Seperti judul
tayangan di salah satu stasiun tv swasta “ Andai aku menjadi” . Sedikit
terinspirasi dari tayangan itu memang benar. Tapi tak mungkin juga aku mengajak
siswa bimbingan ku ke salah satu lokasi “andai aku menjadi itu. Karena akan
mengganggu jadwal dan memakan banyak waktu.Walau mungkin manfaatnya akan lebih
terasa. Dan si siswa akan mendapat pengalaman hidup dan belajar dari kehidupan
nyata.Dan jadilah kegiatan yang kulakukan dengan siswaku minggu ini adalah
berandai –andai. Itu yang kukatakan kepada siswaku sewaktu akan memulai
belajar. Terlihat binar di mata mereka disertai dengan celutukan , andai saya
jadi model bu….andai saya jadi fotografer bu dan beragam celetukan lainnya.Tahap
awal berhasil menarik perhatian mereka , kalo pake istilahnya pak Munif Chatib
,’pengarang buku trilogy sekolahnya manusia, gurunya manusia dan orang tuanya
manusia memasuki zona alfa . Membagi mereka dalam beberapa kelompok selanjutnya
mulai berandai-andai. Kelompok yang menjadi pemimpin suatu negara, kelompok
yang menjadi mentri kesehatan , kelompok yang menjadi mentri pendidikan ,
kelompok kepala sekolah , kelompok guru, kelompok orang tua, dan kelompok
milyuner.6 kelompok selain milyuner menduduki posisi yang dilematis. Walau jadi
pemimpin suatu negara, mentri kepala sekolah , guru dan orang tua tetapi berada
dalam lingkungan negara yang miskin disertai dengan problematika yang berbeda.
Dan terdengarlah keluhan mereka ketika ku minta untuk menulis peran dan problematika
yang akan meraka selesaikan. Ya ampun bu , kenapa harus jadi presiden di negara
miskin sih, kutanggapi lah celetukan itu dengan berkata” kemiskinan akan
membuat orang berusaha untuk merubah kehidupannya.
Sabtu, 29 September 2012
Tak Fokus
Tak mudah
mengarahkan kemampuan siswa apabila hanya mengandalkan kata-kata “ tulis di
bukumu apa yang menjadi bakatmu. Dan hal itu aku alami manakala harus bekerja
sama dengan rekan guru yang tak berasal dari latar belakang pendidikan yang
sama dengan ku, berhubung secara hirarki struktur kepegawaian posisinya jauh
diatasku membuat aku tak punya daya untuk membantah . Sebenarnya urusan
membantah sudah sering kulakukan sejak awal tak setuju dengan pendapatnya tapi
kembali lagi apa dayaku , ternyata di lingkungan pendidikan yang katanya tempat
untuk mencetak generasi penerus yang kreatif masih mengebiri pemikiran bawahannya
yang tak sesuai dengan kebijakan atasan.Apakah cara yang digunakan dengan
meminta siswa menuliskan bakatnya kemudian dianggap bakat dan kemampuan siswa
tersebut sudah tergali ?Sementara yang kulakukan dengan berbagai metode untuk
dapat menggali bakat dan kecerdasan tak selalu didukung dan dianggap sedang
menggali bakat . Tak jarang pertanyaan yang muncul sedang buat kegiatan apa bu
? Jangankan saling bekerja sama dengan berbagai rekan dari bidang pelajaran
yang berbeda . Mungkin pun si peng ‘ampu ‘ mata pelajaran tersebut kurang mampu
memandang secara luas pengembangan dari mata ajar yang diajarnya. Dan hanya
focus pada nilai akademis yang diperoleh siswa walau belum tentu berasal dari
pemikiran sendiri. Jadilah manakala dibutuhkan penampilan bakat dan potensi
mengalami kesulitan untuk menunjukkan bakatnya karena tak pernah focus
diarahkan untuk menunjukkan potensinya . Miris ya lingkungan yang harusnya bisa
mengembangkan potensi malah memenjarakan potensi itu sendiri.
Minggu, 16 September 2012
Perilaku kita teladan bagi mereka
Aku bingung harus memberi judul apa dari tulisanku ini. Berawal dari kejadian yang menimpa salah satu siswaku. Orang tuanya rekanku kerja . Sementara sang anak adalah siswa bimbinganku . Yang sering kali mendapat perhatian lebih dari seluruh penghuni sekolah karena perilaku berlawanan yang ditampilkannya. . Terucap kata-kata yang penuh emosional dari sang ibu ketika mengajak anaknya untuk pulang dan melakukan tindakan menampar si anak remaja dihadapan teman-temannya. Esoknya sang ibu dengan bangga dan merasa jumawa sebagai penguasa bercerita padaku tentang kelakuan anaknya. Saat itu aku tak berani berkomentar. Tapi aku berpikir , tak disadari kah oleh kita sebagai orang dewasa bahwa yang kita lakukan terhadap anak kita sekalipun akan ada dampak psikologis yang tak akan pernah kita sadari . Kita sebagai orang dewasa tak usahlah disebut orang tua yang melahirkan anak-anak dari rahimnya seringkali lupa dan khilaf melakukan perilaku yang menunjukkan kekuasaan .Seakan -akan anak itu adalah sesuatu yang tak berdaya dan tak akan mampu melawan. Kita lupa , anak-anak tak selamanya anak-anak dan suatu saat kita orang tua (dewasa) akan menjadi seperti anak-anak lagi . Dan tidak menutup kemungkinan si anak-anak akan memperlakukan kita sama seperti dahulu kita memperlakukan mereka. Dengan kasih sayang dan bahasa yang lemah lembut atau dengan emosi dan penuh kekerasan.Dan sebenarnya perilaku bullying yang akhir-akhir ini semakin marak terjadi tak melulu terjadi dalam lingkungan sosial pergaulan remaja saja . Tapi semua berawal dari bagaimana si pelaku bullying diperlakukan tidak nyaman dalam kehidupan di rumah bersama dengan orang tua( dewasa ) yang harusnya melindungi mereka. Apabila kemudian para remaja menampilkan perilaku yang sulit diatur ada kemungkinan kita sebagai orang dewasa punya andil dalam membentuk perilaku mereka .
Question Study Have
Judul tulisan
itu sama dengan judul materi yang jadi pembahasanku di minggu bulan September
ini.Mengawali dengan bertanya kepada siswa, pernahkah terbersit pertanyaan apa
sih pentingnya belajar pelajaran ini dan itu untuk saya.Kalo bahasa facebooknya
‘ apa yang ada dalam pikiran anda ‘. Dan pertanyaan mereka adalah apakah ibu
akan mengadukan apabila kami mengeluarkan uneg-uneg tentang cara guru mengajar?
Aku meluruskan pertanyaan mereka dengan jawaban , saya tidak minta kalian untuk
membahas tentang cara mengajar guru . Namun yang saya minta adalah apakah
pernah terpikir dalam diri kalian tentang manfaat apa yang bisa saya dapat dari
belajar tentang hal ini dan itu dalam pelajaran tertentu. Setelah mendapat
penjelasan seperti itu barulah mereka memahami maksudku dengan memberi materi
seperti itu. Meski aku berpikir juga, ada apa kok mereka begitu khawatir aku
akan membocorkan uneg-uneg mereka. Bukankah mereka yang seharusnya dilayani
untuk mendapat informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Tapi ya sudahlah….tak
mungkin aku merubah situasi yang sudah menjadi hal yang biasa. Kalau pinjem
istilah rekanku, udah budaya….walaupun bukan budaya yang baik ya. Dan ternyata
memang menarik saat kegiatan itu dilakukan .Walau dari semua kelas yang aku
ajar selalu muncul pertanyaan sejenis.Seperti apa gunanya saya belajar
administrasi padahal cita-cita gak mau jadi akuntan. Atau pertanyaan lain untuk
apalagi kita masih harus belajar bahasa Indonesia padahal kita tinggal di
Indonesia. Dan pertanyaan yang sama menggelitiknya. Kenapa harus belajar
sejarah itu kan sudah lampau . Setelah aku membaca pertanyaan yang mereka
ajukan kemudian aku mengumpulkannya lalu meminta kelompok lain untuk menjawab
pertanyaan dari kelompok yang lain. Memang harus banyak yang dianalisa dari
tugas yang dikerjakan oleh siswa. Antara pertanyaan dan jawaban apabila
dianalisa akan menjadi bahan menarik untuk diteliti. Pada kegiatan pertama yang
mereka lakukan saat mereka harus membuat pertanyaan adalah aku memperbolehkan
mereka memakai bahasa style mereka, dan pada kegiatan kedua ketika mereka sudah
membuat beberapa pertanyaan., aku mengumpulkan lalu meminta mereka menjawab
pertanyaan teman-temannya dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar . Dan keluhan yang disampaikan adalah bu, susah kalau harus pake bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Dari situlah akhirnya aku memberi jawabannya
gimana masih penting gak belajar bahasa Indonesia? Menjadi materi yang
menurutku menarik manakala aku membahas dalam suatu kegiatan diskusi pertanyaan
yang diajukan juga jawaban dari teman kelompok lain. Pertanyaan ku pada
kelompok penanya adalah apakah puas dengan jawaban dari temannya. Ketika
penanya mengatakan puas aku yang balik bertanya tak adakah perlawanan . Coba
dipikir kembali apakah jawaban yang diberikan sudah menjawab pertanyaannya.
Akhirnya terjadilah dialog dan diskusi panjang untuk satu pertanyaan . Karena
kadang kala beberapa siswa yang ikut berperan dalam menjawab pertanyaan dengan
melebar menyebut contoh-contoh lain. Dan ketika sudah ramai dengan diskusi yang
panjang dan hampir mendekati debat kusir seperti dalam acara Jakarta
Lawyersnya TV One barulah aku menengahi dan menyimpulkan untuk mereka
dapat menarik benang merah dari pertanyaan dan beberapa jawaban teman-temannya.
Meski waktu 2 jam pertemuan ternyata tak semua pertanyaan dapat dibahas.
Akhirnya di pertemuan berikutnya ketika harus kembali bertatap muka dengan penuh
semangat kembali mereka menagih,” bu, hari ini masih melanjutkan debatnya kan?”
Mungkin ini merupakan salah satu materi yang menarik menurut mereka karena
diajak untuk mengungkapkan pemikiran dengan bebas.
Menilai dari Penampilan
Ada satu cerita
seru yang biasa kami obrolin dalam kegiatan santai saat istirahat belajar.
Salah seorang rekan kerjaku berkata aku menyita topi yang dipakai siswa.
Ternyata siswa tersebut memakai topi karena rambutnya dipotong ala Mohawk. Saat
itu aku hanya sebagai pendengar yang baik. Manakala pembicaraan mulai serius
rasanya gatel juga kalo tidak berkomentar.Sewaktu disebut salah satu nama
pemilik topi tersebut, beberapa berkomentar ih sepertinya anak itu gak bandel
deh. Aku mengernyitkan alis mata sembari berkomentar, emang kalo pake topi
identik dengan bandel ya? Mungkin terkadang kita lupa dengan kata bijak yang
mengatakan jangan menilai buku dari
sampulnya. Seakan-akan individu yang memakai atribut yang tidak sesuai dengan
atribut sekolah pantas diberi cap atau label bandel. Padahal usia remaja adalah
masa dimana seseorang sedang mencari identitas diri. Dan yang menyedihkan
sebagai orang dewasa yang telah melewati masa remaja , mulai dihinggapi sifat
lupa bahwa mungkin saja saat kita remaja dulu juga suka melakukan sesuatu yang
sedikit berbeda dengan teman-temannya . Dan apakah hal itu masuk dalam kategori
“ bandel “.
Minggu, 02 September 2012
Penjajahan masa kini
Mungkin tak pernah terpikir oleh kita bahwa sekarang bentuk penjajahan tidak lagi dilakukan dengan adu kekuatan fisik, cara seperti itu udah gak zaman lagi. Tetapi menggunakan akal pikiran dan strategi dagang dengan cara yang halus dan menarik dan tanpa disadari kita masuk dalam perangkap penjajahan masa kini.Khawatir dianggap sebagai orang tua yang tak mengikuti perkembangan zaman, atau dengan alasan kasih sayang. Ini terjadi manakala buah hatiku merengek-rengek minta diajak main ditempat permainan game dengan sistem koin atau isi pulsa. Dari sudut pandangku sebagai orang tua apa sih menariknya game tersebut sampai diantre panjang oleh bocah berusia sekitar 8-12 tahun.Sementara diarena game yang lain beberapa orang dewasa pun ikut riang bermain , entah sendiri atau dengan alasan menemani sang anak . Memang tak bisa dipungkiri setiap individu membutuhkan hiburan, kenyamanan dan ketenangan dalam kehidupannya . Tak mengapalah walau didapat hanya sesaat melalui permainan game tersebut. Karena saat bermain game ada beberapa hal positif yang didapat oleh individu, perasaan menjadi jago, menguji keberuntungan juga dapat mengekspresikan perasaan dengan cara bermacam-macam. Bisa dengan berteriak uuuuuuuuhhhhhhh dengan wajah penyesalan atau melompat kegirangan karena berhasil mengalahkan lawan dalam permainan game tersebut.Sementara ada sisi negatifnya juga dari permainan game tersebut.. Berdampak kecanduan penasaran ingin bermain lagi , dan lagi . Nah kalo sudah terjadi seperti ini , bukankah ini merupakan judi era kini. Tak disadari uang kita disedot terus menerus untuk memenuhi rasa penasaran . Padahal jelas-jelas dari pandangan agama apapun judi itu dilarang . Tapi mungkin belum dibahas ya judi seperti apa yang haram dari pandangan agama. Aku sebagai orang tua melihatnya dari aspek tak hanya sekedar haram dari si sudut pandang agama tapi hal lain adalah permainan game membuat anakku menjadi tak kreatif dan hanya melakukan hal-hal sebagai pengguna tak minat menciptakan hal-hal baru dan menarik sesuia kreasi mereka. Dan lengkaplah bentuk penjajahannya. , penjajahan otak dalam hal cara berpikir dan penjajahan keyakinan.
Langganan:
Postingan (Atom)