasil gratifikasi). Puaskah kita hanya dengan tentengan yang kita bawa tetapi tak ada dalam hati mereka para siswa yang kita ajar, bimbing dan didik untuk kurun waktu tertentu ?