Minggu, 20 Juli 2014

Cerdas Versiku

Berada dalam lingkungan eksklusif kognitif rasanya benar-benar membuatku tak nyaman . Berawal dari dialog penerimaan siswa baru melalui jalur lokal yang hanya menerima hasil nem dengan angka 5,5 . Tak ikut komentar hanya menjadi pendengar yang baik saja . Berlanjut dengan pernyataan yang membuat telingaku panas dan emosiku memuncak ketika tersebut salah satu nama siswa yang masuk dalam kategori spesial. Diolok -olok sebagai anak bodoh karena tak mampu mencapai standar KKM di lembaga sekolahku . Kutanya dengan intonasi tinggi , " maaf ya , kalo anda menghina siswa tersebut . Berarti anda menghina ciptaan Tuhan . Ingat....tidak ada produk Tuhan yang gagal . Ketika mereka terpinggirkan karena tak bisa beradaptasi di lembaga ini , kita punya andil terhadap kegagalannya. Karena sebagai pendidik kita tak mampu melakukan discovery ability . Ketika input yang masuk sudah baik dan output juga baik berarti tak ada proses menantang yang sudah dilakukan sebagai pendidik. 
Akan berbeda ketika input tak sebaik hasil di atas kertas tapi sebagai pendidik bisa melakukan penggalian kemampuan ( discovery ability), menempatkan pada potensi siswa yang sesungguhnya (right man on the right place) sehingga siswa tersebut menjadi mandiri dalam kehidupan nyatanya (benefit )
Apakah itu tak dimaksud dengan cerdas . Mungkin definisiku tentang cerdas berbeda dengan definisi umum . Tapi sering juga kusampaikan kepada orang tua yang melakukan konsultasi , " memilih anaknya hebat diatas kertas ( rapot , ijazah , hasil tes IQ ) tapi tak mandiri dalam kehidupan nyata . 
Ujian sebenarnya bukan saat menjawab soal-soal tes , tapi bagaimana setiap individu bermanfaat untuk dirinya sendiri dan lingkungannya .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar