Kamis, 15 November 2018

GERAKAN KEBAIKAN

Berawal dari pemberian materi layanan klasikal Bk tentang 4 kata sakti http://bloggernyani2k.blogspot.com/2018/10/empat-kata-sakti-yang-mulai-punah.html?spref=tw&m=1
Dengan prolog percobaan prof Masaru Emoto yang menarik perhatian siswa/i ku untuk penasaran dan antusias bertanya. Rasa penasaran dan antusias kualihkan menjadi tantangan yang harus mereka coba. Penasaran di usia remaja dialihkan dalam bentuk kegiatan ilmiah mencari jawaban dari penasaran tersebut. Berbekal teknologi gawai yang berisi paket internet kuminta siswa untuk browsing percobaan yang dilakukan oleh prof Masaru Emoto terhadap beras. 
Membahas nya bersama-sama dan menyampaikan percobaan itu pun pernah kulakukan. 
Sambil memberi tambahan wejangan versi orang tua dahsyatnya kekuatan kata-kata 
" True Story of Word".
http://bloggernyani2k.blogspot.com/2017/03/true-story-of-word.html?spref=tw&m=1
Gerakan kebaikan adalah tantangan yang kuberikan kepada siswa/i ku untuk mulai kembali membiasakan pengucapan 4 kata sakti; Terimakasih,Permisi,Mohon maaf, Tolong. Mengajak siswa/i ku untuk melakukan observasi sebagai peneliti seberapa sering mereka mengucapkan dan mendengar kata2 tersebut diucapkan. Memberikan waktu pengamatan selama 3 minggu sambil terus menyuarakan Gerakan Kebaikan "biasakan 4 kata sakti"

Senin, 12 November 2018

Generasi gunung legend dan generasi manga

Cerita ini masih ada kaitannya dgn himbauan untuk tidak membaca komik di kegiatan budaya membaca.
Ketika generasi baby boomers ,X dan Y masih dengan bayang masa lalu tentang keindahan adalah gambaran pemandangan 2 gunung ada mentari yang terbit malu2 dari balik gunung di langit yang tergambar biru terlihat beberapa burung yg terbang bersama pasangan nya . Di bawah gunung terhampar sawah yang ditengah-tengahnya ada jalan setapak untuk dilalui dengan goresan warna yg sudah dapat dipastikan hijau untuk warna gunung, biru untuk warna langit , kuning untuk matahari hijau untuk sawah .
Generasi now tak lagi melihat keindahan pemandangan sebatas gunung dgn mentari sawah dan burung . Gambaran kehidupan bawah laut seperti di kartun Spongebob pun menjadi sesuatu yang menarik untuk dikisahkan dalam lukisan tugas akhir di sekolah . Dan ternyata hal tersebut tak menjadi hal yang menyenangkan bagi si guru dari generasi baby boomers , x dan y.
Terjadi lah perdebatan berkepanjangan . Perdebatan yang seharusnya tak perlu terjadi.
Terlihat seperti sama manakala himbauan untuk tak membaca komik dilakukan di kegiatan budaya membaca.
Generasi now memulai untuk mencintai bacaan dengan gambaran-gambaran di komik yg membangkitkan imajinasi untuk membuat gambar seperti komik yg dibaca.
Generasi now yang mampu melejitkan imajinasi khayalan kartun menjadi animasi digital mampu mengharumkan nama bangsa.
Nah masih mengecilkan dahsyat nya komik yg mampu melejitkan imajinasi generasi now? 

