Minggu, 27 Februari 2011

Bisa ...apabila.

Berbeda ....itu..... ramai

Berwarna ....itu...menyenangkan

Beragam ...itu...memperkaya

Apabila tidak memaksakan

Apabila saling menghargai

Apabila saling menghormati

Tetapi ....bisakah....?

BISA.....Apabila....!!!


Tulisan ini kubuat terinspirasi dari berbagai kejadian yang akhir -akhir ini terjadi di negara kita.Tentang penyerangan warga Ahmadiyah, tentang kacaunya pemilihan ketua PSSI,tentang ramainya suasana di gedung DPR oleh para wakil rakyat yang katanya "orang-orang hebat dan pandai" tapi ternyata tak beretika saat berbicara mengungkapkan pendapatnya. Padahal kami guru-guru di sekolah selalu mengajarkan dengarkan orang yang sedang berbicara siapa tahu kita bisa mengambil suatu pemahaman baru. Dan ternyata ilmu yang didapat di sekolah tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam kehidupan nyata apabila sudah bertemu dengan "kepentingan".Padahal seandainya kita bisa menghargai perbedaan,mencintai keberagaman warna pastinya semua menjadi indah .



Sabtu, 26 Februari 2011

Perasaan

Rasanya memang benar agak sulit mengukur perasaan . Perasaan dipengaruhi oleh rasa suka,senang,marah ,benci ,kecewa ,bahagia,jengkel . Terkadang kita masih bisa mentolerir ucapan atau perilaku orang lain karena perasaan kita lagi senang ,tetapi dilain waktu tanpa sebab yang jelas perasaan marah atau biasa disebut orang dengan emosi kita bisa langsung marah , membentak ,memukul,ataupun membanting barang.Harga diri ku diinjak-injak ,aku sakit hati sekali dan beragam kata-kata kecewa diungkapkan untuk menunjukkan perasaan tidak sukanya.
Sementara kita bisa menampilkan perilaku yang berbunga-bunga ,bersenandung dan tersenyum -senyum manakala kita merasa senang.
Dari kamus Oxford English Dictionary disebutkan perasaan dan emosi merupakan suatu kegiatan atau pergolakan pikiran,perasaan keadaan mental yang meluap-luap . Berawal dari pemikiran tersebut saya juga lantas menyimpulkan berdasarkan pemahaman saya bahwa perasaan adalah emosi yang merujuk pada suatu keadaan berdasarkan peristiwa-peristiwa tertentu yang memiliki kecenderungan untuk bertindak .
Mengelola perasaan mungkin juga sama beratnya seperti mengelola perusahaan besar . Karena kita tidak pernah akan tahu kapan kita bisa mengungkapkan perasaan dengan tepat . Mengutip kata bijak Aristoteles " Siapapun bisa marah- marah itu mudah. Tetapi marah pada orang yang tepat ,dengan kadar yang sesuai , pada waktu yang tepat demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik -bukanlah hal yang mudah" . Marah merupakan satu bagian dari perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang yang ditampilkan dalam bentuk perilaku negatif.
Untuk itu yang harus kita lakukan adalah memahami secara baik cara bertindak seperti apa yang akan kita lakukan saat kita ingin mengungkapkan perasaan kita entah itu dalam bentuk suka maupan tidak suka.Semua harus dipikirkan secara matang agar tidak menyesal di kemudian hari . Seperti kata pepatah nasi telah jadi bubur yang timbul penyesalan .

Minggu, 20 Februari 2011

Berbagi kasih

Kemarin saya membaca analisis yang ditulis oleh Dr. Rhenald Kasali di suatu harian ibukota tertanggal 17 Februari 2011. Menarik sekali karena membahas tentang hari Valentine dari sudut pandang yang berbeda.Mengambil makna dari valentine yang tidak kaku.Benar sekali masyarakat kita sering terjebak akan ungkapan yang katanya bukan budaya bangsa kita lantas yang dilakukan oleh guru di daerah Sumatera Utara adalah mengejar siswa-siswinya yang akan merayakan valentine , alih-alih ditakuti sang guru malah jadi bahan tertawaan . Valentine sekarang identik dengan warna pink, coklat dan bentuk hati semua dibuat sangat menarik mata untuk melihatnya. Saya memaknai valentine dengan cara berbeda, di awal tahun ajaran baru kemaren saya berpikir untuk mengambil satu moment yang ada kaitannya dengan kasih sayang dan di minggu ke 2 di bulan Februari saya mewujudkannya dalam bentuk kegiatan bertukar kado seharga 5000 rupiah disertai dengan menyelipkan kata/kalimat motivasi untuk yang menerima kado.
Awalnya saya memberi pengarahan tentang tujuan saya melakukan kegiatan bertukar kado bukan hanya sekedar melihat isi kadonya tapi bagaimana kita ( saya dan siswa/i) memaknai kata motivasi yang ada dalam kado yang akan kami dapatkan. Saya menekankan tentang tujuan dan makna dari kata motivasinya. Spirit yang ingin saya sampaikan adalah jangan menilai isi kadonya karena mungkin tidak akan menyenangkan mendapatkan kado hanya dengan harga 5000 rupiah tetapi maknai kegiatan ini adalah suatu kegiatan kecil untuk saling berbagi. Mengawali dengan hal-hal kecil yang penuh makna insya Allah akan ada manfaatnya di masa datang. Dan saya melihat begitu antusiasnya siswa saat melakukan kegiatan ini, wajah-wajah penuh harap untuk mendapatkan kado seperti harapan mereka.Juga saat membuka bungkus kadonya deg-degan dan berdebar-debar kata siswa/i ku. Dan setelah kado dibuka ada yang tersenyum riang tetapi ada juga yang tersenyum kecut karena kado yang diterima tidak seperti harapan mereka.
Sementara dari kegiatan ini yang aku beri nama " Berbagi Kasih" aku juga memberi kado yang aku sisipkan kata /kalimat motivasi yang berbunyi " Saya tahu anda adalah orang yang istimewa karena itu ijinkan saya mengasah dan menunjukkan keistimewaan anda , Karena suatu hari nanti saya akan sangat bangga dengan diri anda" .Mimpi saya dari kegiatan yang saya lakukan bersama dengan siswa/i adalah suatu hari nanti mungkin akan ada salah satu dari siswa/i saya yang seperti penulis favorit saya Andre Hirata yang mampu untuk menaklukkan dunia dengan karya -karya besar. Karena terinspirasi dari kegiatan -kegiatan bermakna dan berkesan bagi perkembangan jiwa mereka .Kegiatan yang dimaknai dengan penuh cinta. Karena saya sangat yakin semua manusia ingin dicintai dan dikasihi tanpa harus ada prasyarat tidak terkecuali siswa/i saya calon pemimpin generasi masa depan.

Sabtu, 19 Februari 2011

Ambisi samakah dengan aktualisasi diri?

Ada perbincangan menarik yang aku dengar saat aku menunggu kereta pagi di stasiun Depok. Saat itu seorang ibu sedang berbincang dengan temannya yang juga sepertinya berprofesi sebagai guru.Kita sebut saja guru A dan guru B. Kata guru A aku kemarin dipanggil sama kepala sekolah dan mau dipromosikan menjadi wakil kepala , tapi syaratnya aku harus mau datang lebih awal dan pulang paling akhir, dan paling tidak aku juga harus stand by di sekolah. Guru B mendengarkan dengan penuh perhatian. Kata guru A lagi oh maaf deh pak yang lebih menarik perhatian saya kereta balik yang menunggu penumpangnya di stasiun Manggarai dan saya gak berambisi jadi wakil. Guru B manggut-manggut dan tersenyum simpul.
Ambisi untuk sebagian orang mungkin mutlak harus dimiliki. Karena dengan individu memiliki ambisi ia dapat dengan mudah mencapai posisi tertentu dalam karir nya. Tetapi di lain hal bertemu dengan orang yang ambisius sangatlah tidak meyenangkan bahkan sering berkesan negatif.
Saya pribadi bukan termasuk orang yang antipati terhadap pribadi yang ambisius tapi mungkin saya lebih seperti ibu guru A yang tertarik pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarga.
Kalau menelaah konsep teori kebutuhannya Abraham Maslow, setiap individu memang memiliki kebutuhan untuk mengungkapkan siapa dirinya , bahasa ilmunya Aktualisasi diri.
Apakah aktualisasi harus diungkapkan dalam bentuk ambisi yang berlebihan sehingga tidak lagi memikirkan etika dan norma yang berlaku di masyarakat?
Sementara aku....apakah baru mencapai tingkat hirarki kebutuhan sampai tahap kebutuhan akan harga diri? Belum ada keinginan ku untuk menjadi seperti orang-orang untuk menjadi sesuatu seperti pandangan masyarakat. Karena masyarakat kita masih selalu menilai berdasarkan " kekuasaan "yang dimiliki seseorang.
Sementara aku memiliki pandangan aktualisasi diri tidak lantas sebanding dengan " kekuasaan".
Untuk mewujudkan aktualisasi diri aku menikmati pekerjaanku sebagai guru pembimbing yang juga merangkap sebagai konselor. Saat berada di kelas dan menjelaskan tentang materi aku suka dengan pandangan siswa -siswiku yang penuh antusias mendengarkan.Di lain kesempatan siswa-siswiku yang datang kepadaku membutuhkan bantuanku untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya . Itu bentuk dari aku dapat mengaktualisasikan diriku karena lingkunganku mengakui kemampuanku .
Dan masihkah ambisi harus ada untuk mencapai tahap aktualisasi diri?

Selasa, 15 Februari 2011

Busway....Trans Jakarta

Tadinya gak mo marah,......tapi terpancing juga....

Tadinya gak pengen nulis,......akhirnya tergelitik juga

Gimana gak mo marah ,

Gimana gak tergelitik nulis

Jakarta oh....Jakarta ...

Aku pikir ada busway...semua jadi lancar

Tetap saja macet terjadi di mana-mana

Siapa lagi mau dijadikan tumbal dari ketidak becusan mengelola keadaan

Kalo bukan warga masyarakat...

Sore hari setelah lelah beraktifitas dari pagi subuh dan saat ingin pulang untuk kembali ke rumah masih harus dipaksa berjuang untuk mendapatkan kendaraan umum . Dan satu-satunya angkutan umum yang lewat depan jalan hanyalah busway...bener-bener bus...wae.... Bayanganku oh nikmatnya naik busway...yang dilengkapi dengan alat pendingin udara.

Waktu berlalu 10 menit....belum ada satupun yang muncul, menit ke 15 ada satu armada yang datang tapi penuh sesak bahkan untuk penumpang yang ingin turun pun harus bersusah payah mengecilkan badannya sementara antrian semakin panjang. Mulai keluar sumpah serapah kekesalan dari mulutku..." gimana sih kalo belum siap untuk armada jangan dihapus dulu bis reguler yang jalurnya bersinggungan dengan busway...egois banget sih kalo gini kan akhirnya nyusahin semuanya".Sambil aku terus melirik jam tangan yang kupakai,keburu gak ya ngejar keretanya.

Kalau soal macet...bukan berarti setelah ada busway terutama koridor 9 kemacetan di depan plaza semanggi hilang..... berkurang pun tidak .Hanya yang disesalkan untuk mengatasi macet belum mampu, sudah membuat kebijakan yang merugikan warga lagi....oh sedihnya jadi rakyat.

" Pemberhentian selanjutnya, halte cikoko stasiun cawang," begitu yang diucapkan oleh kernet busway yang berseragam . Aku harus bergegas pindah posisi dan mengecilkan tubuhku. Busway berhenti d halte stasiun cawang, tapi tak pelak emosiku merambat naik ke ubun-ubun dan keluar lagi dalam bentuk sumpah serapah, saat pintu busway tidak pas berhadapan dengan pintu masuk halte dan dengan posturku yang lumayan subur aku harus melangkah dan hampir terjepit diantara pintu busway dan halte." Gimana sih supirnya gak profesional banget ,didalam busway informasinya harus hati-hati saat melangkah begitu sampai depan halte eh...disuruh melangkah dan hampir terjepit.
Saat menuruni tangga busway...aku pasrah karena pasti sudah tertinggal kereta yang biasa aku tumpangi untuk sampai ke rumah ku.




Sabtu, 12 Februari 2011

Kesiapan mental

Baru-baru ini terjadi hal yang membuatku gemetar sebagai konselor di suatu sekolah.
Saat selesai acara senam pagi di hari Jumat, seorang guru senior yang juga masih sebagai " wakil kepala sekolah " mengumumkan siswa yang tidak lulus atau lebih tepatnya nilai try out nya tidak mencapai standar kelulusan seperti yang ditetapkan oleh pemerintah .Ada sekitar 150 anak yang dinyatakan belum mencapai standar kelulusan, terlihat sepele bagi kami guru -guru mereka . Dengan niat kami (gurunya) memberi informasi itu untuk membangkitkan semangat dan motivasi siswa kami yang belum berhasil mencapai standar,agar mereka memperbaiki cara belajarnya.
Tetapi dilakukan di tengah lapangan dan dengan menggunakan pengeras suara yang volumenya dibuat sekencang mungkin sehingga tidak mungkin orang-orang disekitar lokasi sekolah tidak mendengar nama-nama siswa yang tadi disebut.Pengumuman selesai dilakukan , siswa kelas 9 SMP diperbolehkan kembali ke kelasnya masing -masing. Namun apa yang terjadi setelah pengumuman tersebut , saat siswa kembali ke kelasnya ada satu siswa dari satu kelas yang mungkin dengan emosi dan kekecewaan yang amat sangat karena dinyatakan " tidak lulus " menyayat tangannya dengan pecahan kaca,hingga kami guru menemukannya sudah berkumuran darah dan lemas.
Dan disini saya memandang dalam beberapa aspek:
1. Dampak dari informasi yang katanya untuk niat " membangkitkan " semangat tak selalu menghasilkan hal yang baik . Ada sebagian remaja ( siswa ) yang tidak memiliki kesiapan mental untuk dinyatakan "gagal " di depan umum. Dalam hal ini tugas kami ( guru,ortu dan masyarakat ) tidak pernah mengajarkan siswa lifeskill untuk menyiapkan diri secara mental khususnya untuk "gagal" . Kami hanya selalu membahas tentang keberhasilan dan kesuksesan .
2. Try out yang dilakukan sebagai uji coba siswa menghadapi UN juga seringkali membuat siswa merasa besar kepala saat mereka dinyatakan lulus dan akhirnya siswa meyepelekan UN yang sebenarnya harus mereka persiapkan
3. Saya sebagai konselor merasa harus banyak melakukan instropeksi diri mungkin secara tidak saya sadari sebagai orang tua yang katanya telah dewasa mengucapkan hal-hal yang niatnya untuk motivasi tapi ternyata berdampak psikologis menurunkan percaya diri anak-anak maupun siswa saya di sekolah .
Tidak mudah tapi saya yakin juga tidak akan sulit apabila kita mau mendengar apa sebenarnya yang diinginkan oleh para siswa . Yang membuat menjadi sulit manakala kita sebagai orang tua yang telah dewasa hanya berpikir dari sudut pandang kita saja sehingga kemudian yang kita perlihatkan pada siswa dan anak-anak kita adalah tuntutan dan perintah.
Sementara siswa merasa dia juga memiliki pemikiran dan pandangan untuk kehidupannya.Dan kita ( orang tua dan guru ) mungkin lupa bahwa dahulu kita juga sama seperti remaja sekarang yang ternyata pada saatnya kitapun akan bertanggung jawab atau paling tidak berpikir untuk bertanggung jawab