Rabu, 22 Agustus 2012

Gema Takbir

Selalu ada keriangan

Canda tawa kebahagian 

bahkan haru sedih 

mengiringi alunan takbir 

yang berkumandang

Berharap dapat bertemu lagi

namun juga berharap 

dapat melaluinya dengan segera

Harap-harap cemas menanti pengumuman

jatuhnya 1 Syawal 

yang terkadang berbeda dengan saudara yang lain

Membayangkan seperti yang lalu ....

Lebaran dalam kehangatan ....

Sayur hangatan, rendang hangatan, opor ayam hangatan

Cerita lain tentang Dirgahayu RI

HUT RI ke 67 pada tahun 2012 ini bersamaan dengan bulan Ramadhan 1433 H.Sebagian warga sekolah sudah bergegas menuju kampung halaman untuk berlebaran bersama sanak saudara. Seperti biasa saat hendak menuju tempat kerja , pada hari ini aku pun melakukan hal yang sama . Setelah menyelasaikan sahur dan sholat shubuh harus bergegas menuju stasiun agar kereta pertama dengan tujuan Tanah Abang dapat dinaiki . Lari terbirit-birit  ketika sampai stasiun mendengar informasi comuter line tujuan Tanah abang -Angke segera masuk jalur 1. Alhamdulillah kekejar juga meski tak sempat membeli koran atau lapor diri ke kamar kecil dulu . Yang penting bisa naik kereta dan mengabaikan sesaat untuk membuang hajat kecil . Saat merenung kadang terpikir begitu besar arti ketepatan waktu kedatangan kereta dibandingkan dengan keselamatan dan kesehatan diri. Begitu memasuki gerbong kereta, ada pemandangan yang tak biasa kereta cukup lenggang . Untuk aku yang naik dari stasiun Depok masih bisa mendapat tempat duduk yang lega . Berbeda dengan hari biasa ketika tak ada tanggal merah di kalender . Penuh diisi oleh penumpang dengan berbagai tujuan yang berbeda juga keperluan yang beragam . Dan hari ini aku rasa semua tujuannya sama menghadiri peringatan 17 Agustus hari kemerdekaan RI. Hampir 90% penumpang memakai pakaian Korpri seragam PNS. Sambil memandangi wajah para penumpang berseragam PNS aku berpikir apakah dengan mengikuti upacara bendera yang mendapat himbauan 'wajib' dari atasan setiap instansi dapat dikatakan mereka termasuk aku sudah memiliki jiwa nasionalis ? Karena ketika mengikuti upacara tersebut amanat yang disampaikan oleh pembina upacara adalah dengan menghadiri upacara 17 Agustus walau telah memasuki masa liburmenjelang Idul Fitri berarti sudah nasionalis. Dan jadi tergelitik untuk untuk mencari tahu makna dari kata nasionalis. Apakah memang hanya semudah itu yang dimaksud dengan nasionalis ?

Ucapan dan ungkapan.....????

Sering teredengar ungkapan ucapan adalah doa. Untuk itu pemuka agama , psikolog selalu mengingatkan jangan sembarangan mengucap sesuatu yang ditujukan kepada anak . Siapa tahu itu adalah doan yang akan dikabulkan Allah SWT. Lantas apa bedanya ucapan yang yang diungkapkan pemimpin entah dalam kegiatan kampanye , intruksi dari pembina upacara atau hanya sekedar ungkapan memberi saran , apabila ucapan tersebut disertai dengan embel-embel label negatif. Memang mungkin saat mengungkapkan dalam kegiatan pengarahan tak ada maksud mengutuk ( ini bahasaku sendiri) tapi ternyata tak disadari oleh yang mengucap bahwa isi pengarahan menggiring persepsi orang untuk berpendapat negatif. Satu contoh yang terjadi manakala di tempatku bekerja , pimpinan yang sedang menjadi pembina upacara mengatakan untuk siswa yang bermasalah akan diacak kelasnya agar dapat melakukan intropeksi kesalahannya. Pertanyaan besarku sebagai guru pembimbing , apakah pernyataan tersebut memang harus diucapkan dihadapan khalayak ramai. Belum lagi penyertaan label "bermasalah " . Padahal mengutif tulisan yang pernah aku baca dari tulisannya Arfan Pradiansyah. Justru kita memang harus mendapat masalah karena dengan bermasalah kita belajar untuk mengatasinya. Jangan pernah takut dengan masalah . Bagaimana cara kita menjaga sisi psikologis dari individu yang katanya bermasalah tadi? Alangkah lebih bijak dengan mengatakan , anakku kamu dipindahkan dari kelas yang lalu agar kamu lebih baik dalam belajar . Karena yang terjadi setelah pembina upacara mengungkapkan tentang anak "bermasalah" tadi beberapa siswa yang mengalami kesuliatan dalam beradaptasi dengan teman-teman baru mereka bertanya kepadaku dengan sedih , apakah menurut ibu  saya memang bermasalah ? Atau dilain waktu dengan mengungkapkan kebijakan yang sekali lagi menggiring untuk memberi label " bermasalah ". Tak ingat atau memang tak paham semakin sering doktrin " bermasalah " diucap semakin terpatri dalam memory " memang bermasalah "

Kenapa Tak Beda

Pertanyaan ini ditujukan kepadaku dari selentingan beberapa rekan kerjaku yang mengomentari kegiatan yang kulakukan dengan para siswaku di akhir materi kegiatan BK.Aku pernah menulis dalam blogku, mengenai rasa bangga dan bahagiaku atas hasil kerja yang dilakukan oleh para siswaku yang membuat tugas akhir dalam bentuk buku . Sebelum aku meminta siswaku untuk membuat tugas akhir tersebut pengantar yang kulakukan adalah meminta siswaku untuk membaca buku para tokoh dunia dan kembali menceritakan dihadapan teman-teman sekelasnya. Untuk kemudian aku katakan impian di masa tuaku nanti aku ingin salah satu dari siswaku terinspirasi dari perjuangan dan kisah hidup tokoh dunia tersebut . Dan siapa tahu mereka juga dapat menceritakan tentang hidup mereka dalam bentuk buku yang menarik. Intinya aku ingin dapat membaca buku hasil karya siswaku , seperti yang dilakukan Andrea Hirata penulis buku Laskar Pelangi. Tak hanya sekedar memberi nilai dari tugas yang mereka kumpulkan . Namun lebih dari itu , aku ingin mereka memperoleh pengalaman dari bercerita dalam bentuk tulisan sesuai dengan gaya bercerita mereka . Ternyata aku masih berada dalam lingkungan kerja yang menilai berdasarkan urutan - urutan kaku dan tak punya target jangka panjang.Mundur untuk menyamai langkah dengan mereka ?Aku rasa itu bukan gayaku, sementara maju sendiri pasti akan selalu mendapat komentar yang berkesan negatif . Jadi ingat dengan kalimat motivasi yang pernah aku bahas dalam pertemuan di kelas dengan siswaku ." Apa yang anda pikirkan bisa  Pasti bisa" Dan aku cukup takjub ternyata mereka memang bisa. Dan saat mereka mengumpulkan tugas akhir tersebut terucap bisik-bisik tetangga dari rekan kerjaku. Kok nilainya hanya segini padahal kerjaan anakku bagus . Tanpa mau bertanya padaku yag memberi tugas . Atas standar apa aku memberi nilai pada mereka . Dan pemahaman dangkal menilai hanya dari hasil akhir tanpa mau bertanya pengalaman apa yang diperoleh dari proses panjang yang telah dilalui saat membuat buku tersebut.