Kamis, 08 November 2018

Tertantang untuk Berani

Pelajaran berharga di hari ini adalah ketika menerima tantangan siswa untuk akhirnya kembali berbicara menyuarakan ide pemikiran dan gagasan di kegiatan literasi sekolah. Setelah sekian lama berdiam dan hanya menjadi pengamat yang baik. Dan akhirnya mengambil satu kesempatan untuk bersuara.
Berawal dari kegalauan selama berminggu-minggu karena himbauan yang bersifat "paksaan " untuk tak membaca komik di dalam kegiatan budaya membaca. Menantang salah satu siswa untuk menyampaikan pendapatnya dalam blog pribadinya tentang pendapatnya mengenai " Himbauan untuk tak membaca komik".
Berusaha mencari pendapat berbeda dari orang yg menyetujui larangan tersebut. Dan mendapatkan pencerahan kalimat bijak yang menenangkan.
"Nik, baca komik kan bisa kapan saja. Ikutin aja regulasinya. Jangan ajarin siswa menjadi generasi pembangkang". Ok lah menarik untuk direnungkan . Walau tak sepenuhnya setuju.
Berbeda pendapat bukan berarti bermusuhan itu bentuk dari cara berpikir kritis. 
Hingga akhirnya tantangan untuk menulis disetujui oleh salah satu siswaku.
Dan hari ini mendampingi nya berbicara dihadapan 800 pasang mata untuk mempertanggungjawabkan tulisannya. Tak ada salahnya membaca komik. Karena salah satu yg bisa membuat siswa mau membaca adalah ketika membaca komik kegemaran nya. Harus mulai belajar lah wahai guru yg mengajar anak-anak masa depan ini bahwa gaya belajar setiap anak berbeda-beda. Ketika hanya memaksakan untuk belajar dgn membaca yg berupa teks tulisan semua. Apa yang akan terjadi dengan siswa-siswa ku calon-calon animator , komikus para pengisi bidang pekerjaan di masa depan . Mematikan semangat mereka untuk berkarya bukan lah hal yang bijaksana. Dan hal ini kemudian disetujui oleh salah satu siswaku yang memiliki hobi menggambar mendatangiku di jam istirahat. " Iya bu saya setuju dengan pendapat kakak tadi kenapa harus melarang membaca komik sih? Saya aja punya cita-cita mo jadi animator. 


Kamis, 01 November 2018

Ada apa dengan Komik ?

Kegiatan Literasi yang dilakukan dalam lemabaga pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan minat baca dan menulis siswa. Di era digital saat ini bukan hal yang mudah untuk mengajak siswa membaca buku. Siswa lebih tertarik untuk mendapatkan informasi dari benda di genggaman tangannya "smartphone".
Akan menjadi suatu hal yang bersifat pemaksaan ketika kegiatan literasi yang dikemas dalam bentuk Budaya Membaca di sekolah namun diberi larangan tak boleh membawa/ membaca komik . 
Mencari definisi tentang komik. Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita . Biasanya komik dicetak diatas kertas dan dilengkapi dengan teks. ( wikipedia)
Perkembangan komik dewasa ini tak hanya ditulis dalam cetakan kertas namun sudah berkembang dalam bentuk digital animasi . Salah satu  perkembangan komik yang dapat dinikmati dalam bentuk animasi digital adalah film anak-anak Upin Ipin  yang sarat dengan muatan edukasi. Dan sama-sama dipahami film Upin Ipin begitu digemari tidak hanya oleh anak-anak. Hampir semua usia bisa menikmati muatan edukasi film tersebut. 
Mencoba mengkaji komik sebagai bahan bacaan dengan usaha menumbuhkan minat baca siswa . Bukan hal yang mudah bagi siswa yang terbiasa memegang gawai untuk takluk dengan kebiasaan membaca buku . Dan ketika kebutuhan untuk membaca walau masih berupa membaca komik dilarang maka akan kembali pada kebiasaan lama . Tak usah lagi membaca karena kegiatan budaya membaca hanya sekedar menggugurkan kewajiban duduk bersama di blue karpet menunggu hingga waktu kegiatan berakhir. Begitu sia-sia usaha tersebut.
Jadi akan lebih bijaksana ketika tidak memberi himbauan melarang membaca komik saat kegiatan budaya membaca . Daripada keinginan untuk membaca kembali hlang.

Selasa, 02 Oktober 2018

Empat kata sakti yang mulai punah


Kejadian yang mungkin terlihat sepele terjadi saat pulang sekolah. Saat gawai rekanku terjatuh akibat siswa yang sibuk menyalaminya. Menyalami guru saat bertemu adalah satu perilaku terpuji. 
Namun ketika perilaku tersebut kemudian menjadi petaka saat gawai yang sedang digenggam terjatuh karena para siswa berebut bersalaman sambil bercanda
Akibatnya gawai tersebut jatuh dan retak . Itu merupakan satu tragedi namun menjadi kekecewaan yang mendalam ketika kejadian jatuh nya gawai tesebut dibarengi dengan sikap perilaku yang tak bertanggung jawab.Mengangangkat tangan dan langsung berkata bukan saya pelakunya ya bu. 
Tanpa ada penyesalan ataupun mengucapkan kalimat maaf bu. 
Nah ... kata-kata sakti yang mulai menjadi sesuatu yang seakan tabu diucapkan adalah kata-kata Maaf, permisi,tolong dan terimakasih. 
Sebenarnya 4 kata itu adalah kata-kata yang teramat mudah diucapkan. Saat belia , remaja-remaja pasti selalu diajari untuk mengucapkan kata-kata tersebut.Dan perilaku manis  setelah mengucapkan salah satu dari ke empat kata tersebut adalah kebanggaan dari orang tuanya.  
Seiring bertambahnya usia kata kata tersebut mulai jarang terdengar bahkan seakan akan menjadi hal yang teramat istimewa saat beberapa remaja mengucapkan kata-kata tersebut disertai dengan sikap perilaku nya. 
Pekerjaan ringan tapi membutuhkan kesabaran untuk kembali membiasakan remaja menggunakan 4 kata sakti tersebut . 

Kamis, 20 September 2018

Belajar untuk Mencintai

Belajar untuk mencintai bukan merupakan hal yang mudah . 
Ketika usaha untuk mengenal, memahami menggali potensi dilakukan tak selalu mendapat tanggapan baik. 
Seperti ditampar bayangan sendiri saat ucapan yang keluar adalah "ibu jangan korupsi ". 
Kaget dan terhenyak dengan jawaban spontan dengan maksud bercanda. 
Niat untuk bersama mendampingi belajar tak mendapat respon yang sama dengan respon teman-temannya. Merasa waktu bermain nya berkurang karena niatku menggunakan jam pelajaran guru lain yang berhalangan hadir.
Berusaha untuk profesional dan mendampingi belajar sesuai dengan jam tatap muka. 
Hingga akhir jam pelajaran berakhir mengulas apa yang menjadi kegalauan . 
Dan berurai air mata karena tak mampu menahan kekecewaan . Aku masih berharap tapi aku harus belajar mencintai . 
Dan saat ini kalian yang menjadi tempat ku belajar mencintai. 
Bantu ibu ya nak,untuk bisa mencintai kalian. 
Dan sama- sama saling mencintai,"ucapku diakhir pertemuan. 
 
 

AMBAK...Apa Manfaatnya BagiKu?






Kata-kata ambak pertama kali ku dapatkan saat membaca buku Quntum Teaching. 
Dalam salah satu pembahasan ada tertulis kata-kata ambak. 
Apa manfaatnya bagi ku. Ternyata kata-kata itu seperti kata-kata sakti untuk bahan perenungan bagi guru dan dunia pendidikan. 
Sering kali siswa yang dalam struktur pendidikan ditempatkan di posisi teratas ( seharusnya subjek) dalam kenyataannya dibuat seperti piramida berada pada posisi tak berdaya. Posisi rentan. 
Tak ingin melebar menjadi perdebatan ketika berusaha menyampaikan kegalauan siswa yang diberondong tugas setiap harinya. Belajar beragam pelajaran yang belum tentu sesuai minat nya.
Ambak yang harusnya menjadi kunci terjalinnya kegiatan belajar mengajar seringkali diabaikan. 
Siswa tak dilibatkan atau sekedar diberitahu mengapa harus belajar mata pelajaran yang tidak diminatinya. Subjek diperlakukan menjadi objek. 
Ingat sekali kalimat spontan yang terucap dari lisan siswa yang bernada keluhan ," buat apa sih bu saya harus belajar mapel "X" saya g tertarik jadi ... ( menyebut salah satu profesi) . 
Atau keluhan lain yang juga membuat merinding mendengar nya , " yang penting nilai gw di rapot bagus " .Dan mengakui bahwa dia sama sekali tak paham apa yang dipelajari. 
Belajar hanya sekedar memindahkan isi buku cetak ke kertas ujian dan mendapatkan nilai. 
Ketika secara emosional siswa dilibatkan untuk menentukan arah minat mereka disertai dengan penjelasan pentingnya mempelajari setiap kompetensi dari setiap mapel akan meminimalkan keluhan dan rasa keterpaksaan tersebut.
Siswa akan merasa dihargai karena dia lah yang menentukan yang menjadi kebutuhan nya. 
Dan menjadi lebih bertanggung jawab bukan sekedar khawatir mendapat nilai buruk. 
Melibatkan siswa dalam pembelajaran berarti mengajarkan kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap pilihannya