Minggu, 03 April 2016

Sekolah Manusia dan Sekolah Robot

Konsep tentang sekolahnya manusia yang digagas oleh penulis buku trilogi " Sekolahnya manusia, gurunya manusia dan orang tuanya manusia " sedikit banyak sudah mulai dipahami oleh putra bungsuku.
Ajang kumpul saat makan malam biasanya terjadi komunikasi yang menyenangkan .
Ketika cerita -cerita kritis yang terjadi dalam suasana di sekolah .
Percakapan ringan yang dilakukan dengan guru bahasa Indonesia membuatku tersenyum . Saat guru nya bertanya kenapa disebut dengan sekolahnya manusia lugas putraku menjawab sekolahnya manusia adalah sekolah yang menghargai apapun hasil  karya siswanya sesuai pemahamannya bukan sesuai pemahaman gurunya.
Tersadar sang guru langsung menimpali , oh seperti waktu kamu membuat puisi tentang empang ya ' sahut gurunya ketika memberi tugas untuk membuat puisi tentang pemandangan alam .
Sekolah manusia dan sekolah robot sesuai dengan pemahaman putraku , sekolahnya manusia menghargai semua karya siswa sesuai dengan pemahaman siswanya , ketika jawaban yang diberikan tak sesuai dengan arahan gurunya manusia bisa menggalinya.
Sementara sekolah robot , guru akan langsung menyalahkan ketika siswa memberi jawaban  yang tak sesuai arahan gurunya dan tak mencari tau sejauh mana alasan siswa dengan jawaban tersebut

Ketika Keramahan Semakin Memudar

Ibu, aku kangen pengen curhat , begitu ungkapan chat di sosmed.
Kenapa nak tanyaku melalui jaringan pribadi .
Mengalirlah ceritanya yang sedikit tertekan dengan sikap guru pembimbingnya yang tidak memahami keadaannya . Jangankan memahami mengenal pun belum tentu ...mungkin.
Dia gak kayak ibu dilanjutkan lagi ceritanya . ups kujawab cepat . Setiap orang berbeda nak dan tidak ada orang yang suka dibanding-bandingkan . iya sih .
Terus ada keluhanmu nak lanjut pertanyaanku.
Diungkapkan tentang ketertekanannya karena sang pembimbing yang diharapkan bisa memberi ketenangan malah berperilaku menekan bahkan menyindir. Mematikan semangat dan motivasinya .
Aku cukup mengenal anak didikku ini meski saat ini tak lagi belajar di lembagaku .
Semangatnya sangat luar biasa . Si mungil yang dulu sering digotong teman-temannya karena memiliki riwayat maag yang kronis.
Semangatnya ditunjukkan dalam aktifitas fisik dan dengan membuat kesepakatan silahkan ikut kegiatan dan harus ingat makan .
Dijawab dengan anggukan kepala tanda setuju .
Tak mungkin dilarang ketika minatnya mengarah ke arah aktifitas fisik.
Hanya dibutuhkan dialog untuk memahami kemauannya.
Proses memahami tak selalu berjalan mulus berbagai faktor dan tuntutan membuat jarak dan keramahan semakin terbentang .
Si pembimbing menuntut dan tak belajar memahami hingga mengabaikan keramahan
si pelajar tertekan berharap dipahami .

Minggu, 27 Maret 2016

Ada Apa dengan mu nak ?

Ada apa dengan mu nak ?
Ketika dahulu begitu semangat bercerita tentang beberapa informasi saat pulang sekolah .
Semua diceritakan dengan ekspresi antusias dan mata berbinar-binar .
Berbeda ketika sejak memasuki masa abg ,
Rasa antusias mulai terkikis
Ungkapan tak tertarik dan bingung dengan yang dipelajari saat ini.
Tak terpikir olehku mengatakan anakku tak bisa menjawab soal-soal ujiannya .
Apabila meminjam kebiasaan para ibu-ibu yang aktif untuk pamer dengan prestasi anaknya. 
Anakku pun pernah mengalami masa gemilang dan membanggakanku sebagai orang tuanya.
Dengan nilai ujian akhirnya yang memperoleh nilai sempurna . 
Mencoba menggali informasi dengan dialog yang tak menggurui , terkuaklah misteri mengapa anak kebanggaan ku mengalami kemunduran dalam akademiknya saat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi . Pengajar di kelas nya mengajar seperti seorang dirigen yang memukul-mukul meja dan berteriak nyaring. Terkadang bertindak seperti hakim yang suka memberi hukuman pada siswanya yang menjawab pertanyaan tak sesuai dengan buku paket yang digunakan. Amboi...mati gaya si pengajar menghadapi siswa/i yang kritis.



