Selasa, 23 Agustus 2016

Wacana Full Day Yang Bikin Resah

Ada pendapat yang beredar di masyarakat ganti mentri ganti kebijakan ...ternyata itu benar adanya .
Sebagai pendidik yang juga orang tua kaget juga dengan rencana kebijakan yang diterapkan oleh Mendikbud baru. 
Wacana full day school menghasilkan beragam reaksi baik dikalangan orang tua , guru dan juga siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar. 
Berbicara sebagai orang tua yang pernah merasakan putra/i nya bersekolah di sekolah full day berbasis agama melihat dan merasakan langsung.
Ketika pulang sekolah dengan wajah cemberut dan kelelahan tetap harus belajar menyelesaikan tugas sekolahnya yang menumpuk .
Boro-boro menjawab dengan cerita yang panjang tentang kegiatan di sekolahnya . Bisa tersenyum dan menjawab dengan kalimat "ya gitu deh " itu adalah rekor.
Putra/i ku tidak tergolong anak bermasalah .
Punya prinsip dan bertanggung jawab terhadap diri dan masa depannya .
Namun beban tuntutan dari sekolah full day menghilangkan senyum dan tawa cerianya.
Kreatifitas dan imajinasi akan masa depannya menghilang berbarengan dengan beban dan tuntutan tersebut . Walau tak kuingikari muatan agama yang diberikan membuat banyak hafalan surat dalam Al Quran yang dikuasai. 
Ketika profesi sebagai guru yang berbicara menyingkapi wacana full day maka yang bisa dilakukan adalah...
hah.... full day sambil mengkerutkan alis .
Kapan mengurus anak-anakku kalo yang dituntut adalah bertanggung jawab mengurus siswa.
Kondisi ibukota yang luar biasa macet membuat banyak waktu terbuang untuk hal-hal yang tidak produktif. Berangkat untuk memulai aktifitas ketika kumandang subuh baru terdengar dan anak di rumah biasanya kembali melanjutkan tidur sejenak sebelum mandi dan berangkat sekolah .
Dan mengakhiri aktifitas sebagai pendidik jam 15.00 wib .
Bergelut dengan kemacetan ibukota hingga baru tiba di rumah ketika azan maghrib berkumandang .
Bijakkah ketika seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai pendidik tak memiliki waktu untuk anak-anaknya di rumah .
Tanggung jawab mendidik di rumah adalah tetap milik orang tua.
Namun ketika waktu tersita banyak di luar rumah bentuk tanggung jawab seperti apa yang bisa kuberikan kepada anak-anakku .
Bukankah setiap anak punya hak untuk mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya.
Dan tanggapan yang cukup menambah jumlah yang kurang setuju dengan wacana full day adalah siswa.
Sebaiknya memang dengarkan apa yang menjadi kebutuhan para siswa.
Ketika orang dewasa miris dan prihatin dengan perilaku anak remaja yang negatif .
Sudahkah kita sebagai orang dewasa mendengar keluhan mereka?
Sudahkah kita memahami kebutuhan mereka .
Benarkah full day school adalah jawaban untuk membangun pembentukan karakter anak Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar