Minggu, 31 Mei 2015

Peluk Ibu

Ketika malam membaca pesan di inbox FB , " Ibu aku besok pengen peluk ibu sebelum berangkat kerja , boleh gak ?" tanya siswaku yang saat ini sudah kuliah di Perguruan Tinggi Negeri terkenal di Jakarta . Jawabku melalui pesan di inbox FB juga , datanglah nak , besok ibu tunggu ya .
Rasanya tak sabar menunggu pagi dan ingin mendengar cerita bahagianya .
Terbayang beratnya perjuangan hidup yang harus dijalani oleh siswaku ini , tak kenal sosok ayahnya,besar dengan sang nenek yang cukup manula untuk menjadi tulang punggung keluarga . Ingat saat dia berteriak dengan kesedihannya yang hampir putus asa karena tak mampu melanjutkan sekolah dan kuliahnya . Jeritan pilu nya yang harus ditinggal oleh sang nenek menghadap Yang Kuasa . Bertanya kiri -kanan untuk mencarikan orang tua asuh baginya ketika di penghujung SMA hampir putus sekolah karena tak mampu dengan biaya. 
Beratnya perjuangan yang harus dijalani siswaku ini membuatku juga ingin mendengar cerita bahagianya. Dan ketika tadi bertemu yang diucapkan adalah ibu terimakasih ya tak selalu memberi saya ikan , tapi memberi saya pancingan dan membuka pemikiran saya untuk berusaha . Hampir tak ada kata yang bisa kuucapkan , sambil menahan haru " Jaga kesehatan , Jaga amanah orang yang sudah percaya memberi pekerjaan padamu ", kupeluk erat sambil mengantarkan kepergiaannya menuju masa depan barunya.

Sabtu, 30 Mei 2015

Ketika Kompetisi tak menjadi jawaban

Abad milenium sudah dimasuki mendekatkan jarak dan kebutuhan . Ketika dahulu berpikir tak mungkin , saat ini berpikir tak ada yang tak mungkin . Meski harus sedikit geleng-geleng kepala dengan kemajuan zaman dan tehnologi yang sering tak diimbangi dengan kebijaksanaan dalam menggunakannya . Kemajuan tehnologi yang disalah gunakan membuat miris dan berpikir mundur untuk tak menggunakannya adalah hal yang dilakukan . Hingga akhirnya memaksa generasi tehnologi digital untuk mengikuti pola pikir membuat api dengan cara menggosok -gosokkan benda agar menimbulkan panas sehingga timbullah percikan api . Aiiih balik ke zaman batu lagi dong...
Sering  kukemukan pada siswaku kehidupan masa depan tak mungkin bisa sendiri , semua butuh kerjasama . Era kompetisi tak lagi menjadi jawaban . Bersinergi dan kolaborasi adalah jawaban atas tantangan era milenium ini . 
Dan ketika aku menyampaikan tantangan kepada siswaku untuk jadi penemu dalam materi " Temuanku " . Dari tiap kelas aku mendapat 30 lebih gagasan gila . Yang selanjutnya ku giring mereka untuk bersinergi dan kolaborasi dengan teman-teman yang se ide dan dapat mewujudkan gagasan tersebut . 
Mengamati mereka menyampaikan gagasan tanpa ragu karena tak disalahkan dan dinilai gagasannya aneh. Dengan kata-kata yang selalu kudengungkan " Tak ada yang tak mungkin ". 


                                          Ketika siswa antusias menuangkan gagasannya

Mengajak siswaku untuk bekerjasama dengan teman-teman dan menjadi team yang solid . 
Presentasi generasi digital yang luar biasa gabungan tehnologi dan daya imajinasi . 



Ketika dunia pendidikan masih mendengungkan kompetisi pribadi atau lembaga kenyataan di dunia nyata     ( dunia kerja ) tak lagi semua bisa dilakukan sendirian .
Ingat dengan ungkapan Gurunya Manusia di Seminar Tips memilih SMA abad 21 , tak perlulah sekolah membuat kolam renang apabila bisa menjalin kerjasama dengan klub yang akan lebih mudah mengarahkan bakat dan kemampuan siswanya . 
Ya sinergi dan kolaborasi jawabannya.

Rabu, 13 Mei 2015

Hari ini dan 17 tahun yang lalu ( Mei 98-Mei 2015)

Umumnya masyarakat mengatakan 'gak terasa ya...' atas beberapa kejadian yang telah dilalui .
Hari ini tanggal 13 Mei ingatan ku ke masa 17 tahun yang lalu . Peristiwa Mei 98 . Masa mencekam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia .
Ketika sisi idealis seorang mahasiswi dalam posisi puncak . Tak rela ketika hanya sebagai penonton dari kejadian yang terjadi di masyarakat . Berada dalam kondisi mencekam dan punya cerita tentang perjuangan bangsa sebagai salah satu saksi sejarah adalah pilihan yang menantang .
Rangkaian Dies Natalis perguruan tinggi disertai dengan beberapa demo yang berlangsung dalam lingkungan kampus . Penuh perjuangan untuk bisa mencapai lokasi kampus karena selalu dikepung oleh demo-demo di beberapa kampus yang kulalui . 
Berbekal niat , antusias dan penasaran ingin menjadi bagian dari sejarah . Nekat berangkat ke kampus agar bisa bergabung bersama rekan-rekan yang lain . 
Petuah dan nasehat di malam hari dari om yang militer tak diindahkan " besok tak boleh ada yang keluar rumah , kata om ku yang petinggi AU . " Negara dalam keadaan darurat , " sahutnya lagi . 
Aku dan putri om ku hanya pandang-pandangan saja . Di benakku mulai menyusun rencana , gimana caranya tetap bisa sampai di kampus karena memang ada janjian juga dengan dosen bimbingan skripsi . 
Berjingkat-jingkat menuju halaman saat om ku yang sedang duduk di teras membaca koran ....sssssst menghilang mencegat angkot . Perjuangan belum berakhir keluar komplek disambut dengan kelenggangan jalan raya . Lama menunggu bis yang kearah kampus . Sampai di kampus langsung mengejar dosen pembimbing , konsultasi tetap dilakukan . 
Acara selanjutnya seru dan berwarna . Dies Natalis kemeriahan suasana kampus menjelang sore berubah menjadi ketegangan saat stasiun TV mulai menyiarkan tentang kerusuhan yang terjadi di ibukota . Mulai panik dan mikir ' gimana pulangnya ya ' . Setiap jam disi dengan informasi yang semakin mencekam . 
Hingga sang mentari masuk ke peraduannya . Tak boleh ada mahasiswa yang meninggalkan kampus. Suasana di luar kampus begitu mencekam terdengar bunyi tembakan , teriakan orang-orang di jalan , bunyi sirena ambulan dan sirene mobil pemadam kebakaran silih berganti . Diisolasi oleh kampus demi menjaga keamanan mahasiswa/inya yang masih ada di lingkungan kampus . Sebagai gantinya kampus membuka layanan dapur umum dan komunikasi gratis ...:) 
Dan ketika hari ini membaca status rekan-rekan tentang memory '98 ada kebanggan yang terbersit pernah menjadi bagian sejarah bangsa Indonesia ..#menolaklupauntukperistiwaMei'98

Selasa, 12 Mei 2015

Ada apa anak-anakku?

Kegelisahan  menjelang UN dan setelah UN rasanya sama-sama mengkhawatirkan .
Menjelang UN siswa ,orang tua ,guru dan pihak sekolah menggenjot aktifitas belajar dengan kapasitas yang melebihi biasanya .
Siswa dikejar -kejar untuk menguasai banyak materi yang mungkin akan diujikan saat UN .
Orang tua panik mencari bimbel sebagai bekal putra\inya menghadapi UN.
Sekolah dan guru mengeluh ketika siswa yang akan UN sangat santai bahkan mulai tak antusias dan jenuh ketika harus menghadapi jam tambahan belajar .
Dan saat UN hari terakhir semua kembali harus gelisah . Khawatir yang akan dilkukan adalah perilku negatif oleh para siswa peserta UN . 
Bentuk pelampiadan rasa tertekan yang dirasakan selama ini.
Pihak sekolah gelisah  berusaha mengantisipasi dengan menjaga keamanan lingkungan sekolah dengan menghadirkan aparat kepolisian seakan-akan peserta didik generasi penerus bangsa ini layaknya penjahat yang amat berbahaya . Walau tak bisa dipungkiri pula perilaku menyimpang yang dilakukan remaja teramat mengkhawatirkan . 
Tetapi pernahkah bersama-sama memikirkan apa yang diinginkan generasi penerus ini? Mengapa mereka begitu gelisah ? Begitu khawatir akan kegagalan tak berani menanggung resiko dari perbuatan mereka .Mungkin kah itu bentuk peniruan atas perilaku orang dewasa di lingkungan mereka.
Tak adil rasanya meminta remaja untuk berperilaku positif ketika sebagai orang dewasa tak belajar mendengar dan memahami kebutuhan remaja.
Sama-sama belajar untuk menjadi bijak saat dewasa dengan memberi contoh teladan perilaku yang baik sehingga remaja generasi penerus dapat menjadi remaja yang bijak saat dewasa kelak.

Sabtu, 02 Mei 2015

Temuanku

Sampai juga di materi  akhir layanan klasikal . Walau sempat terseok-seok mengejar dan sedikit memarahi siswaku/iku yang kebawa santai karena terganggu beberapa KBM yang tak efektif .
Dengan kalimat ampuhnya " belum hafal bu ...hih menjengkelkan .
Maksud hati memantik rasa penasaran dengan memberi tugas membaca ternyata tak selalu tepat sasaran . Yang menakutkan bagi mereka ketika tak ada nilai , padahal tujuan jangka panjang dari belajar tak sekedar hasil di selembar kertas . Atau caraku yang tak menyentuh kebutuhan mereka ???
Merenung dan tersadar dengan tweet @anakjuga manusia : awalnya anak suka sekali belajar karena bisa pilih ingin belajar apa dengan cara bermain, lalu semua berubah ketika orang tua , guru memutuskan anak harus belajar apa dengan cara orang dewasa .
Iya benar juga pikirku , dari banyak referensi buku yang kubaca masa anak adalah masa eksplorasi berbagai hal yang ingin  diketahuinya .
Namun apa yang dilakukan orang dewasa ( guru dan orang tua ) dengan dalih untuk kepentingan masa depan sang anak membunuh kreatifitas dan memacu kognitif untuk mendapatkan kebanggaan di selembar kertas .
Dan jadilah aku sebagai guru pembimbing di jenjang sekolah lanjutan pertama sering mati gaya ketika siswa/iku tak ada gregetnya untuk aktifitas belajar .
Memutar otak dan belajar kembali membuka referensi berbagai bacaan agar tak tertinggal dengan kemajuan dan kebutuhan siswa terus kulakukan . 
Hingga menemukan satu buku inspratif karya Prof Rhenal Kasali Self Driving , terinspirasi dari satu bab yang membahas tentang latihan cara berpikir kreatif.



Ku kondisi kan kelas ku adalah kelas penemu , ku sampaikan tentang berbagai hal yang saat ini dinikmati berawal dari keanehan di masa lalu . Keanehan itu dulunya masih berupa gagasan. Gagasan -gagasan gila kataku....memancing keluarnya gagasan gila dari pikiran siswa yang terbiasa disuapin bukan hal mudah . Hingga di pertemuan pertama untuk membahas materi temuanku ini ada 36 gagasan dari tiap kelas yang kubimbing , woooo bayangkan gagasan gila siswaku yang suatu saat akan terwujud nyata.
Penasaran menantikan minggu-minggu selanjutnya ketika mereka mempresentasikan gagasan-gagasan tersebut .
Coming soon kataku menutup materi hari itu 

Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan

Awal bulan Mei adalah hari bersejarah bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Hari lahir Ki Hajar Dewantara di tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional . 
Ki Hajar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat lahir dan besar dalam lingkungan kraton Yogyakarta tak membuatnya menjadi sombong , ia sangat sederhana dan peduli dengan rakyatnya . Kepeduliannya di buktikan dengan mengganti namanya saat ia berusia 40 tahun menjadi Ki Hajar Dewantara dengan tujuan agar ia bebas dekat dengan rakyatnya . 


Ki Hajar Dewantara yang aktif dalam organisasi sosial politik pernah bergabung dalam organisasi Boedi Oetomo bersama dengan Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang menggugah persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara . 
Semangat Ki Hajar Dewantara yang terus bergelora membuatnya mendirikan perguruan yang bercorak nasional yaitu Perguruan Nasional  Taman Siswa . Melalui Perguruan Taman Siswa dan tulisannya yang berbau propaganda Ki Hajar Dewantara berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia . 
Pendidikan Indonesia tak akan pernah lepas dari perjuangan Ki Hajar Dewantara . Semboyannya yang kemudian dijadikan semboyan Kementrian Pendidikan begitu dalam maknanya .

 " Ing Ngarso Sung Tuladha ,Di depan menjadi Teladan
  Ing Madyo Mangunkarso , Di tengah membangun semangat
 Tut Wuri Handayani " ,  Dari belakang memberi dorongan 





Masih teramat panjang jalan untuk mewujudkan cita-cita perjuangan Ki Hajar Dewantara . 
Mewujudkan generasi bangsa yang kuat , mandiri dan berkarakter Pancasila