Kamis, 17 Mei 2012

Tentang RSBI lagi...

Berita di hari Rabu yang kembali menyoroti tentang RSBI seakan-akan kembali mengingatkan semua insan di dunia pendidikan. Kearah mana pendidikan di Indonesia mau dibawa. Teringat pernah mengikuti seminar dengan salah satu tokoh pendidikan di Indonesia Prof . Dr Tilaar yang juga kurang setuju di buat sekolah dengan sistem standar internasional. Sekolah standar internasional ataupun masih rintisan tapi berlokasi atau menempati ruangan kelas yang dulunya menjadi sekolah reguler biasa. Komentarnya waktu itu adalah enak saja gak buat ruangan tapi bisa jadi rintisan atau standar internasional. Dan dari aspek psikologis para siswanya ada rasa bangga karena merasa mapu membayar .Sejatinya pendidikan adalah hak setiap warga negara tak memperdulikan kasta dan dari golongan apapun keluarganya berasal .Tapi sebagai manusia ada perasaan gengsi dan bangga hati mana kala bisa membayar...
Hal yang lain yang bisa dibahas dari RSBI adalah sistem pengajaran dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris,tak melihat apakah memang sudah baik penggunaan bahasa Indonesia di kalangan siswa kelas RSBI tersebut. Karena sebagai guru yang mengajar di sekolah yang memiliki beberapa kelas yang katanya RSBI tak semua siswanya begitu baik dalam berbahasa Indonesia. Dan saat memasuki kelas RSBI semakin kacau dan tak baiklah penggunaan bahasa Indonesia mereka. Sering saat aku memberi tugas untuk membuat cerita , pertanyaan yang terlontar adalah susah bu, boleh pake bahasa lu -gue bu dll. Dan ketika aku membaca tugas yang telah mereka selesaikan aku yang akhirnya di buat bingung dengan tulisan mereka. Belum lagi apabila kutanya secara lisan bagaimana pendapat siswaku tentang suatu hal, gampang sekali mereka akan mengucapkan kata ......" ya begitulah bu," dipikir mereka  gurunya telah jadi mama Loreng yang bisa nebak pikiran orang kali ya . Hal -hal seperti inilah yang kemudian menjadi pemikiran ku sebagai orang yang bekerja dalam dunia pendidikan . Di satu sisi ingin generasi yang sekarang sedang mengenyam pendidikan memiliki rasa nasional, karena merasa sikap nasionali di generasi muda mulai luntur. Dan menurutku salah satu yang bisa menumbuhkan sikap nasionalisme adalah mencintai bahasanya dan dapat menggunakannya dengan baik dan benar.Bukan hanya sekedar bangga dengan cap internasioanal tapi tak kenal akar budaya leluhurnya.

2 komentar:

  1. Sementara gemuruh mesin RSBI buatan pemerintah membisingkan telinga,dan sekolah menerjemahkannya dengan program bilingual IPA Matematika sejak kelas 1 SD, tetangga Malaysia malah sudah meningalkannya. Alasannya? Daya serap ilmu tersebut dengan bilingual hanya 70%, sedangkan bila diajarkan dengan bahasa Melayu bisa 95%. Pemerintah seyogyanya melarang bilingual sejak SD. Kalau sudah SMP ke atas tidak masalah karena akar budaya khas Indonesia sudah tertanam kuat sejak SD. Inilah gambaran pemerintah yang sok ke-barat-baratan. Kalau nggak Barat nggak keren. Mengapa ya kok pemerintah malah mengajarkan minder kepada rakyatnya sejak dini?

    BalasHapus
  2. Ini pendapat sok bener nih...pemerintahnya yg sebenarnya gak punya dasar yg jelas untuk mengarahkan tujuan pendidikan . Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar saja belum bisa sudah membuat kebijakan dgn "Go Internasional" semakin tak berakar lah generasi penerus kita........( sambil mengerut dada)

    BalasHapus