Biasanya ketika
akan mengakhiri masa belajar efektif
untuk kemudian melanjutkannya dengan ujian kenaikan kelas . Rekan-rekan
ku sibuk mengejar siswa yang nilainya belum lengkap. Baik nilai tugas maupun
nilai ulangannya. Karena akan mengalami kesulitan untuk memberi nilai di raport
hasil belajar. Jadi teringat dengan tulisan yang di buat oleh pak Munif Chatib
dari trilogi bukunya : Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia dan Orangtuanya
Manusia . Mengupas tentang kecerdasan majemuk yang di teliti oleh Howard
Gardner . Bahwa setiap indivu adalah karya Maha Agung sang Pencipta .
Sebenarnya tak perlu mungkin ya kita repot-repot untuk menstandarkan kecerdasan
mereka ( siswa ) karena siswa adalah unik dengan masing –masing kecerdasan yang
mereka miliki. Andaikan saja system pendidikan yang dianut oleh negara ku
tercinta Indonesia tak mengkotak-kotakkan siswa hanya berdasarkan satu
kecerdasan saja. Wah yakin deh luar biasa pasti hasil kreatif anak bangsa. Tanpa
harus dikejar-kejar dengan intimidasi gak ada nilai gak naik kelas nanti. Siswa
yang mau belajar tapi mereka dicekoki oleh berbagai hal yan tidak menjadi
kebutuhan mereka, ibaratnya seperti harus memakan makanan yang tak sesuai
selera.Tak suka dengan rasa manis dipaksa makan kolak, atau tak suka pedas harus
makan sambal balado. Kira-kira seperti itulah gambaran para siswa ku . Tak
punya hak untuk memilih sesuai keinginannya. Bukan berarti bebas memilih tanpa
ada arahan. Tugas guru , orang tua dan sekolah lah untuk dapat menggali
kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa/ i yang diajar dan dibimbing
. Terkadang jadi lucu sendiri dan mungkin juga bingung dengan yang dilakukan
guru-guru pada umumnya ,mengejar-ngejar siswa karena nilainya belum lengkap
padahal yang mau dinilai cuek dan terkesan tak perduli dengan hasil yang akan
didapat. Jangan ditanya apakah paham dengan materinya . Aku yakin pasti tidak
paham, karena bukan itu yang jadi kebutuhannya . Jadi ingat waktu masih sebagai
siswa di sekolah. Demi mendapat nilai bagus saat akan ulangan bela-belain
begadang dan menghafal materi yang biasanya dipelajari dalam waktu 2 kali
pertemuan . Dan harus dilalap dalam semalam ( SKS = system kebut semalam )
.Saat ujian alhamdulillah dapat menjawab dengan baik tapi ….bertahan lamakah
yang dipelajari dalam semalam . Tidak
ada sedikit pun yang tersisa dalam memory menguap begitu saja. (
Mungkinkah karena akunya juga sedikit
tulalit, semoga tidak ya). Seperti itulah yang terjadi menuang,menuang,
menuang. Tak perduli sudah luber atau tidak berkesan . Begitulah yang dilakukan
oleh system pendidikan . Menuang hingga luber tak ada yang bersisa dan mengejar
saat tak bernilai meski tak paham yang akan dinilai.
Minggu, 17 Juni 2012
Handkey...oh handkey
Memasuki hari ke 3 mesin elektronik di lembaga ku
rusak.Semua yang datang dengan sangat tergesa-gesa dibuat kecele. Ah ternyata
masih ngadat. Tau begitu dari tadi balik deh ngapain juga nungguin sampe sore,
begitu gerutuan aku dan rekan-rekanku. Hidup kok jadi diatur dengan mesin .
Bagaimana kita mau jadi manusia, hidup kita saja masih diatur oleh robot. Oh
kasihannya nasib manusia tak bisa memiliki dirinya sendiri. Kehadiran mesin /
robot menafikan keberadaan perasaan manusia yang memiliki rasa untuk dipahami
karena keunikkannya. Apakah hanya dengan cara seperti itu untuk mengajarkan
tentang pemahaman disiplin. Ingat sewaktu mengiktu prajabatan tahun yang lalu ,
para peserta diklat dikondisikan untuk mematuhi aturan –aturan tertentu.
Efektif hanya untuk waktu itu . Selesai kegiatan prajab apakah pola yang pernah
dijalani selama mengikuti diklat masih tetap dilakukan ….jawabannya adalah kalo
ada yang bisa dibuat mudah kenapa harus cari sesuatu yang sulit. Dan Tuhan juga
sudah menciptakan manusia dengan karakter dasar mencari sesuatu yang
menyenangkan dirinya. Tapi justru yang membingungkan para pengambil kebijakan
membuat aturan dengan menerapkan aturan yang semakin tak manuasiwi. Apakah para
pengambil kebijakan juga sudah berubah jadi robot ya. Sehingga tak lagi
mendengar alasan untuk mau memahami .Menutup hati dan perasaan dengan
penciptaan kodrat manusia untuk dipahami.Belum lagi dengan ditambah sikap
arogan penguasa . Dengan membuat kebijakan tambahan yang semakin mengada-ada.
Merasa dengan membuat kebijakan yang katanya “ untuk disiplin “ akan menaikkan
pamornya . Padahal tetap saja kodratnya masih manusia biasa kalau bisa cari
yang mudah kenapa harus cari yang susah . Hanya sekedar mencari citra dari
atasannya lagi . Berbeda apabila ada kepentingannya dia akan menunduk-nunduk
kebawah meletakkan harga diri yang tadinya ditempatkan diatas kepala .
Sabtu, 09 Juni 2012
Mengajar anak mengajar cucu
Saat temanku
datang sepulang dari seminar mengabarkan suatu berita. Aku tak bisa mengatakan
berita baik juga karena jadi berpikir akan banyak yang harus difikir ulang
apabila usul tersebut jadi diwujudkan. Usul itu berbunyi tentang rencana
pemerintah untuk menambah usia pensiun para PNS guru menjadi 70 tahun. Hal yang
kemudian menjadi pertimbangan pemikiran adalah kenapa begitu egoisnya harus
menambah usia pensiun sementara para generasi muda yang baru lulus begitu
kesulitan mencari pekerjaan. Apakah usia pensiun hingga 70 tahun masih bisa
dikatakan produktif untuk umumnya orang Indonesia. Padahal seringkali antara
usia guru pengajar dengan siswa yang diajarnya terpaut cukup jauh. Apabila
dahulu saat para guru yang mengajar pertama kali di usia 20 tahunan terhitung
baru lulus kuliah masih disebut sebagai guru junior dan siswa yang diajar
berusia 13-16 tahun ( untuk jenjang SMP ) dapat dikatakan kakak yang mengajar
adiknya . Usia tak terpaut jauh dan pola pikir masih bisa dikatakan
nyambung.Melewati 20 tahun mengajar usia si guru juga bertambah sudah memasuki
kehidupan rumah tangga dan mengajar siswa yang bisa dikatakan orang tua yang
mengajar anak-anaknya. Memasuki 30 tahun mengajar saat sang guru hampir
menjelang usia 60 tahun , sang guru dapat dikatakan mulai mengajar cucu. Karena
adik-adik dan anak-anak yang dulu menjadi muridnya telah pula memiliki
putra/i.Masih diajar oleh guru yang sama pula bisa dikatakan sang guru mulai
mengajar cucu. Pola pikir ,tantangan zaman , gaya pergaulan sangat berbeda dan
hal –hal ini seringkali menjadi benturan antara guru dan siswa. Sang guru
beranggapan belajar sama seperti yang dulu dia terapkan untuk orang tuanya dan
coba pula diterapkan untuk murid –cucu . Ternyata tak ampuh lagi terjadilah hal
yang tak diinginkan marah dan mengatakan dasar anak sekarang berisik saja tapi
gak bisa apa-apa itu ungkapan yang keluar karena jengkel melihat murid –cucu
yang tak patuh aturan. Lantas bagaimana apabila usia pensiun ditambah .
Bisa-bisa sang guru sudah tak mengajar cucu tapi mengajar cicit. Setelah itu
bagaimana pula nasib para generasi yang baru lulus dan sedang membangun
kehidupannya. Bukankah hal tersebut malah bisa disebut menghambat regenerasi.
Ketika hal itu didengar oleh rekanku yang usia pensiun tinggal bebberapa tahun
lagi yang diungkapkan malah kapan saya bisa mengurus diri dan beribadah dengan
tenang. Bukan berarti mengajar tak termasuk ibadah tapi saat usia menjelang senja
harapan yang tersimpan adalah berkumpul bersama keluarga dan menikmati hasil
tanaman yang selama ini ditanam. Melihat keluarga sendiri anak-anak dan cucu
tumbuh besar dan mandiri. Hidup bersama keluarga dengan penuh kebahagiaan.
Minta Maaf bu....
Datang
menghampiri serombongan siswa ketika sedang asyik membaca buku inspiratif orang
tuanya manusia. Dari kelas yang sudah beberapa hari aku boikot karena sikap
mereka menurut penilaian ku tak layak dan pantas untuk diajak bekerjasama.
Walau sebelumnya beberapa siswa yang merasa rugi sudah mendatangiku untuk
belajar sendiri di ruanganku karena merasa rugi tak bisa belajar bersama. Juga
seorang siswa yang berusaha memberanikan diri datang untuk meminta maaf atas
sikapnya yang dilakukannya yang telah membuatku marah. Aku menghargai itu
karena tidak semua individu memiliki keberanian untuk sekedar meminta
maaf.Meskipun perilaku itu sebenarnya dari kecil sudah sering ditanamkan oleh
orang tua kita tapi herannya begitu memasuki usia yang lebih besar mulai surut
dan berangsur-angsur sirna seakan-akan meminta maaf adalah perilaku yang
tercela. Tak berbeda sebenarnya dengan sikap para orang dewasa yang telah
menduduki jabatan tertentu semakin sulit sekali meminta maaf ketika masih
berkuasa saat membuat kesalahan ,begitu gambarannya bagaimana mungkin
mengharapkan anak-anak untuk tetap meminta maaf ketika melakukan kesalahan
apabila yang tua saja tak memberi contoh dan berbesar hati untuk meminta maaf
pula.
Dengan santun
mereka memohon agar aku kembali mengajar di kelas mereka sambil berjanji untuk
bekerjasama . Menurut pak Munif Chatib yang dikutip dari hasil temuannya Howard
Gardner tentang Multiple Intelligence individu yang memiliki kemampuan mencerna
dan merespon secara tepat suasana hati , temperamen, motivasi dan keinginan
orang lain adalah memiliki kecerdasan interpersonal . Semoga saja siswa yang ku
bimbing memiliki kecerdasan itu dan dapat terus memupuknya. Sehingga pada saat
akan memetiknya nanti akan menjadi perilaku terpuji yang menjadi bagian dari
dirinya yang tidak merasa malu ketika harus meminta maaf . Semoga…semoga
…semoga
Buah Kerja keras
Pepatah
bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian mungkin tak cocok lagi
diterapkan di zaman sekarang . Beberapa orang mungkin masih berpikir seperti
itu namun pada saat menjelang akhir tak lagi bersakit-sakit yang di
cari….melegalkan segala cara agar dapat bersenang-senang.Dan tak memperdulikan apakah
memang hal yang dicari dengan cara bersakit –sakit dapat memberi suatu nilai
plus dikemudian hari. Hal tersebut tidak zaman lagi deh . Beberapa waktu yang lalu aku mendapat telp
dari salah satu kerabatku selesainya pengumuman hasil ujian . Hasil ujian yang
diperoleh anaknya tak memuaskan . Dan ada penyesalan kenapa aku tak memberi
sedikit uang kepada anakku agar bisa membeli kunci jawaban . Oh….kejujuran
berbuah pahit ternyata dan harus dibayar dengan mahal. Berdampak tidak bisa
diterimanya di sekolah favorit . Kepada siapa harus minta pertanggungjawaban
kalau sudah terjadi seperti itu. Yang jujur malah terbujur. Dan satu lagi
cerita tentang kerja keras adalah saat diumumkan hasil ujian ternyata banyak
sekali hasil yang diperoleh tak sesuai dengan proses yang selama ini dilalui .
Teriakan huuuuuu berkepanjangan tak menyurutkan langkah untuk sekedar memberi
reward atas keberhasilan yang sudah diraih walau dari sudut hati terdalam
menyadari itu bukan kerja keras yang jujur. Pernah ada sedikit pengalaman yang
kualami ketika mengawas ujian yang kemudian menjadi tulisan singkat untuk
direnungkan:
Hasil
Rekayasa
sambil
terkantuk-kantuk
di
siang yang panas
tak
ada angin yang bertiup
Sekelompok
anak dalam ruang ujian
mencoba
berpikir keras
Untuk
menemukan jawaban
dari
pertanyaan di soal ujian
Untuk
menghilangkan jenuh
kuberjalan
mengitari lorong bangku
dan
ada yang kaget tersentak
bergegas
memasukkan buku
yang
berperan dalam menemukan jawaban
atas
soal yang sulit
pucat
pasi dan kaget menghampiri
Anak
didikku …banggakah kalian
Saat
nanti melihat hasil ujian
Yang
tak menggambarkan kemampuanmu?
Atau
banggakah kita sebagai orang tua dan guru
Melihat
hasil belajar yang penuh kepalsuan
Siapa yang harus
disalahkan peserta ujian yang berusaha kah atau hasil usahanya yang dihargai
tidak semestinya.
Senin, 04 Juni 2012
Buka Topeng ...jadi diri sendiri
Ingat kegiatan
di hari kemarin , saat tiba-tiba salah seorang rekan mendapat informasi akan
ada kunjungan dari rekan-rekan Indonesia timur. Grusa-grusu yang dilakukan
karena harus merapikan ruangan agar terlihat apik dan resik . Maklum sekolah
ini menyandang gelar sekolah sehat tingkat nasional.Menjaga dan mempertahankan
lebih sulit tentunya. Walau terkadang kesadaran untuk terus memelihara menjadi
sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh seluruh penghuni sekolah.
Dan seperti
layaknya orang Indonesia yang senang untuk menjamu tamu. Diatur lah sedemikian
rupa agar memang terlihat baik. Secara tiba-tiba disulap agar tamu menjadi
senang dan tuan rumah mendapat pujian yang memuaskan . Sikap positif yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia menyenangkan orang lain dan mendapat pujian. Walau
mungkin dibalut dengan kepura-puraan tapi terkadang sifat manusia memang tak
siap untuk menerima kejujuran yang sebenarnya. Saling melengkapi tutup ketemu
botol…..
Saat para tamu
datang menyebarlah ke segala penjuru sekolah yang sudah disulap dengan tanpa
bantuan tepuk tangan pak Tarno . Mengunjungi ruangan kerja juga beberapa kelas
yang memang memiliki tampilan layak dan nyaman karena ber AC. Saat itu aku
sedang mengajar salah satu kelas dan aku memang membawa mereka ke ruang multi
media.Satu jam pertama belajar dilalui dengan lancar.Memasuki jam kedua setelah
terpotong waktu istirahat aku dan siswa ku belajar dengan santai dan
menyenangkan , ketika bel berbunyi dan menunjukkan pelajaranku berakhir . Aku
mulai mengakhiri pelajaran dan meminta siswa kembali ke kelas untuk mengikuti
pelajaran dengan guru yang lain.Secara tiba-tiba rekan pesuruh masuk dan
mengatakan “ bu lanjutin lagi belajarnya, ada tamu yang mo lihat ,” Aku Cuma
bengong dan mengatakan jam pelajaranku sudah habis dan mereka belajar dengan
guru yang lain . Sekonyong kembali aku minta ke siswaku untuk kembali duduk
lesehan sambil mewanti-wanti dengan berkata “ tunjukkan perilaku yang baik,
jangan buat malu saya “ ( sedikit mengancam hehehe ) Alhamdulillah ternyata
siswa-siswi ku masih sebagai orang Indonesia. Yang masih berharap mendapat
pujian yang baik. Selama kegiatan yang dilakukan dalam pengamatan para tamu
dari Indonesia timur . Penilaiannya cukup menyejukkan telinga.Dan ketika para
tamu pergi , sambil guyon aku berkata terimakasih sudah menjadi anak manis dan
sekarang buka topengnya dan jadi diri sendiri sambil tetap berprilaku baik.
Oke….
Langganan:
Postingan (Atom)