Minggu, 17 Juni 2012

Mengejar nilai


Biasanya ketika akan mengakhiri masa belajar efektif  untuk kemudian melanjutkannya dengan ujian kenaikan kelas . Rekan-rekan ku sibuk mengejar siswa yang nilainya belum lengkap. Baik nilai tugas maupun nilai ulangannya. Karena akan mengalami kesulitan untuk memberi nilai di raport hasil belajar. Jadi teringat dengan tulisan yang di buat oleh pak Munif Chatib dari trilogi bukunya : Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia dan Orangtuanya Manusia . Mengupas tentang kecerdasan majemuk yang di teliti oleh Howard Gardner . Bahwa setiap indivu adalah karya Maha Agung sang Pencipta . Sebenarnya tak perlu mungkin ya kita repot-repot untuk menstandarkan kecerdasan mereka ( siswa ) karena siswa adalah unik dengan masing –masing kecerdasan yang mereka miliki. Andaikan saja system pendidikan yang dianut oleh negara ku tercinta Indonesia tak mengkotak-kotakkan siswa hanya berdasarkan satu kecerdasan saja. Wah yakin deh luar biasa pasti hasil kreatif anak bangsa. Tanpa harus dikejar-kejar dengan intimidasi gak ada nilai gak naik kelas nanti. Siswa yang mau belajar tapi mereka dicekoki oleh berbagai hal yan tidak menjadi kebutuhan mereka, ibaratnya seperti harus memakan makanan yang tak sesuai selera.Tak suka dengan rasa manis dipaksa makan kolak, atau tak suka pedas harus makan sambal balado. Kira-kira seperti itulah gambaran para siswa ku . Tak punya hak untuk memilih sesuai keinginannya. Bukan berarti bebas memilih tanpa ada arahan. Tugas guru , orang tua dan sekolah lah untuk dapat menggali kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa/ i yang diajar dan dibimbing . Terkadang jadi lucu sendiri dan mungkin juga bingung dengan yang dilakukan guru-guru pada umumnya ,mengejar-ngejar siswa karena nilainya belum lengkap padahal yang mau dinilai cuek dan terkesan tak perduli dengan hasil yang akan didapat. Jangan ditanya apakah paham dengan materinya . Aku yakin pasti tidak paham, karena bukan itu yang jadi kebutuhannya . Jadi ingat waktu masih sebagai siswa di sekolah. Demi mendapat nilai bagus saat akan ulangan bela-belain begadang dan menghafal materi yang biasanya dipelajari dalam waktu 2 kali pertemuan . Dan harus dilalap dalam semalam ( SKS = system kebut semalam ) .Saat ujian alhamdulillah dapat menjawab dengan baik tapi ….bertahan lamakah yang dipelajari dalam semalam . Tidak  ada sedikit pun yang tersisa dalam memory menguap begitu saja. ( Mungkinkah karena akunya juga sedikit  tulalit, semoga tidak ya). Seperti itulah yang terjadi menuang,menuang, menuang. Tak perduli sudah luber atau tidak berkesan . Begitulah yang dilakukan oleh system pendidikan . Menuang hingga luber tak ada yang bersisa dan mengejar saat tak bernilai meski tak paham yang akan dinilai.

Handkey...oh handkey

Memasuki  hari ke 3 mesin elektronik di lembaga ku rusak.Semua yang datang dengan sangat tergesa-gesa dibuat kecele. Ah ternyata masih ngadat. Tau begitu dari tadi balik deh ngapain juga nungguin sampe sore, begitu gerutuan aku dan rekan-rekanku. Hidup kok jadi diatur dengan mesin . Bagaimana kita mau jadi manusia, hidup kita saja masih diatur oleh robot. Oh kasihannya nasib manusia tak bisa memiliki dirinya sendiri. Kehadiran mesin / robot menafikan keberadaan perasaan manusia yang memiliki rasa untuk dipahami karena keunikkannya. Apakah hanya dengan cara seperti itu untuk mengajarkan tentang pemahaman disiplin. Ingat sewaktu mengiktu prajabatan tahun yang lalu , para peserta diklat dikondisikan untuk mematuhi aturan –aturan tertentu. Efektif hanya untuk waktu itu . Selesai kegiatan prajab apakah pola yang pernah dijalani selama mengikuti diklat masih tetap dilakukan ….jawabannya adalah kalo ada yang bisa dibuat mudah kenapa harus cari sesuatu yang sulit. Dan Tuhan juga sudah menciptakan manusia dengan karakter dasar mencari sesuatu yang menyenangkan dirinya. Tapi justru yang membingungkan para pengambil kebijakan membuat aturan dengan menerapkan aturan yang semakin tak manuasiwi. Apakah para pengambil kebijakan juga sudah berubah jadi robot ya. Sehingga tak lagi mendengar alasan untuk mau memahami .Menutup hati dan perasaan dengan penciptaan kodrat manusia untuk dipahami.Belum lagi dengan ditambah sikap arogan penguasa . Dengan membuat kebijakan tambahan yang semakin mengada-ada. Merasa dengan membuat kebijakan yang katanya “ untuk disiplin “ akan menaikkan pamornya . Padahal tetap saja kodratnya masih manusia biasa kalau bisa cari yang mudah kenapa harus cari yang susah . Hanya sekedar mencari citra dari atasannya lagi . Berbeda apabila ada kepentingannya dia akan menunduk-nunduk kebawah meletakkan harga diri yang tadinya ditempatkan diatas kepala .

Sabtu, 09 Juni 2012

Mengajar anak mengajar cucu

Saat temanku datang sepulang dari seminar mengabarkan suatu berita. Aku tak bisa mengatakan berita baik juga karena jadi berpikir akan banyak yang harus difikir ulang apabila usul tersebut jadi diwujudkan. Usul itu berbunyi tentang rencana pemerintah untuk menambah usia pensiun para PNS guru menjadi 70 tahun. Hal yang kemudian menjadi pertimbangan pemikiran adalah kenapa begitu egoisnya harus menambah usia pensiun sementara para generasi muda yang baru lulus begitu kesulitan mencari pekerjaan. Apakah usia pensiun hingga 70 tahun masih bisa dikatakan produktif untuk umumnya orang Indonesia. Padahal seringkali antara usia guru pengajar dengan siswa yang diajarnya terpaut cukup jauh. Apabila dahulu saat para guru yang mengajar pertama kali di usia 20 tahunan terhitung baru lulus kuliah masih disebut sebagai guru junior dan siswa yang diajar berusia 13-16 tahun ( untuk jenjang SMP ) dapat dikatakan kakak yang mengajar adiknya . Usia tak terpaut jauh dan pola pikir masih bisa dikatakan nyambung.Melewati 20 tahun mengajar usia si guru juga bertambah sudah memasuki kehidupan rumah tangga dan mengajar siswa yang bisa dikatakan orang tua yang mengajar anak-anaknya. Memasuki 30 tahun mengajar saat sang guru hampir menjelang usia 60 tahun , sang guru dapat dikatakan mulai mengajar cucu. Karena adik-adik dan anak-anak yang dulu menjadi muridnya telah pula memiliki putra/i.Masih diajar oleh guru yang sama pula bisa dikatakan sang guru mulai mengajar cucu. Pola pikir ,tantangan zaman , gaya pergaulan sangat berbeda dan hal –hal ini seringkali menjadi benturan antara guru dan siswa. Sang guru beranggapan belajar sama seperti yang dulu dia terapkan untuk orang tuanya dan coba pula diterapkan untuk murid –cucu . Ternyata tak ampuh lagi terjadilah hal yang tak diinginkan marah dan mengatakan dasar anak sekarang berisik saja tapi gak bisa apa-apa itu ungkapan yang keluar karena jengkel melihat murid –cucu yang tak patuh aturan. Lantas bagaimana apabila usia pensiun ditambah . Bisa-bisa sang guru sudah tak mengajar cucu tapi mengajar cicit. Setelah itu bagaimana pula nasib para generasi yang baru lulus dan sedang membangun kehidupannya. Bukankah hal tersebut malah bisa disebut menghambat regenerasi. Ketika hal itu didengar oleh rekanku yang usia pensiun tinggal bebberapa tahun lagi yang diungkapkan malah kapan saya bisa mengurus diri dan beribadah dengan tenang. Bukan berarti mengajar tak termasuk ibadah tapi saat usia menjelang senja harapan yang tersimpan adalah berkumpul bersama keluarga dan menikmati hasil tanaman yang selama ini ditanam. Melihat keluarga sendiri anak-anak dan cucu tumbuh besar dan mandiri. Hidup bersama keluarga dengan penuh kebahagiaan.

Minta Maaf bu....

Datang menghampiri serombongan siswa ketika sedang asyik membaca buku inspiratif orang tuanya manusia. Dari kelas yang sudah beberapa hari aku boikot karena sikap mereka menurut penilaian ku tak layak dan pantas untuk diajak bekerjasama. Walau sebelumnya beberapa siswa yang merasa rugi sudah mendatangiku untuk belajar sendiri di ruanganku karena merasa rugi tak bisa belajar bersama. Juga seorang siswa yang berusaha memberanikan diri datang untuk meminta maaf atas sikapnya yang dilakukannya yang telah membuatku marah. Aku menghargai itu karena tidak semua individu memiliki keberanian untuk sekedar meminta maaf.Meskipun perilaku itu sebenarnya dari kecil sudah sering ditanamkan oleh orang tua kita tapi herannya begitu memasuki usia yang lebih besar mulai surut dan berangsur-angsur sirna seakan-akan meminta maaf adalah perilaku yang tercela. Tak berbeda sebenarnya dengan sikap para orang dewasa yang telah menduduki jabatan tertentu semakin sulit sekali meminta maaf ketika masih berkuasa saat membuat kesalahan ,begitu gambarannya bagaimana mungkin mengharapkan anak-anak untuk tetap meminta maaf ketika melakukan kesalahan apabila yang tua saja tak memberi contoh dan berbesar hati untuk meminta maaf pula.
Dengan santun mereka memohon agar aku kembali mengajar di kelas mereka sambil berjanji untuk bekerjasama . Menurut pak Munif Chatib yang dikutip dari hasil temuannya Howard Gardner tentang Multiple Intelligence individu yang memiliki kemampuan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati , temperamen, motivasi dan keinginan orang lain adalah memiliki kecerdasan interpersonal . Semoga saja siswa yang ku bimbing memiliki kecerdasan itu dan dapat terus memupuknya. Sehingga pada saat akan memetiknya nanti akan menjadi perilaku terpuji yang menjadi bagian dari dirinya yang tidak merasa malu ketika harus meminta maaf . Semoga…semoga …semoga

Buah Kerja keras


Pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian mungkin tak cocok lagi diterapkan di zaman sekarang . Beberapa orang mungkin masih berpikir seperti itu namun pada saat menjelang akhir tak lagi bersakit-sakit yang di cari….melegalkan segala cara agar dapat bersenang-senang.Dan tak memperdulikan apakah memang hal yang dicari dengan cara bersakit –sakit dapat memberi suatu nilai plus dikemudian hari. Hal tersebut tidak zaman lagi deh .  Beberapa waktu yang lalu aku mendapat telp dari salah satu kerabatku selesainya pengumuman hasil ujian . Hasil ujian yang diperoleh anaknya tak memuaskan . Dan ada penyesalan kenapa aku tak memberi sedikit uang kepada anakku agar bisa membeli kunci jawaban . Oh….kejujuran berbuah pahit ternyata dan harus dibayar dengan mahal. Berdampak tidak bisa diterimanya di sekolah favorit . Kepada siapa harus minta pertanggungjawaban kalau sudah terjadi seperti itu. Yang jujur malah terbujur. Dan satu lagi cerita tentang kerja keras adalah saat diumumkan hasil ujian ternyata banyak sekali hasil yang diperoleh tak sesuai dengan proses yang selama ini dilalui . Teriakan huuuuuu berkepanjangan tak menyurutkan langkah untuk sekedar memberi reward atas keberhasilan yang sudah diraih walau dari sudut hati terdalam menyadari itu bukan kerja keras yang jujur. Pernah ada sedikit pengalaman yang kualami ketika mengawas ujian yang kemudian menjadi tulisan singkat untuk direnungkan:
                                                                                      Hasil Rekayasa
sambil terkantuk-kantuk
di siang yang panas
tak ada angin yang bertiup
Sekelompok anak dalam ruang ujian
mencoba berpikir keras
Untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan di soal ujian
Untuk menghilangkan jenuh
kuberjalan mengitari lorong bangku
dan ada yang kaget tersentak
bergegas memasukkan buku
yang berperan dalam menemukan jawaban
atas soal yang sulit
pucat pasi dan kaget menghampiri
Anak didikku …banggakah kalian
Saat nanti melihat hasil ujian
                                                         Yang tak menggambarkan kemampuanmu?
Atau banggakah kita sebagai orang tua dan guru
Melihat hasil belajar yang penuh kepalsuan
Siapa yang harus disalahkan peserta ujian yang berusaha kah atau hasil usahanya yang dihargai tidak semestinya.

Senin, 04 Juni 2012

Buka Topeng ...jadi diri sendiri

Ingat kegiatan di hari kemarin , saat tiba-tiba salah seorang rekan mendapat informasi akan ada kunjungan dari rekan-rekan Indonesia timur. Grusa-grusu yang dilakukan karena harus merapikan ruangan agar terlihat apik dan resik . Maklum sekolah ini menyandang gelar sekolah sehat tingkat nasional.Menjaga dan mempertahankan lebih sulit tentunya. Walau terkadang kesadaran untuk terus memelihara menjadi sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh seluruh penghuni sekolah.
Dan seperti layaknya orang Indonesia yang senang untuk menjamu tamu. Diatur lah sedemikian rupa agar memang terlihat baik. Secara tiba-tiba disulap agar tamu menjadi senang dan tuan rumah mendapat pujian yang memuaskan . Sikap positif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menyenangkan orang lain dan mendapat pujian. Walau mungkin dibalut dengan kepura-puraan tapi terkadang sifat manusia memang tak siap untuk menerima kejujuran yang sebenarnya. Saling melengkapi tutup ketemu botol…..
Saat para tamu datang menyebarlah ke segala penjuru sekolah yang sudah disulap dengan tanpa bantuan tepuk tangan pak Tarno . Mengunjungi ruangan kerja juga beberapa kelas yang memang memiliki tampilan layak dan nyaman karena ber AC. Saat itu aku sedang mengajar salah satu kelas dan aku memang membawa mereka ke ruang multi media.Satu jam pertama belajar dilalui dengan lancar.Memasuki jam kedua setelah terpotong waktu istirahat aku dan siswa ku belajar dengan santai dan menyenangkan , ketika bel berbunyi dan menunjukkan pelajaranku berakhir . Aku mulai mengakhiri pelajaran dan meminta siswa kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran dengan guru yang lain.Secara tiba-tiba rekan pesuruh masuk dan mengatakan “ bu lanjutin lagi belajarnya, ada tamu yang mo lihat ,” Aku Cuma bengong dan mengatakan jam pelajaranku sudah habis dan mereka belajar dengan guru yang lain . Sekonyong kembali aku minta ke siswaku untuk kembali duduk lesehan sambil mewanti-wanti dengan berkata “ tunjukkan perilaku yang baik, jangan buat malu saya “ ( sedikit mengancam hehehe ) Alhamdulillah ternyata siswa-siswi ku masih sebagai orang Indonesia. Yang masih berharap mendapat pujian yang baik. Selama kegiatan yang dilakukan dalam pengamatan para tamu dari Indonesia timur . Penilaiannya cukup menyejukkan telinga.Dan ketika para tamu pergi , sambil guyon aku berkata terimakasih sudah menjadi anak manis dan sekarang buka topengnya dan jadi diri sendiri sambil tetap berprilaku baik. Oke….