Kamis, 29 September 2011

Rokok versus rokok

Setahun yang lalu saat aku memberi materi tentang rokok dengan segala bahayanya. Aku di buat tertawa dan merenung ketika salah satu siswa yang kuberi tugas mewawancarai perokok mempresentasikan hasil wawancaranya . Dan tercenganglah aku ketika siswaku itu sama sekali tak khawatir mewawancarai perokok tersebut , padahal sebelumnya aku tlah memberi informasi tentang bahaya rokok begitupun bahayanya menjadi perokok pasif.Dan sambil berlalu ketika selesai presentasi dia mengatakan” saya kan juga sambil ngerokok bu” wah saya menggelengkan kepala antara lucu dan kaget dengan kejujuran siswaku itu . Di satu sisi aku tak bisa menyalahkan sepenuhnya yang dilakukan oleh siswaku yang masih remaja itu. Remaja adalah masa dimana seseorang sedang mencari identitas dirinya, labil,penuh gejolak emosi , membangkang dengan aturan dan banyak lagi perilaku yang membuat orang dewasa geleng-geleng kepala . Padahal dalam pemikiran si remaja apa yang salah toh kami hanya mengikuti yang kami lihat di lingkungan seperti perilaku orang dewasa yang boleh untuk merokok?

Dan tentang kata-kata rokok adalah kata-kata yang paling ampuh pula untuk memberi sedikit ucapan terimakasih atas jasa yang telah dilakukan seseorang kepada orang yang lain . “ ini sedikit tanda terimakasih , sekedar uang rokok. Mengapa harus menggunakan kalimat seperti itu. Padahal dalam bungkus rokok yang beredar tertera peringatan rokok dapat merusak kesehatan dan yang diberi sedikit uang rokok juga menerima dengan senang hati pemberian tersebut dengan disertai anjuran untuk membeli rokok.

Dilema sebenarnya rokok itu baik dan tidak baik.Berdasarkan anjuran di bungkusnya dicantumkan bahaya nya rokok bagi kesehatan tetapi ditampilkan bintang-bintang iklan yang begitu macho dan ganteng, ya sudah pasti banyak orang penyuka rokok yang melihat tampilan fisik yang si pemeran iklan rokok juga tergoda untuk menjadi macho.Aneh melarang tapi malah memberi fasilitas…..

Senin, 26 September 2011

Kebahagian

Beberapa hari yang lalu aku menghadiri pesta perkawinan anak rekan kerja yang sudah aku anggap seperti ibuku.Sorot kebahagian terpancar dalam raut wajahnya.Bercampur dengan wajah lelah dan sisa-sisa ketegangan . Aku jadi belajar banyak tentang kebahagian dan keikhlasan orang tua manakala harus rela melepaskan buah hatinya untuk bertemu dengan jodoh pujaan hati sang anak. Pasti bukan hal mudah untuk dilalui. Segenap acara dari prosesi pernikahan telah dilalui dan dipadu dengan acara adat yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Bersyukur aku bisa mengikuti kegiatan tersebut karena aku diajak untuk menjadi bagian dari keluarga yang merasakan moment-moment bahagia dari acara pernikahan itu. Menjadi orang tua adalah masa terindah namun mungkin juga tersulit dalam kehidupan yang harus dilalui setiap individu yang memutuskan hidup dalam bahtera keluarga. Diawali dengan menyatukan dua pribadi yang berbeda latar belakang pola asuh , budaya, kebiasaan dan lain-lain. Sampai kemudian diberi kepercayaan oleh Yang Maha Pengasih untuk menjaga dan membimbing ciptaanNYA . Mengasuh, menjaga, menyayangi , mendidik dan membesarkan putra-putrinya untuk menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan berbudi luhur. Bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan oleh orang tua.

Tetapi pekerjaan berat yang dilalui selama bertahun membesarkan dan mendidik putra/putrinya seakan –akan terbayar dengan khidmatnya prosesi pernikahan yang dilakukan oleh buah hati yang dicintainya. Mengantarkan putra/putri tercinta memasuki gerbang kehidupan baru untuk menjadi orangtua baru yang juga dapat menularkan kebahagiaan bagi putra/putri kelak.

SEMOGA MENJADI KELUARGA YANG SAKINAH MAWADAH WARAHMA dan akupun dapat pula merasakan seperti yang dirasakan oleh rekan kerjaku itu menjadi orang tua yang bahagia suatu saat nanti.AMIN

Kamis, 22 September 2011

Jujur yang seperti apa....?

Jujur bukan hanya kata-kata yang mudah diucapkan tetapi jauh lebih sulit untuk melaksanakannya. Menurut buku pedoman penanaman buku pekerti luhur jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang , berkata apa adanya dan berani mengakui kesalahan serta rela berkorban untuk kebenaran . Dan hal ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang serta rela berkorban untuk mempertahankan kebenaran . Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan Tuhan dan diri sendiri. Ada kejadian yang membuat saya sebagai guru di sekolah merenung manakala ada aduan dari beberapa siswa yang kecewa dengan sikap rekan kerja yang tak memberi toleransi karena telah menyampaikan kejujuran yang sebenarnya, malah mendapat hukuman sementara teman-teman dari siswa yang tak jujur malah dipercaya. Mahalnya harga kejujuran. Dan justru yang menjadi renungan lebih dalam lagi adalah sang rekan kerjaku sangat percaya dengan hasil tulisan walau dari berbagai perbincangan saat rapat kenaikan kelas beberapa rekan yang lain menginformasikan ketidak jujuran yang dilakukan oleh salah seorang siswa demi mendapatkan nilai yang baik . Tak bisakah menggunakan hati nuraninya untuk melihat kejujuran yang tak terlihat. Atau perilaku orang dewasa yang memang hanya suka dengan kejujuran yang di rekayasa. ? Karenanya jadi ingat beberapa komentar teman-temanku saat aku menuliskan tentang perilaku yang dilakukan oleh siswaku ketika kutanya saat siswaku presentasi kegiatannya , siswaku mengakui bahwa dia tak khawatir ketika mewawancarai perokok karena saat itu dia pun sedang merokok. Aku membuat tulisan tentang kejujuran yang ternyata membuat ku kaget dengan kejujuran yang di ucapkan oleh siswaku tersebut.Sehingga bermunculan komentar pembelajaran tuntas karena siswa berani berkata jujur.Alhamdulillah walau tetap terpana…..

Mau naik lupa turun

Di bulan-bulan terakhir ini issue tentang resufle kabinet sedang hangat dibicarakan . Deg-degan adalah kalimat yang paling tepat di sebutkan . Tetapi sebenarnya masalah issue tersebut bukan hanya terjadi dikalangan mentri yang memegang satu departemen tertentu dan membawahi berbagai individu yang didalam nya menyangkut hajat hidup mereka. Aku jadi teringat juga dengan kata-kata mau naik lupa turun. Begitu berduyun-duyunnya orang yang ingin naik dengan melakukan berbagai cara agar bisa terpenuhi harapannya untuk naik.Dan saat telah naik dan ada di posisi penentu kebijakan tak jarang mereka lupa ada saatnya juga mereka harus turun . Dan mulailah terjadi proses tarik ulur yang memperlihatkan ketidaksiapan mereka untuk turun. Seakan-akan turun dari jabatan adalah suatu hal yang akan menimbulkan aib karena dianggap telah melakukan kesalahan. Beberapa waktu yang lalu aku ngobrol dengan seorang rekan yang mengajar di sekolah lain. Cerita ngalor –ngidul sampai akhirnya berbicara tentang kasus yang sedang menimpa Anas Urbaningrum Ketua umum partai Demokrat, dan kegelisahan masyarakat awam yang khawatir dengan perilaku pemimpin negeri yang tak patut dicontoh sehingga berdampak pada berbagai bencana yang terjadi di negara tercinta ini. Cerita semakin seru manakala kukatakan pejabat kita sering ketakutan manakala harus turun dan tak lagi menjabat. Satu cerita nyata manakala ada salah satu pemimpin di sekolahku dan setelah dia mutasi ke beberapa sekolah lain dan saat mulai diterapkan aturan periodesasi jabatan kepala sekolah karena ketidaksiapan untuk turun jabatan yang terjadi kemudian adalah post power sindrom. Sindroma ketakutan karena tak lagi memiliki jabatan dan kekuasaan . Dahulu saat masih memiliki jabatan begitu bangga dan mengagungkan kekuasaannya berpikir seakan-akan jabatan dan kekuasaannya abadi. Berprilaku layaknya pejabat/ pemimpin yang arogan . Manakala karena factor usia atau regenerasi harus melepaskan jabatan prilaku saat menjabat dan memiliki kekuasaan tetap dibawa dalam keseharian . Dan keadaan seperti ini juga terjadi di tempatku bekerja. Kepala sekolah sudah berganti hingga 4 orang tetapi tetap tak ada pergantian wakilnya. Sangat betah dengan posisi orang kedua ( ingat lagu jadikan aku yang kedua….) Ketika usia semakin bertambah dan menjelang usia pensiun kembali memutar otak agar tetap berada pada posisi saat ini dengan cara bergerilya dan menyampaikan opini bahwa tak tega apabila pensiun keadaan sekolah menjadi kacau karena tak ada dirinya. Hebat ya jago banget …seakan –akan tidak ada orang yang seperti dirinya. Apabila mengutip kata-kata bijak yang pernah aku baca manakala seorang pemimpin masih dengan bangganya berkata “ lihat tak ada saya semua jadi kacau , “ berarti dia gagal meregenerasi bawahannya. Dan dalam ilmu manajemen hal itu juga termasuk kegagalan karena tak bisa membuat orang-orang di sekitarnya tergali potensi dirinya.

Kemana Identitasnya

Kaget

Terpana

Heran

Bertanya-tanya

Apa yang dicari

Apa yang diharap

Hanya ingin di puji

Melupakan identitas ?

Heran bercampur bingung saat mengikuti upacara bendera di tempatku bekerja. Di awal tahun ajaran permintaan pejabat di sekolah mengharapkan saat upacara bendera memakai bahasa Inggris dengan alasan mengarah pada sekolah internasional. Semua mematuhinya dan beramai-ramai menganggap hal yang baik karena internasional gitu lo….keren kan upacara bendera di hari Senin memakai bahasa Inggris. Tak ada yang menghalangi atau mengingatkan bahwa kegiatan tersebut merupakan cerminan dari bagian mencintai dan mengembangkan semangat nasionalisme. Berlalu dari minggu ke minggu berikutnya.Dan dihimbau saat membacakan teks apapun tidak lagi membacanya tapi diharapkan harus hafal. Cukup termotivasi juga sehingga petugas upacaranya berusaha menghafalkan teks-teks tersebut . Dan terkaget-kaget saat upacara yang sudah berlangsung beberapa waktu di lalui dengan pembacaan teks Pancasila menggunakan bahasa Inggris dan harus diikuti oleh seluruh peserta upacara.Wah hebat betul ….sudah internasional dari internasional . Jadi bingung sebenarnya yang dimaksud internasional itu yang seperti apa sih. Pengucapan menggunakan bahasa Indonesia saja masih rancu dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila belum seluruhnya dapat di aplikasikan dalam kehidupan nyata berbangsa dan bernegara. Apalagi di ucapkan dengan menggunakan bahasa asing. Khawatirnya akan semakin jauh deh dari budaya bangsa,dan semakin jauh juga menggapai Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oh Internasional…? Demikian kuat menyihir sehingga melupakan budaya bangsa.