Rabu, 10 Juli 2024

Uji Nyali untuk Branding Diri

 







Judul ini jadi judul presentasi dalam kegiatan Temu Pendidik Nusantara -Depok 2024. Berawal dari penyelesaian misi belajar membantu pak Toto yang pendiam tidak yakin bisa jadi penulis. Padahal selama ini tulisannya sering sliweran di berbagai akun media sosialnya. Uji nyali versi ku adalah uji nyali menulis essay untuk mengikuti kegiatan sebagai Pengajar Praktik dan Fasilitator . Dan proses uji nyali terlaksana dengan lancar hingga sampai dgn hari ini dipercaya untuk membersamai CGP . Menulis menjadi sarana yang katarsis bagiku ketika bisa menyampaikan pesan tertulis . Cerita di ruang konseling cerita bersama murid dalam aktifitas kbm juga saat mengeluarkan uneg-uneg perasaan dan pikiran berkaitan dengan kebijakan tak bijak . Satu quotes yang menjadi pegangan dalam menulis adalah Tulisanku tak akan mampu mengubah dunia , namun bisa membuat hidupku lebih berwarna .

Dan dari menulis pula banyak jalan terbuka untuk bisa berbagi pengalaman dan praktik baik sebagai nara sumber, penulis dll. Akhirnya aku meyakini berawal dari uji nyali untuk menaklukkan tantangan dalam merangkai kata-kata bisa menjadi branding diri yang menginspirasi diri sendiri dan banyak orang .



 


Sabtu, 08 Juni 2024

Pembelajaran Berdiferensiasi

 Cerita tentang pembelajaran berdiferensiasi menjadi hal yang hangat untuk jadi pembahasan resmi maupun tak resmi dalam segala kegiatan disekolah 

Dalam Program Guru Penggerak dalam paket modul 2 Praktik Pembelajaran yang berpihak pada murid membahas banyak hal tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi . Di modul 2.1 dengan sub tema nya adalah Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid mengupas tentang kesiapan belajar murid ,minat murid dan profil murid . Ketiga aspek yang diungkapkan oleh Tomlinson dari buku yang kemudian menjadi dasar acuan modul PGP “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability” . 

Yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi adalah  serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1.Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.

2.Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.

3.Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar

4.Manajemen kelas yang efektif.

5.Penilaian berkelanjutan. .

Miskonsepsi masih sering terjadi dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan mengelompokkan murid dalam kelompok gaya belajar nya ,visual auditori dan kinestetik. Dan hal ini menjadi temuan menarik ketika refleksi saat  melakukan pendampingan individu bersama CGP . Beberapa murid menyuarakan keberatannya manakala temannya yang diidentifikasi memiliki gaya belajar kinestetik diperbolehkan untuk belajar di luar kelas. Tentu saja dalam pikiran murid ada perlakuan tidak adil yg diterima oleh murid dg gaya belajar auditori dan visual .

Hal lain yang bisa menjadi pengingat untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sebagai pemenuhan belajar murid adalah saat sesi penilaian. Dalam asesmen akhir tahun semua penilaian hanya dilakukan dengan cara tes tulis . Apakah tes tulis nya dengan menggunakan aplikasi on line atau dengan menggunakan lembar jawaban kertas yang pasti lembaga pendidikan masih dengan paradigma asesmen akhir untuk mendapatkan penilaian hasil belajar murid hanya dapat dilakukan dengan melakukan ujian tulis bersama. Pengabaian bahwa setiap murid dengan kebutuhan belajar yang berbeda begitu juga dengan sistem penilaiannya .             Menjadi tidak adil saat proses KBM guru melakukan observasi dan asesmen dan menemukan kebutuhan belajar murid dapat dipenuhi dengan pembelajaran berdiferensiasi namun saat asesmen penilaian murid dipaksa dinilai hanya dgn satu standar penilaian yaitu tes tulis .  Dan hasil akhir dalam bentuk laporan hasil belajar saat pembagian raport adalah dengan penilaian labeli

Cerita tentang pembelajaran berdiferensiasi menjadi hal yang hangat untuk jadi pembahasan resmi maupun tak resmi dalam segala kegiatan disekolah 

Dalam Program Guru Penggerak dalam paket modul 2 Praktik Pembelajaran yang berpihak pada murid membahas banyak hal tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi . Di modul 2.1 dengan sub tema nya adalah Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid mengupas tentang kesiapan belajar murid ,minat murid dan profil murid . Ketiga aspek yang diungkapkan oleh Tomlinson dari buku yang kemudian menjadi dasar acuan modul PGP “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability” . 

Yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi adalah  serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1.Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.

2.Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.

3.Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar

4.Manajemen kelas yang efektif.

5.Penilaian berkelanjutan. .

Miskonsepsi masih sering terjadi dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan mengelompokkan murid dalam kelompok gaya belajar nya ,visual auditori dan kinestetik. Dan hal ini menjadi temuan menarik ketika refleksi saat  melakukan pendampingan individu bersama CGP . Beberapa murid menyuarakan keberatannya manakalala temannya yang diidentifikasi memiliki gaya belajar kinestetik diperbolehkan untuk belajar di luar kelas. Tentu saja dalam pikiran murid ada perlakuan tidak adil yg diterima oleh murid dg gaya belajar auditorial dan visual .

Hal lain yang bisa menjadi pengingat untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sebagai pemenuhan belajar murid adalah saat sesi penilaian. Dalam asesmen akhir tahun semua penilaian hanya dilakukan dengan cara tes tulis . Apakah tes tulis nya dengan menggunakan aplikasi on line atau dengan menggunakan lembar jawaban kertas yang pasti lembaga pendidikan masih dengan paradigma asesmen akhir untuk mendapatkan penilaian hasil belajar murid hanya dapat dilakukan dengan melakukan ujian tulis bersama. Pengabaian bahwa setiap murid dengan kebutuhan belajar yang berbeda begitu juga dengan sistem penilaiannya .             Menjadi tidak adil saat proses KBM guru melakukan observasi dan asesmen dan menemukan kebutuhan belajar murid dapat dipenuhi dengan pembelajaran berdiferensiasi namun saat asesmen penilaian murid dipaksa dinilai hanya dgn satu standar penilaian yaitu tes tulis .  Dan hasil akhir dalam bentuk laporan hasil belajar saat pembagian rapot adalah dengan penilaian labeling yang diberikan adalah murid tidak pintar , murid nakal,murid pecicilan murid baik murid pendiam . 

Tantangan besar untuk dapat mengubah miskonsepsi ttg pembelajaran berdiferensiasi hingga penilaian akhirnya dengan tetap memenuhi kebutuhan belajar murid .

Sabtu, 25 Mei 2024

Dunia Berkualitas dan Kebutuhan dasar Manusia.

 Tulisan ini masih ada hubungan nya dengan tulisan sebelumnya tentang teori stimulus Respon dari Thorndike dan teori kontrol yang disampaikan oleh William Glasser Choice teori meluruskan miskonsepsi tentang makna kontrol 

  • Ilusi guru mengontrol murid.  

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.

  • Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.  

Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha  untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah  suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu,  kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk  menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.

  • Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada  identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka.  Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru  untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan  negatif.

  • Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. 

Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab  untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang  dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah  pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari  bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang,  dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk (Modul 1.4 Budaya Positif PGP)

Perubahan paradigma tentang teori Stimulus Respon menjadi teori kontrol memberi pemahaman berpikir baru bahwa setiap individu memiliki kendali atas keputusannya sendiri. Kendali dan keputusan yang diambil oleh individu dapat berjalan baik ketika kebutuhan dasar sebagai manusia terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia dari Dr William Glasser adalah Kebutuhan bertahan hidup, Kebutuhan kasih sayang dan diterima,Kebutuhan pengakuan atas kemampuan,kebutuhan akan pilihannya (mandiri atas pilihannya) dan kebutuhan akan kesenangan. Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif.  Dan setiap individu memiliki gambaran ideal tentang kehidupan . Dunia berkualitas yang diimpikan oleh individu dapat terpenuhi saat kebutuhan dasarnya sebagai manusia terpenuhi . 


Stimulus Respon VS Teori Kontrol

 Judul cerita ini merupakan pembahasan menarik dari modul yang ada di Program Guru Penggerak modul 1.4 Budaya Positif.

Stimulus Respon adalah teori yang digagas oleh psikolog Amerika Edward L. Thorndike yang berpendapat bahwa kemungkinan suatu stimulus tertentu akan berulang kali menimbulkan respons tertentu bergantung pada konsekuensi yang dirasakan dari respons tersebut. 

Teori ini menjadi teori panduan yang membuat kita memahami tentang respon yang muncul berdasarkan stimulus yang didapat oleh individu . Lebih satu abad teori Stimulus Respon dari tahun 1900 merajalela dalam pemikiran banyak guru.

Bagaimana individu memberi respon berdasarkan stimulus yang diterima. Contoh ketika seorang murid yang pernah melakukan kesalahan lupa menggunakan atribut sekolah saat upacara dan pastinya si murid akan mendapat hukuman dari sekolah karena tidak mematuhi aturan sekolah yang sudah dibuat. Respon yang dimunculkan oleh murid yang tak mematuhi aturan bisa beragam dan si pemberi stimulus (pembuat aturan) mengontrol agar murid tersebut mematuhi aturan yg sudah dibuat dan siap menerima konsekuensi. Dalam pemahaman teori Stimulus Respon perilaku buruk dipandang sebagai suatu kesalahan, Si pemberi hukuman akan merasa menang apabila si pembuat kesalahan kemudian mau menerima hukuman dari kelalaian yg dilakukannya. Dan masih banyak cerita yang menggambarkan tentang penerapan teori Stimulus Respon yang masih di lakukan hingga kini. Tak mudah memang mengubah paradigma berpikir stimulus respon .

Perubahan paradigma tentang teori Stimulus Respon menjadi teori kontrol memberi pemahaman berpikir baru bahwa setiap individu memiliki kendali atas keputusannya sendiri. Ketika seseorang murid yang terlupa memakai atribut sekolah seperti contoh diatas bisa saja si murid tersebut merasa bersalah dan akan melakukan perbaikan diri karena tidak ingin mendapatkan hukuman . Namun belum tentu keinginan nya untuk memakai atribut lengkap benar-benar berasal dari kemauannya sendiri. Motivasi murid tersebut masih berdasarkan kontrol dari luar dirinya. Dan hal seperti ini tidak akan berdampak panjang. 

Menerapkan disiplin positif untuk menjadi suatu budaya positif membutuhkan pemahaman dari si pelaku disiplin dan juga pembuat aturan disiplin. Perlu kiranya melibatkan seluruh warga sekolah untuk menggali nilai-nilai kebajikan yang ingin diwujudkan menjadi suatu kesepakatan dan keyakinan bersama


Selasa, 13 Februari 2024

3 yang saling Menguatkan

 Mengamati 3 sahabat kecil dengan karakter remaja yang melekat dalam diri mereka. Tertarik untuk menuangkan menjadi cerita deskriptif tentang 3 yang saling menguatkan . Awal berkenalan dengan salah satu dari 3 yang mogok tidak berminat melanjutkan pendidikan di sekolah ini. Wow… menjadi tantangan untuk melakukan pendekatan agar mengurungkan niat nya pindah sekolah. Panggilan berulang yang dilakukan oleh pihak sekolah melalui wali kelas dan guru BK hanya sekedar mengumpulkan info ttg A,B,C hingga Z dari penyebab satu dari tiga sahabat baru ini selama beberapa hari tidak hadir di sekolah. Hingga akhir nya mendapat kesempatan bertemu langsung menjelang waktu bertugas hari itu selesai . Bercerita sedikit untuk mendengarkan alasan mogok sekolah versi dirinya. Hingga aku menyampaikan untuk cari info akurat apabila memang ingin pindah sekolah .Dibarengi dengan berdiskusi tipis-tipis meminta untuk menangguhkan niat pindah sekolah sampai mendapatkan kejelasan posisi yang pasti. Menjelang sesi konsultasi berakhir memastikan kesediaannya untuk esok hari hadir sambil menunggu info akurat posisi yg tersedia di sekolah yg ditujunya.         Keesokan harinya sebelum aku sampai disekolah informasi mengabarkan satu dari 3 itu sudah menunggu di ruangan ku. Ku Sambut dengan hangat sambil mengapresiasi karena sudah mau hadir di sekolah.Masih terlihat keengganan nya untuk masuk ke kelas . Dan meminta untuk menunggu di ruang BK sambil ngobrol sebentar sebelum bel awal pelajaran dimulai. 2  teman baiknya mengintip di jendela,hingga ku minta untuk bergabung menemani sahabat kecilku di ruangan BK . Kuberi ruang dan waktu untuk mereka saling melepas rindu. Sambil aku melanjutkan aktivitasku memberi layanan klasikal di lantai 4. Bel pelajaran berakhir aku buru-buru turun menemui 3 sahabat baru ku . Wajah 1 dari 2 yang lain sudah lebih bersinar dan tak lagi terlihat murung. Lalu melanjutkan bertanya masih tetap mau menunggu di ruang BK hingga jam pelajaran berakhir atau mau mencoba bergabung ke kelas bersama 2 sahabat yg selalu setia menemani.Menarik nafas panjang sambil tetap memberi penguatan dengan memegang jemari kecilnya. Iya bu , saya naik ke kelas bareng teman-teman saya ya . Ok baiklah nak , ibu antar ke kelas ya sambil menyapa teman-temanmu yang lain . Saat jam pelajaran berakhir wajah ketiga sahabat terlihat ceria dan saling tersenyum berpamitan ke ruang BK mau pulang bersama . 

Di hari berbeda , sahabat yang lain merasa tak nyaman karena terlibat konflik . Selalu saling menguatkan dan menyapa di jejaring media sosial bolehkah kami membantu kecemasanmu dengan kamu hadir di sekolah berbagi kesedihan dan bersama menghadapinya . 

Persahabatan yang baik diawali dengan rasa saling membutuhkan . Terimakasih sahabat  baru yang memberi pelajaran berharga . Love U


Jumat, 02 Februari 2024

Beda Generasi Beda Pandangan

 Literasi tak identik dengan sekedar membaca buku teks saja.Literasi dapat bermakna luas ketika memiliki kemampuan mengembangkan daya imajinasi melalui kata-kata yg dirangkai dalam kalimat indah. Tak seperti umumnya siswa-siswi dengan pencapaian tugas perkembangan normal. Siswi istimewa ku ini memiliki karakteristik menarik. Dengan latar belakang pengasuhan dan kondisi psikologis yang pernah dialami mampu menarik perhatianku untuk menggali potensi dirinya. Tuhan memang tidak pernah salah menciptakan makhluk nya. Istilah keren nya adalah Tidak ada produk Tuhan yang gagal. Dan dari istilah ini pula diingatkan untuk bijak memaknai dan berliterasi untuk selalu menggali potensi terbaiknya.Jangan gunakan kacamata minus untuk melihat potensi individu. Atau jangan paksa ikan untuk memanjat pohon atau berlari kencang karena hal itu akan berakibat semakin jauh potensinya bisa tergali. Tak sesuai dengan kodratnya .

Cerita tentang siswi istimewa ku kali ini adalah tentang kemampuan menulisnya yang mengagumkan. Dengan tampilan yang malu  dan cenderung menarik diri. Butuh energi untuk bisa mendekati nya . Tatapan mata yg diawali dgn kecurigaan pada orang yg baru dikenal menjadi tantangan tersendiri untuk mengajaknya percaya . Rangkaian kata-kata yang ditulis saat berbagi cerita di kolom percakapan media sosial memberi satu poin penting sebagai data dia memiliki kemampuan linguistik baik . Walau sempat terdengar cerita lucu manakala siswi istimewa ini mendapat kesempatan untuk ulangan lisan.Kemampuan linguistiknya ditunjukkan dengan rangkaian kata yang diucapkan namun ternyata tak sejalan dengan pemahaman sang guru. Kutipan lirik lagu Walau mentari terbit di utara  karya Kahitna menjadi kekagetan tersendiri bagi sang guru ketika siswi ku dengan polos mengucapkannya  menjadi rangkaian kalimat demi menjawab pertanyaan lisan sang guru. Yup beda generasi beda pandangan .

Minggu, 26 November 2023

Refleksi Hari Guru

 


Memaknai perayaan hari Guru bukan sekedar tentang ucapan disusun menjadi kata yg bermakna. Kado dalam rangkaian yang apik. Guru juga masih manusia yg butuh diberi ruang berkreasi , berpendapat berkolaborasi. Didengarkan ,dan dipahami . Bukan sekedar disuruh tunduk dan patuh terhadap peraturan yang dibuat atas dasar aturan yang dilanggar. Makna pembelajaran apa yang dipetik ketika kemerdekaan berpendapat dibungkam dengan dalih rencana Tuhan pasti lebih baik . Akan hilang makna semangat dari firman Tuhan  Allah tidak akan merubah nasib (seseorang) suatu kaum apabila ia tidak ingin atau mau merubah nasibnya sendiri (QS. Ar-Radu' : 11). Ketika Guru diminta untuk mengajarkan keberanian kepada murid , membuka wawasan,berani berpendapat. Apakah tidak sebaiknya guru pun diberi ruang dan kesempatan untuk didengar dan dipahami. Guru juga manusia punya rasa punya hati .