Senin, 23 Januari 2012

Maaf ya nak....

Ingat ungkapan yang berbunyi apabila tak mau merasakan sakit saat di cubit jangan mencubit. Tapi mungkin ungkapan itu hanya berlaku bagi sang korban yang di cubit tak berlaku bagi pelaku yang mencubit. Ungkapan mencubit dan di cubit. Hal sepele tapi ternyata bermakna besar. Saat menonton tayangan televisi yang memberitakan tentang makin tak amannya menggunakan kendaraan umum ( angkot ) bagi penumpang wanita. Seperti kesetanan sang pelaku lupa diri melakukan hal tak pantas di dalam angkot kepada penumpang wanita yang tak berdaya.Setan apa yang sudah merasuki pikiran bejatnya. Tak terpikirkah olehnya atau mereka oknum pelaku seandainya mereka atau keluarga mereka yang diperlakukan seperti itu.
Ungkapan mencubit dan di cubit mungkin juga bisa di ungkapkan dalam bentuk yang lain, aku memberi ungkapan sebagai pelaku dan korban. Pelaku dengan gampang melupakan hal-hal yang telah dilakukannya tak disadarinya bahwa yang dilakukan berdampak psikologis berkepanjangan sementara si korban mengalami trauma yang tak mudah untuk dilupakan. Hal yang mengganggu pikiranku saat aku dikabarkan oleh rekan wali kelas tentang siswa yang aku bimbing mengalami bullying oleh salah satu rekan kerjaku yang lain berdasarkan laporan dari orang tuanya.Sang siswa sampai sakit 2 hari tak masuk sekolah karena takut sekali dengan sang pelaku bullying. Dan yang membuat aku menyesal sekali adalah manakala kejadian itu terjadi aku sedang tugas keluar kota untuk waktu yang cukup lama. oh ...anakku maaf kan ibu tak bisa membantu mu. Walau sudah sangat terlambat akhirnya aku panggil juga siswa tersebut untuk mencari informasi tentang kronologis kejadian . Dan terkaget -kaget lah aku, siswa ku dipaksa untuk meminta maaf atas kejadian bullying yang menimpanya . Sang korban diperlakukan bullying lagi secara psikis. Menurut siswaku di harus minta maaf dan mengaku bahwa tersenyum saat belajar adalah hal yang tercela. Ketika aku melakukan cros chek atas kejadian tersebut kepada rekan sejawat hal ini yang lebih membuat ku semakin kaget dan merasa malu hati dengan entengnya rekanku mengatakan aku lupa tuh, anaknya yang mana ya......?????????
Oh Tuhan ku...ampuni lah dosa kami guru-guru yang mudah memberi label, vonis dan hukuman baik fisik maupun psikis kepada siswa/i yang kami ajar . Kami masih manusia biasa yang tak luput dari khilaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar