Jumat, 03 September 2010

Kemerdekaan yang terpasung

Pagi tadi aku buka hp ku dan masuk beberapa sms yang isinya absen elektronik hari ini masih berlaku...dan aku sudah menjalani libur lebaran...Ada beberapa hal yang ingin kukomentari berkaitan dengan absen elektronik yang mulai diberlakukan secara on-line ( katanya) . Karena absen on-line itulah yang dilakukan oleh kami pegawai pemda akhirnya hanya datang untuk menghantarkan jempol kami pada mesin elektronik yang katanya lagi sudah on-line ke bkd. Tapi tetap saja aku bingung dan harus mencari makna on-line karena yg aku tahu kalau yang dimaksud on-line berarti aku bisa mengakses informasi apapun yang berkaitan dengan diriku dimana pun aku berada tidak hanya sekedar menghantar jempolku, seperti yang dimaksud on- line oleh pihak bank,tanpa harus ke bank tempat kita menabung kita bisa mengurus segala keperluan kita dari cabang manapun....oh...karena kata -kata online kemerdekaan kami jadi terpasung.
Apabila ditinjau ulang apakah efektif cara yang dilakukan pemda untuk meningkatkan kinerja para pegawainya dengan menerapkan absen elektronik tersebut? Sebagai pegawainya justru yang sering dilakukan adalah mencuri- curi kesempatan jam bekerja efektif dengan plesiran ke pusat perbelanjaan sambil menunggu jam pulang kerja yang masih lama . Apa memang benar ya ungkapan peraturan di buat untuk dilanggar?
Kekhawatiran yang dirasakan oleh pegawai kecil adalah takut tunjangannya dipotong dengan cuma-cuma sebesar 5% apabila dalam 1 hari tidak hadir untuk menghantarkan jempolnya...kasihan ya...tapi pernahkah terpikirkan oleh pemda yang notabenenya sebagai pembuat kebijakan untuk kedisiplinan para pegawainya bahwa peraturan tersebut sangat tidak efektif dan hanya membuang-buang waktu dan uang saja untuk bisa menghantar jempol.Dan begitu si pegawai tiba di tempat tugas nya yang dilakukan akhirnya hanya duduk -duduk saja atau malah merapatkan beberapa kursi untuk tempat merebahkan tubuhnya.keadaan seperti itukah yang memang diharapkan oleh si pembuat kebijakan???Padahal apabila seandainya si pegawai tidak hanya dituntut untuk menghantarkan jempol mungkin dia bisa melakukan suatu kegiatan yang lebih bermanfaat daripada sekedar datang dan kemudian menggerutu dengan keadaan yang tidak adil. Tidak adil ya sangat tidak adil karena pegawai kecil di "paksa" datang untuk menghantar jempol sebagai bentuk dari kepatuhan terhadap aturan pemda sementara pemda mengabaikan beberapa hak -hak pegawainya seperti belum memberi tunjangan nonsertifikasi dan sertifikasi yang harus nya sudah dapat dinikmati dari awal tahun 2010,namun hingga sekarang masih belum juga bisa dinikmati oleh kami.Lagi-lagi yang bisa diucapkan adalah kasihan deh lu...Dan kalau sudah seperti itu apakah sebanding antara hak dan kewajiban yang harus kami lakukan ....ataukah memang sudah menjadi takdir bahwa bawahan harus patuh terhadap aturan yang kaku.Dan akhirnya saya hanya bisa berkata kemerdekaan ku terpasung oleh aturan.