Rabu, 09 Maret 2016

Menguji Netralitas

Nasi telah menjadi bubur begitu bunyi pepatah yang bernada penyesalan , namun bukan berarti buburnya tidak bisa dibuat menjadi sedap kan ? 
Pepatah itu aku rasa cocok untuk menggambarkan kejadian yang dialami bersama dengan siswa/i ku. Rentetan kejadian yang berakhir dengan perselisihan.
Berawal dari foto angkatan kegiatan yang biasa digagas oleh siswa yang tergabung dalam angkatan tersebut. Semua ingin menunjukkan kebenarannya . 
Harapanku mereka akan punya cerita dengan teman sesama remajanya tak disambut baik dengan alasan sepele , "tak diajak, panas bu "
oh anakku dengan sedih tak berucap kututup koment dengan menarik nafas dalam dalam. Mencoba untuk menghormati keputusan mereka . 
Dan tak berselang lama rentetan pertanyaan ditujukan kepadaku kenapa anaknya gak ikut bu ,
gak mau bergabung dengan kami , kami gak sederajat ya bu ...
Tak mampu memberi jawaban yang memuaskan kusampaikan pernyataan maafku mewakili siswa bimbinganku yang aku sebagai wali kelasnya.
Jiwa remaja yang bergejolak masih tak puas dengan permohonan maafku dan berlanjut saling serang di sosial media.
Prihatin dan membuat migrenku kumat .
Menguji kesabaran dan netralitas profesi. Yang menolak bergabung adalah anak-anakku .
Sementara harapan besar sebagai pembimbing adalah memberi cerita indah di masa remaja dengan teman-teman seangkatannya .
Ujian besar bagiku untuk netral dan tak berpihak.
Benar katakan benar dan ketika melakukan kekeliruan beri arahan yang baik.
Ungkapan manja bernada kedekatan, walikelas kami gak nyuruh kok hmm anak bimbinganku yang luar biasa semua harus berdasarkan perintah dan arahan wali kelasnya .
Di satu sisi berperan sebagai wali kelas yang secara tak tertulis punya tugas membela siswa bimbingannya namun di sisi lain diriku miliksemua siswa yang punya hak juga mendapat pelayanan dan perhatian yang sama
Di awal Maret anak-anak hebat ku benar-benar mengajarkan kepadaku  tentang netralitas dalam bersikap, kebesaran hati untuk mengakui kekeliruan tetap berpikir positif menghadapi setiap masalah dan mengajarkan cara mengambil hikmah dari setiap kejadian . Terima kasih

Saat komunikasi terhambat

Komunikasi adalah bagian penting dalam kehidupan manusia .
Merujuk definisi komunikasi adalah saat mana seseorang atau beberapa orang menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan  atau orang lain. 
Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
Tak jarang kesalah pahaman terjadi sebagaimana persepsi yang dirasa oleh penerima dan penyampai pesan.
Berawal dari harapan menunjukkan identitas angkatan melalui foto bersama tak disambut baik karena hambatan komunikasi yang terjadi berdampak panjang dan melelahkan.
Harapan bisa menjadi bagian dalam cerita masa remaja ternyata tak semua remajaku berpikiran sama . Dengan argumen tak diajak tak diberi informasi sementara dari pihak yang mengajak mempunyai argumen berbeda .
Sedih dan kecewa karena berdampak perselisihan yang konyol . Semua anakku semua bimbinganku , namun ketika keegoisan yang berbicara semua merasa paling benar .
Niat awal untuk bikin kompak atau solid sesuai bahasa abg , mau gak mau harus direnungkan .
Berpikir keras untuk menyelesaikan dan mencari solusi terbaik agar semua belajar untuk saling memahami .
Bukan tugas mudah ketika persepsi masih berbeda tapi tetap harus dilakukan agar komunikasi berjalan efektif .
Proses pembelajaran yang amat mahal ketika komunikasi terhambat menyebabkan banyak efek negatif yang terjadi . 

Loyalitas dan Profesional ...???

Selalu terpikir dalam benak pikiran saat menanda tangani DP3 bagaimana sih kategori loyalitas dalam pekerjaan . 
Loyal ditujukan pada siapa ya ? 
Pada pejabat pemberi kebijakan atau kepada pekerjaan itu . 
Karena hampir setiap tahun ketika waktunya menanda tangani DP3 pertanyaan tersebut selalu berulang . Kejadian yang sama mempertanyakan penilaian pada aspek loyalitas , yang sekarang diganti menjadi aspek orientasi pelayanan . 
Dan saat bertahan untuk mempertanyakan tentang penilaiannya . 
Jawaban subjektif yang diperoleh . 
Oh ...ketika loyalitas dan profesional masih dinilai sebatas like and dislike.

Minggu, 28 Februari 2016

Teriakan bahagia ...

Kebahagian anak adalah kebahagiaan orang tua . 
Kuungkapkan pada rekanku yang punya jabatan sebagai wakil kurikulum. 
Ketika yang bersangkutan ingin mengumumkan tentang pembatalan pendalaman materi (PM) selama uji coba ujian nasional berlangsung. 
Nanti ajalah ngasih pengumumannya katanya lagi. Sekarang aja paksaku , kan seru denger teriakan siswa yang bahagia karena pm ditiadakan . Ah nanti jadi rame kelas kata wakil memberi alasan . Kujawab lagi gak suka apa liat anak bahagia . Ketika anak tertawa bahagia ada energi yang disalurkan pada kita orang dewasa sehingga orang dewasa pun turut merasakan kebahagiaan . 
Kenapa begitu mudah melupakan saat-saat bahagia ketika melihat senyum , canda tawa dan gurauan anak-anak . 
Padahal dalam diri setiap individu ada sisi anak-anak, sisi dewasa juga sisi orang tua . Seperti teori yang dikemukakan oleh Erick Berne dengan pendekatan analisis transaksionalnya .
Sesekali melupakan perilaku yang menjaga jarak dan wibawa saat berada dalam dunia anak-anak agar terjadi kedekatan emosi yang baik