Dari sekian banyak tugas siswa yang sudah aku baca, ada beberapa yang menarik perhatianku untuk bisa dibagi kepada pembaca.
Tulisannya Dini Adanurani dari kelas 9.1
Opini generasi muda dalam
rangka mengisi kemerdekaan
Saya
ingat dulu waktu saya masih SD, saya sering mendengar kata ‘mengisi
kemerdekaan’. Terutama pada Janji Siswa, berprestasi
dalam rangka mengisi kemerdekaan. Saya kira dulu mengisi kemerdekaan maksudnya
berprestasi dalam rangka tujuh belasan. Maksudnya memenangkan lomba-lomba tujuh
belasan seperti balap karung dan makan kerupuk. Saya dulu pernah sebodoh itu,
ya. Iya, saya nggak tahu saya lagi ngeracau apaan. Mungkin ini cuma buat
menuh-menuhin halaman saja.
Sekarang
saya sudah kelas IX SMP, dan di SMP 40 tempat saya bersekolah, janji siswa
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris do
my best to fulfil the freedom. Saya ngerti artinya, tapi masih nggak
ngerti, ‘mengisi kemerdekaan’ itu seperti apa sih? Buat apa? Toh kita juga udah
merdeka.
Tapi
justru karena kita sudah merdeka kita harus mengisi kemerdekaan. Setelah
bermeditasi di kamar saya sambil ngedengerin om saya nonton MotoGP di luar,
menurut saya mengisi kemerdekaan adalah melakukan sesuatu. Sesuatu yang baik
supaya kemerdekaan ini nggak disia-siakan. Sesuatu yang bisa mengharumkan nama
negara kita—nggak usah jauh-jauh deh, bisa juga dari melakukan hal berguna yang
kita bisa sekarang, mumpung lagi merdeka, siapa tahu Belanda balik lagi. Tapi
jangan sampai.
Menurut saya sebagai generasi muda,
mengisi kemerdekaan itu nggak gampang. Iya, nggak ada pekerjaan yang gampang di
dunia ini, menulis ini aja saya masih pusing sendiri. Ngomongnya sih gampang,
tapi menurut saya generasi muda sekarang agak malas. Meskipun saya nggak tahu
generasi muda dulu seperti apa, tapi menurut
saya begitu. Contohnya nggak usah jauh-jauh, misalnya saya dan teman-teman
saya, sebenarnya kita bisa memahami pelajaran dengan baik dan dapat nilai
bagus, kalau mau. Tapi saya lebih suka main Twitter atau game daripada belajar.
Buat apa main Twitter itu? Saya juga tidak tahu! Melihat twit-twit teman-teman
saya (yang sebenarnya tidak ada bagusnya juga karena semuanya menulis tentang
hal-hal galau atau tidak jelas) saja bikin saya ketagihan.
Sebenarnya kita bisa saja mengembangkan
diri jadi lebih berguna, dan untuk mengisi kemerdekaan. Misalnya berangkat dari
hobi main game online, lalu siapa tahu kita bisa menjadi pembuat game ahli di
masa depan, sehingga Indonesia bisa mendominasi dunia game. Atau dari hobi baca
komik dan menggambar manga kita bisa menjadi mangaka yang hebat di masa depan
(halo, Vira). Tapi kadang kita kurang niat. Sadar atau nggak, sikap kita yang
suka ‘nanti aja, nanti aja’ bikin kita jadi terbiasa menunda-nunda dan bekerja
last minute. Langsung aja, malas. Dan kebanyakan remaja begitu mendengar kata
mengisi kemerdekaan mungkin bakal langsung bilang “Lho, kita kan masih muda?
Kenapa disuruh mengisi kemerdekaan?” Menurut saya sih lebih baik kita mulai
mengisi kemerdekaan dari sekarang. Kan katanya lebih cepat lebih baik.
Menurut saya, langkah pertama mengisi
kemerdekaan adalah melakukan.
Melakukan apa saja yang baik-baik yang kita bisa, misalnya membuang sampah di
tempatnya (iya saya tahu ini klasik banget, tapi memang bener banget karena
saya selalu jijik sama orang yang nggak buang sampah di tempatnya, maksudnya
yaampun disuruh gitu doang masa nggak bisa sih, nyampah aja kerjanya). Belajar
dan menuntut ilmu, meskipun nilai di kertas nggak menentukan kualitas seorang
manusia, itu ngebantu kita untuk bisa naik tingkat ke SMA lalu kuliah dan
seterusnya, dan karena tanpa pendidikan yang tinggi kita nggak bisa mengisi
kemerdekaan dalam tingkat yang lebih tinggi. Mengasah hobi, misalnya menulis
atau membaca atau olahraga. Kalau misalnya saya menang lomba menulis
internasional misalnya (AMIN) kan enak saya bisa mengharumkan nama bangsa
dengan cara melakukan hal yang saya sukai. Dan menolak ikut tawuran! NAH. Lebih
baik lagi kalau kita bisa mengajak teman untuk nggak ikutan tawuran. Saya
selalu bingung sama orang tawuran, memang tawuran itu penting banget ya? Memang
tawuran itu seru? Memang tawuran itu bikin mereka jadi lebih ganteng atau
pinter atau banyak temen atau dapet pacar, nggak kan? Malah yang ada nambah musuh, nambah luka, nambah
biaya perawatan ke dokter.
Saya sangat terinspirasi dengan cerita
Laskar Pelangi, dimana Ikal dan temen-temennya niat banget sekolah dan
bener-bener berjuang. Itu termasuk mengisi kemerdekaan juga kan? Itu adalah
kisah yang menginspirasi sekaligus nusuk dalem banget, karena mereka berjuang
demi bisa sekolah, sementara saya yang alhamdulilah beruntung nggak perlu
berjuang sebegitunya, malah mengeluh “aduh, males banget sekolah” dan
menyia-nyiakan kesempatan itu. Dimana semangat mengisi kemerdekaan saya???
Saya sendiri lagi nulis ini, tapi saya
nggak yakin bisa atau nggak mengisi kemerdekaan. Berbuat baik. Harus bisa! Atau
mungkin saya hanya meracau dari tadi.
Seandainya
saya jadi pahlawan, pahlawan apa?
Kadang saya merasa saya kurang menghargai
pahlawan, karena saya tidak pernah merasa mengidolakan pahlawan. Padahal kalau
dipikir-pikir, pahlawan lebih berjasa daripada Taylor Swift (uhuk), atau
bintang-bintang Korea yang dipuja-puja sama beberapa remaja di Indonesia.
Padahal karena pahlawan-pahlawan yang berani itu kita bisa hidup enak seperti
sekarang. Tapi kenapa kita yang sudah hidup enak malah lupa sama mereka? Ada
beberapa pahlawan yang dipelajari di IPS, tapi nggak terlalu lengkap dan saya
lupa beberapa. Sekarang saya mencari beberapa pahlawan yang disebutkan ini dari
Wikipedia. Iya, saya memang anak bangsa yang malu-maluin.
Kalau saya jadi pahlawan jaman
kemerdekaan sih kayaknya saya nggak mau jauh-jauh amat. Nggak perlu memegang
bambu runcing. Mungkin saya akan jadi pahlawan pendidikan seperti Ki Hajar
Dewantara, karena pendidikan itu penting banget. Sekarang aja bangsa kita kayak
begini, gimana kalo misalnya pahlawan pendidikan itu nggak ada? Kayaknya kita
nggak akan lepas dari penjajahan meskipun PBB sudah bikin lima ribu deklarasi
sekalipun. Atau mungkin pahlawan emansipasi wanita kayak Kartini dan Dewi
Sartika, karena tanpa mereka kita nggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa masak dan
beranak saja.
Yang saya kagumi adalah
pahlawan-pahlawan politik seperti Cipto Mangunkusumo, Sutan Syahrir, Soekarno,
dan Hatta. Kok mereka nggak takut diancam Belanda, ya? Biar diasingkan
kemana-mana, dilarang menerbitkan karya tulis, bolak balik ke penjara seperti
ke jamban saja (saya pernah denger kata-kata itu dimana saya lupa, kayaknya
Andrea Hirata pernah nulis itu), mereka masih nggak kapok-kapok berjuang untuk
Indonesia dan nggak mau menyerah.
Tapi sebenernya makna pahlawan bukan
cuma pahlawan jaman dulu saja, tapi pahlawan ada di mana-mana. Pahlawan adalah
orang yang baik dan pedulli dengan sesamanya, menurut saya itulah definisi
pahlawan.
Biasanya di jalan ke Plaza Senayan, saya
ngeliat di pertigaan sebelumnya biasanya ada banyak anak yang minta-minta di
jalanan. Saya selalu bingung, karena memberi uang ke pengemis bukan hanya dilarang,
tapi mereka jadi malas dan terus hidup dari rasa kasihan kita. Mungkin nanti
mereka punya anak dan mengajari anaknya hal yang sama, sehingga budaya itu
nggak akan menghilang. Tapi saya ngerasa kasihan, gimana kalau misalnya saya
jadi pengemis itu? Kalau bisa, saya pengen jadi guru sukarelawan untuk mereka,
ngajarin membaca dan menulis, pelajaran apa aja deh. Atau sekalian aja memberi
latihan kerja. Karena saya pengen mereka bisa belajar dan bekerja, supaya
mereka nggak harus tidur di jalanan lagi.
Atau mungkin keren kalau saya bisa jadi
pahlawan untuk anak-anak di desa pelosok terpencil, misalnya saya jadi guru di
sana. Atau pahlawan yang memberi latihan kerja dan lapangan pekerjaan pada
orang-orang pengangguran. Atau saya bisa jadi anggota KPK atau DPR (tapi saya
nggak mau jadi presiden, karena negara ini punya terlalu banyak masalah untuk
diurusi, nanti saya punya kantung mata kayak SBY) yang memberantas korupsi dan
ketidakjujuran. Kita semua bisa jadi pahlawan, karena masalah di dunia ini
nggak bakal habis, kok.
Nama :
Ayu Ananda Aristia
Kelas :
IX-7
-Kebanyakan generasi muda jaman
sekarang tidak terlalu peduli atau lebih tepatnya mengacuhkan lingkungan
sekitarnya. Banyak generasi muda di luar sana yang menghabiskan waktu mereka
dengan hal-hal yang tidak berguna, contohnya bermalas-malasan, bergaul diluar
batas, tawuran, dan lain-lain. Kebanyakan dari mereka tidak menghargai jasa
para pahlawan yang sudah berjuang keras agar negara kita ini, Indonesia, bisa
merdeka. Jangankan menghargai, hafal Sumpah Pemuda saja tidak.
Memang tidak semua generasi muda jaman
sekarang seperti itu. Masih banyak dari mereka yang menghargai jasa para
pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya demi Indonesia merdeka. Mereka dengan
sungguh-sungguh belajar, menciptakan sesuatu yang baru dan berguna bagi
ndonesia, peduli dengan lingkungan sekitarnya, membantu sesama, dan lain-lain.
Mereka berjuang keras agar negara kita ini tetap utuh, tidak ingin kejadian 67
tahun yang lalu terjadi, yaitu kita dijajah oleh bangsa lain. Ini sudah jaman
globalisasi, malu dong kalo Indonesia dijajah lagi. Iya kan?
Maksud ‘dijajah’ disini bukan seperti
perang, tetapi kebudayaan dan harga diri bangsa ini yang dijajah. Jika kita
terus saja tidak peduli terhadap negara kita sendiri, hancurlah negara ini.
Lihat saja sekarang, generasi muda jaman sekarang kebanyakan lebih mengikuti
budaya western ketimbang budaya Indonesia sendiri. Coba suruh mereka
nyanyikan lagu Payphone-nya Maroon 5 atau What Makes You Beautiful-nya
One Direction, pasti akan dengan lancar mereka menyanyikannya. Bagaimana kalau
disuruh nyanyi lagu Suwe Ora Jamu? Paling cuma dijawab ‘Gak apal, hehehe’
sambil nyengir terus cekikikan kayak gak punya dosa, atau yang paling parahnya
mungkin mereka bakal nanya ‘Itu lagu apa ya?’ haduh-_-
Apalagi sekarang virus K-pop sudah
melanda di Indonesia. Generasi muda jaman sekarang lebih hafal dengan nama-nama
member Super Junior, SNSD, atau Big Bang ketimbang nama-nama pencipta lagu-lagu
wajib nasional. (Ini pengakuan dari saya sebenernya-_-v berhubung saya seorang
Kpopers.)
Kita lihat dari segi pakaian. Untuk
acara-acara resmi, biasanya orang-orang lebih memilih pakai gaun atau jas
ketimbang kebaya atau batik. Oke, saya juga sebenarnya ngaku kalau pakai kebaya
itu agak ribet, apalagi kalau rambutnya harus disanggul/dikonde, tapi kan tidak
setiap hari kita pakai kebaya. Jadi kalau ada acara resmi terus kita
memakainya, apa salahnya? Beralih ke batik, batik itu keren. Orang luar negeri
juga senang mengenakannya. Mereka juga mengakui kalau batik itu salah satu
budaya dari Indonesia, tapi kenapa kita sendiri malah kelihatan kurang senang
memakainya? Ngebatik itu susah, lho. Butuh waktu berhari-hari sampai batik itu
bisa dipakai atau diperjual-belikan. Apalagi menenun, jangan ditanya susahnya.
Salah sedikit harus ulang lagi dari awal. Tidak ada, kan, negara di Benua
Amerika atau Eropa sana yang mempunyai kain sebagus Kain Songket, Kain Ulos,
Kain Tapis, dan lain-lain?
Saya sadar kok, sadar banget kalau
saya sebenarnya juga terpengaruh budaya-budaya Barat atau Korea. Saya juga bingung
kenapa saya bisa ngetik kayak tadi, tapi saya cuma mau mengingatkan aja. Kita
jangan sampai melupakan budaya kita sendiri. Kalau budaya luar saja yang
diikuti, lalu budaya negara kita sendiri malah kita abaikan, ya negara kita
jadi benar-benar kehilangan identitasnya kalau begitu. Kalau sudah kehilangan
identitas, dengan mudah negara lain bisa menguasai negara ini. Terus, percuma
dong pahlawan sudah susah-susah memperjuangkan kemerdekaan kalau akhirnya
Indonesia direbut lagi? Terus kita dijadikan budak lagi, disiksa lagi. Mungkin
pahlawan yang sudah gugur akan sedih dan berpikir di akhirat sana, ‘Kalau
akhirnya begini, ngapain susah-susah perang waktu itu?’ (Ini ngawur banget
astaga~)
Kesimpulannya, dengan mengenal budaya
kita sendiri, itu sudah termasuk mengisi kemerdekaan juga. Apa hubungannya?
Karena budaya kita banyak, jadi pasti kita akan terus menerus mempelajarinya.
Daripada tawuran atau malas-malasan, mending kita belajar ngebatik, belajar
tari daerah, dan masih banyak yang bisa dilakukan. Sudah dapat ilmu, kita juga
ikut mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Benar kan?
-Kalau saya jadi pahlawan, saya ingin menjadi pahlawan siapa?
Hm, mungkin saya kepingin jadi Pak Soekarno, walaupun saya bukan laki-laki. Dia
memiliki peranan penting dalam kemerdekaan bangsa ini. Menjadi pembaca
proklamasi yang menandakan merdekanya Indonesia, itu adalah suatu kehormatan
bagi saya. Menjadi presiden Indonesia pertama, walaupun pada masa awal
kemerdekaan saat itu Indonesia masih diinginkan Belanda untuk dijadikan negara
jajahannya. Tetapi dengan segala kebijakan dan usahanya bersama
pahlawan-pahlawan terdahulu, Indonesia masih bisa mempertahankan kemerdekaanya
sampai sekarang. Orang-orang pun mengingatnya sebagai orang yang sangat berjada
atas merdekanya Indonesia.
Atau mungkin jadi Cut Nyak Dien? Dia juga pahlawan yang
berjasa. Walaupun dia seorang wanita, tetapi dia dengan berani melawan pasukan
Belanda, bersama suaminya, Teuku Umar. Dia tidak menyerah walaupun pada saat
perang dia sedang sakit. Keberanian dan sikap pantang menyerahnya yang membuat
saya terinspirasi.
PAHLAWAN.
AMELZA PRADIPTA
1X-1
Pah-la-wan. Banyak arti dari kata pahlawan,
banyak jenis jenis pahlawan, banyak yang jadi pahlawan, banyak yang tau apa itu
pahlawan, banyak foto pahlawan di setiap dinding kelas, banyak yang pengen jadi
pahlawan dan banyak juga yang gak terlalu peduli sama apa aja yang si
“pahlawan” lakuin sama Negara kita tercinta lope lope. Indonesia. Ya,
dimulai dari hal kecil aja sih, gak jarang pelajar – pelajar yang ngeluh
ataupun berdoa supaya hujan di hari senin biar ga upacara. Padahal, pahlawan
malah ngerelain nyawa buat Indonesia, bukan karena si pahlawan pengen di pajang
fotonya di kelas kelas. sedangkan kita
malah ngeluh kena panas sebentar. Oke saya tau ini alesan para guru sd yang
ngebujuk murid – muridnya biar ga mogok upacara, tapi emang bener. Terus juga
kita mulai ngeluh kalo ada pelajaran sejarah tentang “kapan perang padri dimulai?”
terus “kenapa imam bonjol gugur?” alesannya sih “yampun ini tanggalnya banyak
banget yang harus dihafalin” ataupun “ribet dih tahunnya banyak banget” padahal alesan yang sebenernya cuma 1 kata,
5huruf, virus segala remaja. Yaitu “males” Sebagai generasi muda sekarang kita
harusnya ngehargain jerih payah, rela berkorbannya pahlawan, perjuangan nya
para pahlawan kita. Agak kepikiran juga sih kalo lagi kena angin apa gitu
pengen ngehargain pahlawan – pahlawan yang ada. Kan kalo gak ada pahlawan
disini mungkin Indonesia masih terus-terusan dijajah. Yang jadi pertanyaan, “CARA NGEHARGAINNYA
GIMANA?” nah itu dia, saya juga gatau hehe. Yang jelas gamungkin kalo cuma pake
baju pahlawan di hari pahlawan nanti, apalagi kalo jadi pahlawan yang ikut –
ikutan perang, tapi perangnya sama sekolah lain (tawuran kali-_-) yang jelas mereka
ngelakuin itu karena pengen disebut “pahlawan” pembela sekolah. Mpret. Bukan
pahlawan kalo gitu mah-_-. Gini yang dibilang mengisi kemerdekaan? Yang pantes disebut pahlawan tuh orang yang
rela berkorban, mau berjuang. Gelar kita sebagai pahlawan juga bukan kita yang
nempelin ke diri kita, tapi orang lain.
Banyak
yang pengen disebut pahlawan, banyak yang pengen dikenang sama semua orang
karena jasanya, banyak yang pengen namanya di jadiin nama-nama jalan gara gara
jadi pahlawan(?) banyak juga jenis pahlawan. Ada pahlawan revolusioner,
pahlawan pendidikan, pahlawan emansipasi, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kemerdekaan,
pahlawan bertopeng sampai pahlawan kesiangan (?) ayah sama ibu juga pahlawan.
kalo ditanya saya pengen jadi pahlawan
apa sih……………saya jawabnya jadi pahlawan emansipasi wanita, kan sekalian bisa
kenal sama bu kartini :P engga deh bohong, alesan saya pengen jadi pahlawan
emansipasi wanita ada 2.
1. Karena
saya wanita dan gak bisa perang.
2.
Karena emansipasi wanita penting banget.
Iya, emasipasi wanita penting banget
karena gak akan mungkin kalau sekarang ada supir busway wanita kalo gak ada
pahlawan emansipasi zaman dulu. Mungkin kita sebagai wanita yang lahir zaman
sekarang mah enak-enak aja. Umur 5 tahun, masuk TK. Terus bisa kuliah sampe
nama gelarnya banyak, terus jadi wanita karir, sampe di Indonesia punya
presiden wanita juga kan?;;) ibu Megawati. Padahal zaman dulu tuh buat
ngerasain sekolah susah banget, dulu wanita tuh kerjaan nya cuma didapur. Semua
pekerjaan atau apapun yang boleh ngelakuin cuma laki – lakinya. Padahal wanita sama laki-laki itu sama,
sama-sama manusia, Cuma beda jiwa & batinnya. Bisa di bayangin kalo enggak
ada pahlawan emansipasi, mungkin sampe sekarang kita gak kenal sama yang namanya “ibu guru” kita cuma kenal sama “bapak
guru”. Bahkan sampe sekarang kita (wanita) gak boleh sekolah, cuma mendem
di dapur kali ya. Gabisa dibayangin. Besar banget kan jasa pahlawan emansipasi?
Kalo saya jadi pahlawan emansipasi sih, saya juga bakal berjuang banget buat
meyamakan martabat wanita dengan laki – laki. enggak keren sama sekali kalo
sampe sekarang cuma bisa mendem di dapur, terus enggak bisa ngikutin
perkembangan zaman, enggak kece, enggak keren. Salut banget sih sama R.A
kartini, dewi sartika, dll. R.A kartini keren banget, karena punya pikiran maju
dimasanya. Berkat surat surat bu kartini `yang dikirim ke temennya di belanda,
terus dibukukan jadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada tahun 1922. Bu dewi
sartika juga gak kalah kece, beliau memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita
yaitu dengan mendirikan sakola istri tahun 1904.
Mungkin kita gabisa
ngelakuin semua hal kayak pahlawan Indonesia, mereka kuat, enggak gampang
menyerah, sama rasa rela berkorbannya sangat tinggi. tapi sebenernya, mungkin
kita juga bisa disebut pahlawan kalo kita mau, dan juga mengisi kemerdekaan. mulai dari hal kecil aja. Kayak ngasih tempat duduk sama ibu – ibu di angkutan umum, bantuin
mama kalo lagi repot banget, ngeberesin mainan adek kalo dia udah selesai main
(tapi ini kayaknya berkorban banget) , terus belajar biar jadi generasi muda
yang baik,imut dan ceria, ngerelain waktu main buat belajar biar nilai ulangan
bagus tanpa nyontek (inget, nyontek awal dari korupsi) enggak mencoba buat
memakai obat terlarang, tetep bangga jadi bangsa Indonesia. nah, dari hal
kecil kayak gitu aja pasti nanti kita di kasih kata “terima kasih”. Mungkin
cuma “terima kasih” tapi kalo
dipikir-pikir kata “terima kasih”nya itu bikin kita ngerasa kalo kita berarti
banget karena tadi udah nolongin, bikin kita kayak ngerasa pahlawan. Dimulai
dari hal kecil kayak tadi yang contohnya “ngerelain waktu main buat belajar
biar nilai ulangan bagus tanpa nyontek” juga ngebawa perubahan besar. Selain
nanti kita disebut generasi muda yang baik, Negara Indonesia kedepan nya nanti
juga akan lebih baik jika semua generasi muda mengisi kemerdekaan dengan hal
yang positif, makmur atau enggaknya Negara kan semua penduduk dan warga
negaranya yang menentukan. Enggak ada
hal yang lebih dari keren kalau dimasa kedepan Indonesia selain adat dan budaya
nya yang bermacam-macam, bakalan tambah makmur bisa juga nanti Indonesia jadi
Negara maju. Para pahlawan yang udah
berjuang untuk Negara kita ini disana juga pasti bakalan seneng, soalnya kan
dia udah berkorban buat Negara, jiwa & raganya juga untuk negaranya, terus
negara yang pahlawan wariskan ke kita itu kita jaga baik – baik. malahan selain
kita pertahankan & kita jaga baik-baik, kita majukan juga negate kita. Jadi
perjuangan para pahlawan enggak sia-sia. Dan………………………….kita bisa disebut pahlawan juga dong karena berhasil mempertahankan negara
kitaJ.
Generasi muda seperti kita harus
mempersiapkan diri dari sekarang untuk bisa mempertahankan Negara kita. Enggak
akan ada yang mau kan kalo Negara kita di jajah lagi kayak zaman dahulu? J