Memasuki minggu terakhir di bulan Agustus materi yang kuberikan masih berkaitan dengan moment kemerdekaan . Di minggu awal masuk sekolah setelah menjalani libur hari raya Idul Fitri 1434 H , suasana kemerdekaan masih terasa dan sampai di minggu terakhir di bulan Agustus ini kulanjutkan moment kemerdekaan itu . Kutemukan cerita-cerita menarik dari pemikiran yang ditulis oleh siswa/i ku saat aku meminta mereka membuat kesepakatan bersama untuk Indonesia . Ada poin tak umum untuk di renungkan untuk kita sebagai warga negara Indonesia .
Diantaranya melestarikan budaya, adat istiadat dan kuliner Indonesia. Adat istiadat dan kuliner merupakan barang mahal dan asing di generasi penerus .
Apakah generasi penerus cukup kenal dengan budaya bangsanya? Yang dikenal oleh mereka saat ini adalah K-Pop , artis korea , Manga Jepang makanan asing Pizza, Spagheti , Hamburger.
Jadi cukup terperanjat ketika mengoreksi tugas mereka . Ya mungkin seperti tugas biasa bagi orang lain .Tapi menurutku beda karena yang diungkapkan tak hanya sekedar basa-basi seperti yang sering diucapkan para politisi ketika berteriak-teriak saat kampanye . 'Memberikan pendidikan gratis, kesehatan , bebas korupsi . Itu program yang semua orang selalu mengungkapkan . Bagaimana pun juga aku hargai dan apresiasi gagasan dan ide-ide anak-anak hebatku calon pemimpin masa depan . Semoga di tangan mereka Indonesia masa depan lebih baik, lebih berkarakter . Sesuai karakter bangsa Indonesia . Semoga dan itu doaku . Untuk masa depan mereka dan untuk masa depan Indonesia.
Sabtu, 31 Agustus 2013
Amalan ...Loyalitas...dan Profesionalitas
Bagaimana menerapkan amalan, loyalitas dan profesional dalam dunia kerja?
Pantaskah ketika kegiatan kerja yang sudah dilakukan sesuia dengan tupoksi tak mendapat penghargaan berupa tunjangan. Dapatkah hal seperti itu dikatakan sebagai amalan ? Ketika yang memberi perintah (sebagai atasan ) ternyata juga tak melaksanakan tupoksi sebagai mana tertuang dalam perjanjian sumpah pegawai . Mungkin pemahaman awamku jauh dari sekali dari tuntutan "profesional " pejabat di birokrasi .Profesional selalu didengungkan dalam dunia kerja , tapi seakan-akan profesional dalam bekerja hanya menjadi kewajiban bagi bawahan . Ketika sudah menjadi pejabat bagaimana menerapkan profesionalitasnya? Tak melaksanakan tupoksi dan berdalih ada rapat diluar masih disebut profesional kah?Sementara berapa berapa puluh kepala generasi masa depan yang tak terlayani dengan tupoksinya . Ketika bawahan menolak untuk patuh dengan pemimpin yang tak melaksanakan tupoksi dapatkah bawahan tersebut diberi label " tak loyal " . Loyalitas itu ditujukan pada siapa sih ? Pada pekerjaannya atau pada atasannya? SO...Bagaimana menerapkan ketiga hal tadi , amalan ,loyalitas dan profesional ?
Minggu, 25 Agustus 2013
Hari Rabu dan sepatu Cinderella
Sepertinya jadi antipati dengan hari Rabu , dimulai dengan hari Rabu yang penuh tanda tanya di akhir 2012. Menjelang dini hari ketika melaksanakan sholat tahajud di malam hening , sambil kupanjatkan doa memohon semoga di hari Rabu ini dapat menjadi orang yang sabar dan bijak . Harapan dan doa tak selalu dikabulkan . Dimulailah hari Rabu pagi disertai alunan musik 007 . Dengan terburu-buru selesai menjalankan sholat subuh langsung GO menuju stasiun Depok untuk menjadi roker .Sesampai di stasiun masih dengan terburu-buru berusaha cepat untuk bisa naik kereta di jalur 2.
Namun apa yang terjadi ? Di pintu masuk stasiun peron terhalang . Palang pintu tak terbuka . Apa yang salah dengan kartu multitripku ? Dibantu petugas sambil menuduh , mungkin ibu tidak gate kemaren katanya . Aku jawab gak ada masalah kok kemaren waktu keluar dari stasiun ini dengan nada mulai jengkel . Kembali ucapan menuduh dilontarkan petugas stasiun , gak ada pulsanya kali. Hohoho lagi diuji ternyata ya.
Berhasil dilewati juga palang pintu walau harus dilalui dengan adu mulut . Waduh pagi-pagi tuh awal yang menyenangkan nih.
Sesampai di stasiun Manggarai rasa syukur kupanjatkan masih ada waktu untuk sampai ke sekolah . Bergegas keluar kereta dan pindah di jalur 1. Lewat 10 menit dari jam 6 pagi tak ada informasi kapan keretanya akan berangkat. 15 menit dari lewat dari jam 6 masih terdengar informasi " masih tersedia kereta untuk tujuan Tanah Abang -Jatinegara . Tapi kapan berangkatnya mulai gelisah karena khawatir terlambat. Lewat 25 menit informasi kembali diumumkan " Kereta di jalur 1 belum bisa diberangkatkan masih menunggu pemeriksaan rangkaian . Ampun deh ....pasti terlambat nih pikirku pasrah . Jam 6.30 lewat pintu gerbang sudah pasti dikunci . Ya sudah mo gimana lagi Manusia berusaha Tuhan menentukan ( mencoba sabar).
Ternyata urusan dengan kereta Comuter di hari Rabu tak hanya berhenti sampai disitu . MAsih berlanjut kisah hari Rabu . Sore selesai melaksanakan tugas mencerdaskan anak bangsa dengan terburu-buru. (lagi2) menuju stasiun agar bisa mengejar naik kereta dengan jadwal keberangkatan jam 15.12. sampai di stasiun jam 15.15 bertanya kepada petugas kereta untuk tujuan Bogor posisinya dimana? Dijawab dengan santai keretanya terlambat yang harusnya berangkat jam 15. 12 aja belum datang . Keterlambatan lebih dari 30 menit . Masih hari Rabu dan masih di uji kesabaran . Tak berharap mendapat kursi tempat duduk karena penumpang yang naik di setiap stasiu semakin berjubel . Membunuh rasa bosan browsing sambil mendengarkan musik dari hp. Penumpang yang duduk di depan tempaku berdiri memberi kode bahwa ia akan turun di stasiun Lenteng . Aku perhatikan di sekeliling ku ada beberapa ibu yang usianya jauh diatasku dan aku berniat mempersilahkan ibu tersebut untuk duduk . Belum bisa bergerak leluasa terdengar teriakan dirsertai tangan yang menghalangi ku untuk duduk ( siapa lagi yang mau duduk ) ' yang muda ngalah ' Kebalikan ya biasanya yang tua yang ngalah . Dan kejadian hari Rabu tak berhenti di situ .Saat hampi memasuki stasiun Depok Lamamulai bersiap-siap untuk turun dan medekati pintu . Aduh bergeser tempat saja susah apalagi melangkah . Dan dimulailah kejadian sepatu Cinderella. Para penumpang yang punya tujuan untuk turun di stasiun Depok Lama berusaha untuk turun dan saling mendorong . Ketika terdorong turun sepatu Cinderella ku tertinggal karena diinjak oleh penumpang lain . Tak ayal aku pun menunduk dan mencari sepatu ku . Lagi-lagi apes aku dibentak oleh penumpang lain karena dianggap menghalangi jalan mereka . Dan Cinderella tak diam saja kembali membentak , ' sepatu saya ketinggalan ' . Gak kebayang deh kalo sampai sepatu ku tak langsung kutemukan khawatir akan ada pangeran yang datang mengantarkannya kepadaku ....oh hari Rabu.....hari Rabu....
Kursi...
Kalo sudah urusan kursi gak pandang usia ya. Ingat dengan tayangan Kick Andy yang menayangkan bintang tamu sentilan sentilun . Karena kursi orang bisa saling membunuh . Untuk mendapatkan kursi berapapun modal dikeluarkan .
Dan hal itu tak hanya terjadi pada lembaga legislatif saja ternyata . Di angkutan umum di kereta , di sekolah , di kantor . Wah hebat banget kedudukan "kursi " dalam kehidupan di dunia .
Baru saja terjadi pada rangkaian Comuter yang yang sedang kunaiki . Ketika aku tak memperdulikan tempat duduk di hadapanku yang akan ditinggalkan penumpang yang tadi menduduki kursi tersebut . Tiba-tiba dari samping kiriku langsung menyerobot sembari bersuara kencang . Yang muda ngalah . Bener kan kalo sudah urusan kursi tak pandang usia , tak pandang penampilan . Yang penting bisa enak , nyaman . Memakai prinsip kalo bisa enak kenapa cari susah.
Kamis, 01 Agustus 2013
Subjek ....or Objek
Tulisan ini berkaitan dengan curhatnya beberapa siswa/i ku yang mengeluh tentang guru yang mengajar di kelasnya . Berawal dari pertanyaan ibu kok gak ngajar di kelas kami sih bu, nanti kami buat majalah gak bu, ada pementasan drama gak bu untuk angkatan kami ? Dan banyak lagi pertanyaan lain yang membandingkan antara kegiatan yang dilakukan satu guru dan guru yang lain yang diajukan siswa ku ketika curhat. Aku cuma bisa menggelengkan kepala sembari tersenyum , guru kan semua sama nak . kataku memberi argumen kerdil. Padahal jauh di dasar lubuk hatiku aku ingkari sendiri pernyataanku . Mengutip dari tulisannya pak Ahmad Baedowi di buku Calak Edu , ada guru yang mengajar hanya sekedar menggugurkan kewajiban , dan itu banyak sekali presentasinya menurutku . Tak ada usaha memahami karakter siswa . Istilahnya mengajar tak memakai "hati " Hanya berdasarkan panduan kurikulum dan standar kkm yang harus terlampaui . Yang penting aku sudah masuk kelas . Boro- boro berbicara tentang membuat lesson plan sesuai kebutuhan siswa. Yang marak dilakukan adalah " COPAS " ala guru . Seakan -akan hal itu menjadi kewajaran untuk dilakukan Mencoba memahami piramida bahwa siswa katanya " subjek " pendidikan . Yang mengadung makna siswa punya hak juga dong menentukan pendidikan yang terbaik untuk dirinya . Walau bukan berarti orang tua , guru tak punya hak memberi arahan . Arahan dilandasi oleh dialog akan jauh lebih baik . Dibandingkan kata-kata perintah 'harus, harus, dan harus.'. Tapi pada kenyataannya sering terdengar dialog yang dianggap lumrah , siswa harus siap menerima siapapun guru yang diberi tugas mengajar di kelasnya . Tak usahlah pedulikan bahwa siswa adalah subjek .....Subjek tak bisa memilih, subjek di kebiri haknya , subjek dikerdilkan cara berpikirnya . Dan objek tertawa senang bisa membuat subjek takluk dan patuh dengan aturan . Miris ya....
Minggu, 28 Juli 2013
Bahasa Birokrasi
Sebelumnya maaf kalo judul dan isinya agak menyentil . Ini kaitannya dengan bahasa birokrasi yang kujadikan judul . Pemahaman awam ku tentang para birokrat yang masih berpandangan lawas bahwa gemar menggunakan istilah menjulang tinggi namun nol besar pada pelaksanaannya . Program sih bagus banget tapi karena sering tak di dukung dengan mental dan paradigma berpikir SDM nya yang masih senang dilayani . Yang terjadi dalam kenyataannya cuma menghasilkan kalimat maklumlah kan masih manusia , gudangnya khilaf. Dan apa mau dikata ketika harus melakukan evaluasi . Program yang belum terlaksana dengan baik di waktu lalu hanya sekedar ucapan , maklumin yang ini belum terlaksana . Banyakin maklum aja deh untuk program yang dicanangkan ketika tak terlaksana . Dan biasanya sih ke tak tuntasan program akan berlanjut pada masa-masa selanjutnya . Mungkin kalo pinjam istilahnya pedagang gini bunyinya , ketika menjual produk tak ada yang mengungkapkan tentang kelemahan dari produknya , begitu ada keluhan ya maklumin deh . Bahasa birokrasi selalu menjual yang menarik dan membuat telinga berdiri ketika mendengar istilah baru yang masih asing di dengar . Akhirnya sebagian rakyat jadi keranjingan juga dengan istilah baru . Ingat dengan pejabat di lembagaku yang gemar menggunakan istilah SOP ( standar operasional prosedur ) UN . Wah keren dengernya , kenyataannya ???
???
Ibu , guru bahasa Indonesia ? , dialog dibuka dengan pertanyaan itu ketika aku menutup buku " Guru Gokil Murid Unyu " karangan J Sumardianta . Mataku mulai mengantuk dan ingin tidur sebentar sebelum sampai stasiun tujuan ku . Urung aku tidur malah akhirnya ngobrol dengan rekan baruku itu . Aku yakin rekan baruku itu juga pasukan pencerdas generasi bangsa dapat dikenali dari seragam yang berwarna biru dongker . Aku menjawab bukan , saya guru BK . Agak heran rekan baruku tadi dan kembali bertanya , kok bacaannya seperti guru bahasa Indonesia? Sekarang gantian aku yang bingung dan berpikir . Emang kalo baca buku harus guru bahasa Indonesia ya ???
Pertanyaan itu terus menerus terngiang -ngiang di pikiranku .
Bagaimana mo jadi guru yang gokil ya kalo pinjam istilahnya pak Sumar urusan membaca saja harus terkotak -kotak . Mungkin yang paling dianggap aneh nantinya hanya guru Penjaskes ketika suka membaca . Harusnya kan mereka melakukan aktifitas fisik , seperti berlari , berenang .
Ampuuuuuun gimana mau membimbing generasi masa depan yang tangguh kalo untuk membuka jendela dunia saja selalu dikaitkan dengan mapel yang diampu . Bukankah masing-masing ilmu selalu ada keterkaitan dengan ilmu yang lain ? Dan urusan membaca , belajar tak selalu harus ada kaitanya dengan menyambut ujian nasional kan ?
Semakin sempit semakin terkotak .....Tantangan generasi penerus adalah dunia digital tanpa batas dan juga mungkin tanpa sensor . Apa yang akan terjadi ketika guidancenya masih paradigma lama , belajar hanya dibatasi ruang segi empat ? Dan membaca hanya untuk urusan ujian seperti panduan di buku paket yang dibagikan dari sekolah .........?????
Langganan:
Postingan (Atom)