Selasa, 13 Desember 2011

Renungan hari Guru

Setiap membaca tulisan dari Prof Rhenal Kasali selalu ada hal-hal menarik yang dapat dijadikan alasan untuk direnungkan.Tulisan di Koran Sindo tgl 8 Desember 2011 yang berjudul “ Perbaiki Sekolah “ ternyata tak sekedar memuat tentang cerita bangunan fisik sekolah di beberapa SD yang mudah rubuh dan tak layak ditempati untuk tempat belajar .Seperti yang sering menjadi soroton berbagai media yang menurut mereka hal itu merupakan berita terhangat untuk diangkat menjadi konsumsi public . Setelah membaca tulisan itu justru yang bisa dilakukan adalah merenungi apa sih sebenarnya yang sudah kami berikan di usia korps PGRI berusia 66 tahun. Ternyata masih berkutat pada hal-hal yang sifatnya seremonial dan rutinitas. Tak pernah atau mungkin jarang sekali para guru benar-benar mengembangkan amanat dari UU Pendidikan mengembangkan segala potensi peserta didik . Dibungkus dengan kemasan yang menarik untuk kepentingan siswa agar mereka giat belajar dan tak lagi khawatir menghadapi Ujian Nasional dibuatlah para siswa harus patuh dengan segala aturan agar mereka hanya focus pada kegiatan belajar . Kegiatan belajar yang dominan menggunakan belahan otak kiri dan mengabaikan belahan otak kanan.Para siswa dituntut atau bahasa pedagogicnya adalah di drill dengan latihan soal-soal menjelang ujian . Padahal kehidupan nyata yang harus dihadapi para siswa saat selesai sekolah bukan lagi tentang cara mengerjakan soal tetapi lebih kepada keahlian afektif dalam mengelola emosi dan kecakapan hidup. Dan hal seperti itu jarang atau sekali lagi mungkin tak pernah diajarkan di bangku sekolah.Dan tak mengherankan pada kenyataan di dunia nyata begitu bubar jam sekolah para siswa layaknya domba yang kebingungan mencari figure teladan . Bertindak seenaknya dengan melakukan ‘ Bullying’ kepada pihak lain yang lebih lemah . Perilaku yang sangat mengkhawatirkan akan menjadi hal yang terbiasa dilakukan apabila system pendidikan yang dibuat tak menyentuh kebutuhan peserta didik . Akhirnya mereka hanya sekedar menggugurkan kewajiban untuk menjalani kehidupan sekolah tetapi tak memahami apa sebenarnya yang harus mereka dapat saat belajar menjadi siswa. Karena begitu mereka menyelesaikan pendidikan formalnya tak selalu ilmu yang mereka peroleh dapat berguna dalam kehidupannya. Masih bersyukur apabila ilmu yang didapat tersimpan dalam memory otak peserta didik namun apabila ternyata hanya sekedar pelengkap untuk menuntaskan KKM pada setiap mata pelajaran sayang sekali waktu yang telah dilalui percuma dan buang-buang waktu karena mungkin bagi sebagian peserta didik tak menjadi kebutuhannya dan tak ada kesan yang tertinggal dari mempelajari materi yang ada.

Apabila mau direnungkan dari teori yang di kemukan oleh Howard Gardner yang kemudian di ceritakan dalam bentuk kisah dongeng binatang, jangan paksakan ayam untuk bisa berenang karena bukan hal itu yang menjadi kecerdasan seekor ayam, atau jangan paksakan kelinci untuk bisa terbang tinggi karena kelinci tak diberi anugrah sayap untuk terbang tapi di beri bekal sebagai binatang yang memiliki ciri pemalu , penurut dan lembut. Begitulah hendaknya setiap pendidik memperlakukan setiap muridnya. Sesuai dengan keunikan dan karakter yang dimiliki oleh siswanya. Membandingkan atau menyamaratakan kemampuan siswa adalah hal yang sangat tidak bijak, karena kita pun sebagai orang dewasa juga sangat tidak suka apabila dibanding-bandingkan dengan orang yang lain yang secara psikologis kita tak tertarik. Berbeda mungkin apabila kita memberi motivasi kepada siswa untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan keinginannya. Karena pada dasarnya setiap individu ingin dihargai sesuai dengan keadaannya.

Dan selama aku menjadi guru tak pernah ada penilaian yang dilakukan terhadap guru berdasarkan kepuasan siswa yang dibimbing/ dididiknya . Penilaian sering kali diberikan kepada guru oleh atasannya. Dan tak jarang hal demikian menimbulkan perilaku dari guru diantaranya ABS karena mengajar atau mendidik sesuai petunjuk dari atasan , kemauan atasan atau selera atasan. ( Di kira-kira sendiri saja siapa yang biasa menilai kinerja guru, dan diatasnya lagi) Sehingga hal yang seperti ini tak jarang guru mengajar/ mendidik tanpa dibalut dengan kasih sayang, menganggap siswa yang diajar hanyalah sebagai objek dari materi yang harus disampaikan.Merupakan kebanggaan bagi guru manakala murid yang diajarkan mendapat nilai tinggi dan tuntaslah pembelajaran yang dilakukan itu menurut si guru. Sementara percakapan yang berlangsung diantara siswa adalah kelelahan yang dirasakannya selama mengikuti pelajaran karena tak dianggap sebagai subjek penentu . Tetapi robot dengan balutan untuk kehidupan masa depan .Ironis tapi seperti itulah kenyataannya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar