Sabtu, 17 November 2012

Share tulisan siswa

Dari sekian banyak tugas siswa yang sudah aku baca, ada beberapa yang menarik perhatianku untuk bisa dibagi kepada pembaca.

Tulisannya Dini Adanurani dari kelas 9.1

Opini generasi muda dalam rangka mengisi kemerdekaan
Saya ingat dulu waktu saya masih SD, saya sering mendengar kata ‘mengisi kemerdekaan’. Terutama pada Janji Siswa, berprestasi dalam rangka mengisi kemerdekaan. Saya kira dulu mengisi kemerdekaan maksudnya berprestasi dalam rangka tujuh belasan. Maksudnya memenangkan lomba-lomba tujuh belasan seperti balap karung dan makan kerupuk. Saya dulu pernah sebodoh itu, ya. Iya, saya nggak tahu saya lagi ngeracau apaan. Mungkin ini cuma buat menuh-menuhin halaman saja.
Sekarang saya sudah kelas IX SMP, dan di SMP 40 tempat saya bersekolah, janji siswa sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris do my best to fulfil the freedom. Saya ngerti artinya, tapi masih nggak ngerti, ‘mengisi kemerdekaan’ itu seperti apa sih? Buat apa? Toh kita juga udah merdeka.
Tapi justru karena kita sudah merdeka kita harus mengisi kemerdekaan. Setelah bermeditasi di kamar saya sambil ngedengerin om saya nonton MotoGP di luar, menurut saya mengisi kemerdekaan adalah melakukan sesuatu. Sesuatu yang baik supaya kemerdekaan ini nggak disia-siakan. Sesuatu yang bisa mengharumkan nama negara kita—nggak usah jauh-jauh deh, bisa juga dari melakukan hal berguna yang kita bisa sekarang, mumpung lagi merdeka, siapa tahu Belanda balik lagi. Tapi jangan sampai.
Menurut saya sebagai generasi muda, mengisi kemerdekaan itu nggak gampang. Iya, nggak ada pekerjaan yang gampang di dunia ini, menulis ini aja saya masih pusing sendiri. Ngomongnya sih gampang, tapi menurut saya generasi muda sekarang agak malas. Meskipun saya nggak tahu generasi muda dulu seperti apa, tapi  menurut saya begitu. Contohnya nggak usah jauh-jauh, misalnya saya dan teman-teman saya, sebenarnya kita bisa memahami pelajaran dengan baik dan dapat nilai bagus, kalau mau. Tapi saya lebih suka main Twitter atau game daripada belajar. Buat apa main Twitter itu? Saya juga tidak tahu! Melihat twit-twit teman-teman saya (yang sebenarnya tidak ada bagusnya juga karena semuanya menulis tentang hal-hal galau atau tidak jelas) saja bikin saya ketagihan.
Sebenarnya kita bisa saja mengembangkan diri jadi lebih berguna, dan untuk mengisi kemerdekaan. Misalnya berangkat dari hobi main game online, lalu siapa tahu kita bisa menjadi pembuat game ahli di masa depan, sehingga Indonesia bisa mendominasi dunia game. Atau dari hobi baca komik dan menggambar manga kita bisa menjadi mangaka yang hebat di masa depan (halo, Vira). Tapi kadang kita kurang niat. Sadar atau nggak, sikap kita yang suka ‘nanti aja, nanti aja’ bikin kita jadi terbiasa menunda-nunda dan bekerja last minute. Langsung aja, malas. Dan kebanyakan remaja begitu mendengar kata mengisi kemerdekaan mungkin bakal langsung bilang “Lho, kita kan masih muda? Kenapa disuruh mengisi kemerdekaan?” Menurut saya sih lebih baik kita mulai mengisi kemerdekaan dari sekarang. Kan katanya lebih cepat lebih baik.
Menurut saya, langkah pertama mengisi kemerdekaan adalah melakukan. Melakukan apa saja yang baik-baik yang kita bisa, misalnya membuang sampah di tempatnya (iya saya tahu ini klasik banget, tapi memang bener banget karena saya selalu jijik sama orang yang nggak buang sampah di tempatnya, maksudnya yaampun disuruh gitu doang masa nggak bisa sih, nyampah aja kerjanya). Belajar dan menuntut ilmu, meskipun nilai di kertas nggak menentukan kualitas seorang manusia, itu ngebantu kita untuk bisa naik tingkat ke SMA lalu kuliah dan seterusnya, dan karena tanpa pendidikan yang tinggi kita nggak bisa mengisi kemerdekaan dalam tingkat yang lebih tinggi. Mengasah hobi, misalnya menulis atau membaca atau olahraga. Kalau misalnya saya menang lomba menulis internasional misalnya (AMIN) kan enak saya bisa mengharumkan nama bangsa dengan cara melakukan hal yang saya sukai. Dan menolak ikut tawuran! NAH. Lebih baik lagi kalau kita bisa mengajak teman untuk nggak ikutan tawuran. Saya selalu bingung sama orang tawuran, memang tawuran itu penting banget ya? Memang tawuran itu seru? Memang tawuran itu bikin mereka jadi lebih ganteng atau pinter atau banyak temen atau dapet pacar, nggak kan? Malah  yang ada nambah musuh, nambah luka, nambah biaya perawatan ke dokter.
Saya sangat terinspirasi dengan cerita Laskar Pelangi, dimana Ikal dan temen-temennya niat banget sekolah dan bener-bener berjuang. Itu termasuk mengisi kemerdekaan juga kan? Itu adalah kisah yang menginspirasi sekaligus nusuk dalem banget, karena mereka berjuang demi bisa sekolah, sementara saya yang alhamdulilah beruntung nggak perlu berjuang sebegitunya, malah mengeluh “aduh, males banget sekolah” dan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dimana semangat mengisi kemerdekaan saya???
Saya sendiri lagi nulis ini, tapi saya nggak yakin bisa atau nggak mengisi kemerdekaan. Berbuat baik. Harus bisa! Atau mungkin saya hanya meracau dari tadi.

Seandainya saya jadi pahlawan, pahlawan apa?
Kadang saya merasa saya kurang menghargai pahlawan, karena saya tidak pernah merasa mengidolakan pahlawan. Padahal kalau dipikir-pikir, pahlawan lebih berjasa daripada Taylor Swift (uhuk), atau bintang-bintang Korea yang dipuja-puja sama beberapa remaja di Indonesia. Padahal karena pahlawan-pahlawan yang berani itu kita bisa hidup enak seperti sekarang. Tapi kenapa kita yang sudah hidup enak malah lupa sama mereka? Ada beberapa pahlawan yang dipelajari di IPS, tapi nggak terlalu lengkap dan saya lupa beberapa. Sekarang saya mencari beberapa pahlawan yang disebutkan ini dari Wikipedia. Iya, saya memang anak bangsa yang malu-maluin.
Kalau saya jadi pahlawan jaman kemerdekaan sih kayaknya saya nggak mau jauh-jauh amat. Nggak perlu memegang bambu runcing. Mungkin saya akan jadi pahlawan pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, karena pendidikan itu penting banget. Sekarang aja bangsa kita kayak begini, gimana kalo misalnya pahlawan pendidikan itu nggak ada? Kayaknya kita nggak akan lepas dari penjajahan meskipun PBB sudah bikin lima ribu deklarasi sekalipun. Atau mungkin pahlawan emansipasi wanita kayak Kartini dan Dewi Sartika, karena tanpa mereka kita nggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa masak dan beranak saja.
Yang saya kagumi adalah pahlawan-pahlawan politik seperti Cipto Mangunkusumo, Sutan Syahrir, Soekarno, dan Hatta. Kok mereka nggak takut diancam Belanda, ya? Biar diasingkan kemana-mana, dilarang menerbitkan karya tulis, bolak balik ke penjara seperti ke jamban saja (saya pernah denger kata-kata itu dimana saya lupa, kayaknya Andrea Hirata pernah nulis itu), mereka masih nggak kapok-kapok berjuang untuk Indonesia dan nggak mau menyerah.
Tapi sebenernya makna pahlawan bukan cuma pahlawan jaman dulu saja, tapi pahlawan ada di mana-mana. Pahlawan adalah orang yang baik dan pedulli dengan sesamanya, menurut saya itulah definisi pahlawan.
Biasanya di jalan ke Plaza Senayan, saya ngeliat di pertigaan sebelumnya biasanya ada banyak anak yang minta-minta di jalanan. Saya selalu bingung, karena memberi uang ke pengemis bukan hanya dilarang, tapi mereka jadi malas dan terus hidup dari rasa kasihan kita. Mungkin nanti mereka punya anak dan mengajari anaknya hal yang sama, sehingga budaya itu nggak akan menghilang. Tapi saya ngerasa kasihan, gimana kalau misalnya saya jadi pengemis itu? Kalau bisa, saya pengen jadi guru sukarelawan untuk mereka, ngajarin membaca dan menulis, pelajaran apa aja deh. Atau sekalian aja memberi latihan kerja. Karena saya pengen mereka bisa belajar dan bekerja, supaya mereka nggak harus tidur di jalanan lagi.
Atau mungkin keren kalau saya bisa jadi pahlawan untuk anak-anak di desa pelosok terpencil, misalnya saya jadi guru di sana. Atau pahlawan yang memberi latihan kerja dan lapangan pekerjaan pada orang-orang pengangguran. Atau saya bisa jadi anggota KPK atau DPR (tapi saya nggak mau jadi presiden, karena negara ini punya terlalu banyak masalah untuk diurusi, nanti saya punya kantung mata kayak SBY) yang memberantas korupsi dan ketidakjujuran. Kita semua bisa jadi pahlawan, karena masalah di dunia ini nggak bakal habis, kok.



Nama   : Ayu Ananda Aristia
Kelas   : IX-7

-Kebanyakan generasi muda jaman sekarang tidak terlalu peduli atau lebih tepatnya mengacuhkan lingkungan sekitarnya. Banyak generasi muda di luar sana yang menghabiskan waktu mereka dengan hal-hal yang tidak berguna, contohnya bermalas-malasan, bergaul diluar batas, tawuran, dan lain-lain. Kebanyakan dari mereka tidak menghargai jasa para pahlawan yang sudah berjuang keras agar negara kita ini, Indonesia, bisa merdeka. Jangankan menghargai, hafal Sumpah Pemuda saja tidak.
Memang tidak semua generasi muda jaman sekarang seperti itu. Masih banyak dari mereka yang menghargai jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya demi Indonesia merdeka. Mereka dengan sungguh-sungguh belajar, menciptakan sesuatu yang baru dan berguna bagi ndonesia, peduli dengan lingkungan sekitarnya, membantu sesama, dan lain-lain. Mereka berjuang keras agar negara kita ini tetap utuh, tidak ingin kejadian 67 tahun yang lalu terjadi, yaitu kita dijajah oleh bangsa lain. Ini sudah jaman globalisasi, malu dong kalo Indonesia dijajah lagi. Iya kan?
Maksud ‘dijajah’ disini bukan seperti perang, tetapi kebudayaan dan harga diri bangsa ini yang dijajah. Jika kita terus saja tidak peduli terhadap negara kita sendiri, hancurlah negara ini. Lihat saja sekarang, generasi muda jaman sekarang kebanyakan lebih mengikuti budaya western ketimbang budaya Indonesia sendiri. Coba suruh mereka nyanyikan lagu Payphone-nya Maroon 5 atau What Makes You Beautiful-nya One Direction, pasti akan dengan lancar mereka menyanyikannya. Bagaimana kalau disuruh nyanyi lagu Suwe Ora Jamu? Paling cuma dijawab ‘Gak apal, hehehe’ sambil nyengir terus cekikikan kayak gak punya dosa, atau yang paling parahnya mungkin mereka bakal nanya ‘Itu lagu apa ya?’ haduh-_-
Apalagi sekarang virus K-pop sudah melanda di Indonesia. Generasi muda jaman sekarang lebih hafal dengan nama-nama member Super Junior, SNSD, atau Big Bang ketimbang nama-nama pencipta lagu-lagu wajib nasional. (Ini pengakuan dari saya sebenernya-_-v berhubung saya seorang Kpopers.)
Kita lihat dari segi pakaian. Untuk acara-acara resmi, biasanya orang-orang lebih memilih pakai gaun atau jas ketimbang kebaya atau batik. Oke, saya juga sebenarnya ngaku kalau pakai kebaya itu agak ribet, apalagi kalau rambutnya harus disanggul/dikonde, tapi kan tidak setiap hari kita pakai kebaya. Jadi kalau ada acara resmi terus kita memakainya, apa salahnya? Beralih ke batik, batik itu keren. Orang luar negeri juga senang mengenakannya. Mereka juga mengakui kalau batik itu salah satu budaya dari Indonesia, tapi kenapa kita sendiri malah kelihatan kurang senang memakainya? Ngebatik itu susah, lho. Butuh waktu berhari-hari sampai batik itu bisa dipakai atau diperjual-belikan. Apalagi menenun, jangan ditanya susahnya. Salah sedikit harus ulang lagi dari awal. Tidak ada, kan, negara di Benua Amerika atau Eropa sana yang mempunyai kain sebagus Kain Songket, Kain Ulos, Kain Tapis, dan lain-lain?
Saya sadar kok, sadar banget kalau saya sebenarnya juga terpengaruh budaya-budaya Barat atau Korea. Saya juga bingung kenapa saya bisa ngetik kayak tadi, tapi saya cuma mau mengingatkan aja. Kita jangan sampai melupakan budaya kita sendiri. Kalau budaya luar saja yang diikuti, lalu budaya negara kita sendiri malah kita abaikan, ya negara kita jadi benar-benar kehilangan identitasnya kalau begitu. Kalau sudah kehilangan identitas, dengan mudah negara lain bisa menguasai negara ini. Terus, percuma dong pahlawan sudah susah-susah memperjuangkan kemerdekaan kalau akhirnya Indonesia direbut lagi? Terus kita dijadikan budak lagi, disiksa lagi. Mungkin pahlawan yang sudah gugur akan sedih dan berpikir di akhirat sana, ‘Kalau akhirnya begini, ngapain susah-susah perang waktu itu?’ (Ini ngawur banget astaga~)
Kesimpulannya, dengan mengenal budaya kita sendiri, itu sudah termasuk mengisi kemerdekaan juga. Apa hubungannya? Karena budaya kita banyak, jadi pasti kita akan terus menerus mempelajarinya. Daripada tawuran atau malas-malasan, mending kita belajar ngebatik, belajar tari daerah, dan masih banyak yang bisa dilakukan. Sudah dapat ilmu, kita juga ikut mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Benar kan?
-Kalau saya jadi pahlawan, saya ingin menjadi pahlawan siapa? Hm, mungkin saya kepingin jadi Pak Soekarno, walaupun saya bukan laki-laki. Dia memiliki peranan penting dalam kemerdekaan bangsa ini. Menjadi pembaca proklamasi yang menandakan merdekanya Indonesia, itu adalah suatu kehormatan bagi saya. Menjadi presiden Indonesia pertama, walaupun pada masa awal kemerdekaan saat itu Indonesia masih diinginkan Belanda untuk dijadikan negara jajahannya. Tetapi dengan segala kebijakan dan usahanya bersama pahlawan-pahlawan terdahulu, Indonesia masih bisa mempertahankan kemerdekaanya sampai sekarang. Orang-orang pun mengingatnya sebagai orang yang sangat berjada atas merdekanya Indonesia.
Atau mungkin jadi Cut Nyak Dien? Dia juga pahlawan yang berjasa. Walaupun dia seorang wanita, tetapi dia dengan berani melawan pasukan Belanda, bersama suaminya, Teuku Umar. Dia tidak menyerah walaupun pada saat perang dia sedang sakit. Keberanian dan sikap pantang menyerahnya yang membuat saya terinspirasi.
PAHLAWAN.
AMELZA PRADIPTA
1X-1

            Pah-la-wan. Banyak arti dari kata pahlawan, banyak jenis jenis pahlawan, banyak yang jadi pahlawan, banyak yang tau apa itu pahlawan, banyak foto pahlawan di setiap dinding kelas, banyak yang pengen jadi pahlawan dan banyak juga yang gak terlalu peduli sama apa aja yang si “pahlawan” lakuin sama Negara kita tercinta lope lope. Indonesia. Ya, dimulai dari hal kecil aja sih, gak jarang pelajar – pelajar yang ngeluh ataupun berdoa supaya hujan di hari senin biar ga upacara. Padahal, pahlawan malah ngerelain nyawa buat Indonesia, bukan karena si pahlawan pengen di pajang fotonya di kelas  kelas. sedangkan kita malah ngeluh kena panas sebentar. Oke saya tau ini alesan para guru sd yang ngebujuk murid – muridnya biar ga mogok upacara, tapi emang bener. Terus juga kita mulai ngeluh kalo ada pelajaran sejarah tentang “kapan perang padri dimulai?” terus “kenapa imam bonjol gugur?” alesannya sih “yampun ini tanggalnya banyak banget yang harus dihafalin” ataupun “ribet dih tahunnya banyak banget”  padahal alesan yang sebenernya cuma 1 kata, 5huruf, virus segala remaja. Yaitu “males” Sebagai generasi muda sekarang kita harusnya ngehargain jerih payah, rela berkorbannya pahlawan, perjuangan nya para pahlawan kita. Agak kepikiran juga sih kalo lagi kena angin apa gitu pengen ngehargain pahlawan – pahlawan yang ada. Kan kalo gak ada pahlawan disini mungkin Indonesia masih terus-terusan dijajah.  Yang jadi pertanyaan, “CARA NGEHARGAINNYA GIMANA?” nah itu dia, saya juga gatau hehe. Yang jelas gamungkin kalo cuma pake baju pahlawan di hari pahlawan nanti, apalagi kalo jadi pahlawan yang ikut – ikutan perang, tapi perangnya sama sekolah lain (tawuran kali-_-) yang jelas mereka ngelakuin itu karena pengen disebut “pahlawan” pembela sekolah. Mpret. Bukan pahlawan kalo gitu mah-_-. Gini yang dibilang mengisi kemerdekaan? Yang pantes disebut pahlawan tuh orang yang rela berkorban, mau berjuang. Gelar kita sebagai pahlawan juga bukan kita yang nempelin ke diri kita, tapi orang lain.

Banyak yang pengen disebut pahlawan, banyak yang pengen dikenang sama semua orang karena jasanya, banyak yang pengen namanya di jadiin nama-nama jalan gara gara jadi pahlawan(?) banyak juga jenis pahlawan. Ada pahlawan revolusioner, pahlawan pendidikan, pahlawan emansipasi, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kemerdekaan, pahlawan bertopeng sampai pahlawan kesiangan (?) ayah sama ibu juga pahlawan.  kalo ditanya saya pengen jadi pahlawan apa sih……………saya jawabnya jadi pahlawan emansipasi wanita, kan sekalian bisa kenal sama bu kartini :P engga deh bohong, alesan saya pengen jadi pahlawan emansipasi wanita ada 2.
1.      Karena saya wanita dan gak bisa perang.
2.      Karena emansipasi wanita penting banget.
Iya, emasipasi wanita penting banget karena gak akan mungkin kalau sekarang ada supir busway wanita kalo gak ada pahlawan emansipasi zaman dulu. Mungkin kita sebagai wanita yang lahir zaman sekarang mah enak-enak aja. Umur 5 tahun, masuk TK. Terus bisa kuliah sampe nama gelarnya banyak, terus jadi wanita karir, sampe di Indonesia punya presiden wanita juga kan?;;) ibu Megawati. Padahal zaman dulu tuh buat ngerasain sekolah susah banget, dulu wanita tuh kerjaan nya cuma didapur. Semua pekerjaan atau apapun yang boleh ngelakuin cuma laki – lakinya. Padahal wanita sama laki-laki itu sama, sama-sama manusia, Cuma beda jiwa & batinnya. Bisa di bayangin kalo enggak ada pahlawan emansipasi, mungkin sampe sekarang kita gak kenal sama yang namanya “ibu guru” kita cuma kenal sama “bapak guru”. Bahkan sampe sekarang kita (wanita) gak boleh sekolah, cuma mendem di dapur kali ya. Gabisa dibayangin. Besar banget kan jasa pahlawan emansipasi? Kalo saya jadi pahlawan emansipasi sih, saya juga bakal berjuang banget buat meyamakan martabat wanita dengan laki – laki. enggak keren sama sekali kalo sampe sekarang cuma bisa mendem di dapur, terus enggak bisa ngikutin perkembangan zaman, enggak kece, enggak keren. Salut banget sih sama R.A kartini, dewi sartika, dll. R.A kartini keren banget, karena punya pikiran maju dimasanya. Berkat surat surat bu kartini `yang dikirim ke temennya di belanda, terus dibukukan jadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada tahun 1922. Bu dewi sartika juga gak kalah kece, beliau memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita yaitu dengan mendirikan sakola istri tahun 1904.
Mungkin kita gabisa ngelakuin semua hal kayak pahlawan Indonesia, mereka kuat, enggak gampang menyerah, sama rasa rela berkorbannya sangat tinggi. tapi sebenernya, mungkin kita juga bisa disebut pahlawan kalo kita mau, dan juga mengisi kemerdekaan.  mulai dari hal kecil aja. Kayak ngasih tempat duduk sama ibu – ibu di angkutan umum, bantuin mama kalo lagi repot banget, ngeberesin mainan adek kalo dia udah selesai main (tapi ini kayaknya berkorban banget) , terus belajar biar jadi generasi muda yang baik,imut dan ceria, ngerelain waktu main buat belajar biar nilai ulangan bagus tanpa nyontek (inget, nyontek awal dari korupsi) enggak mencoba buat memakai obat terlarang, tetep bangga jadi bangsa Indonesia. nah, dari hal kecil kayak gitu aja pasti nanti kita di kasih kata “terima kasih”. Mungkin cuma “terima kasih” tapi kalo dipikir-pikir kata “terima kasih”nya itu bikin kita ngerasa kalo kita berarti banget karena tadi udah nolongin, bikin kita kayak ngerasa pahlawan. Dimulai dari hal kecil kayak tadi yang contohnya “ngerelain waktu main buat belajar biar nilai ulangan bagus tanpa nyontek” juga ngebawa perubahan besar. Selain nanti kita disebut generasi muda yang baik, Negara Indonesia kedepan nya nanti juga akan lebih baik jika semua generasi muda mengisi kemerdekaan dengan hal yang positif, makmur atau enggaknya Negara kan semua penduduk dan warga negaranya yang menentukan. Enggak ada hal yang lebih dari keren kalau dimasa kedepan Indonesia selain adat dan budaya nya yang bermacam-macam, bakalan tambah makmur bisa juga nanti Indonesia jadi Negara maju.  Para pahlawan yang udah berjuang untuk Negara kita ini disana juga pasti bakalan seneng, soalnya kan dia udah berkorban buat Negara, jiwa & raganya juga untuk negaranya, terus negara yang pahlawan wariskan ke kita itu kita jaga baik – baik. malahan selain kita pertahankan & kita jaga baik-baik, kita majukan juga negate kita. Jadi perjuangan para pahlawan enggak sia-sia. Dan………………………….kita bisa disebut pahlawan juga dong karena berhasil mempertahankan negara kitaJ.  Generasi muda seperti kita harus mempersiapkan diri dari sekarang untuk bisa mempertahankan Negara kita. Enggak akan ada yang mau kan kalo Negara kita di jajah lagi kayak zaman dahulu? J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar