Minggu, 16 September 2012

Question Study Have


Judul tulisan itu sama dengan judul materi yang jadi pembahasanku di minggu bulan September ini.Mengawali dengan bertanya kepada siswa, pernahkah terbersit pertanyaan apa sih pentingnya belajar pelajaran ini dan itu untuk saya.Kalo bahasa facebooknya ‘ apa yang ada dalam pikiran anda ‘. Dan pertanyaan mereka adalah apakah ibu akan mengadukan apabila kami mengeluarkan uneg-uneg tentang cara guru mengajar? Aku meluruskan pertanyaan mereka dengan jawaban , saya tidak minta kalian untuk membahas tentang cara mengajar guru . Namun yang saya minta adalah apakah pernah terpikir dalam diri kalian tentang manfaat apa yang bisa saya dapat dari belajar tentang hal ini dan itu dalam pelajaran tertentu. Setelah mendapat penjelasan seperti itu barulah mereka memahami maksudku dengan memberi materi seperti itu. Meski aku berpikir juga, ada apa kok mereka begitu khawatir aku akan membocorkan uneg-uneg mereka. Bukankah mereka yang seharusnya dilayani untuk mendapat informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Tapi ya sudahlah….tak mungkin aku merubah situasi yang sudah menjadi hal yang biasa. Kalau pinjem istilah rekanku, udah budaya….walaupun bukan budaya yang baik ya. Dan ternyata memang menarik saat kegiatan itu dilakukan .Walau dari semua kelas yang aku ajar selalu muncul pertanyaan sejenis.Seperti apa gunanya saya belajar administrasi padahal cita-cita gak mau jadi akuntan. Atau pertanyaan lain untuk apalagi kita masih harus belajar bahasa Indonesia padahal kita tinggal di Indonesia. Dan pertanyaan yang sama menggelitiknya. Kenapa harus belajar sejarah itu kan sudah lampau . Setelah aku membaca pertanyaan yang mereka ajukan kemudian aku mengumpulkannya lalu meminta kelompok lain untuk menjawab pertanyaan dari kelompok yang lain. Memang harus banyak yang dianalisa dari tugas yang dikerjakan oleh siswa. Antara pertanyaan dan jawaban apabila dianalisa akan menjadi bahan menarik untuk diteliti. Pada kegiatan pertama yang mereka lakukan saat mereka harus membuat pertanyaan adalah aku memperbolehkan mereka memakai bahasa style mereka, dan pada kegiatan kedua ketika mereka sudah membuat beberapa pertanyaan., aku mengumpulkan lalu meminta mereka menjawab pertanyaan teman-temannya dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar . Dan keluhan yang disampaikan adalah bu, susah kalau harus pake bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari situlah akhirnya aku memberi jawabannya gimana masih penting gak belajar bahasa Indonesia? Menjadi materi yang menurutku menarik manakala aku membahas dalam suatu kegiatan diskusi pertanyaan yang diajukan juga jawaban dari teman kelompok lain. Pertanyaan ku pada kelompok penanya adalah apakah puas dengan jawaban dari temannya. Ketika penanya mengatakan puas aku yang balik bertanya tak adakah perlawanan . Coba dipikir kembali apakah jawaban yang diberikan sudah menjawab pertanyaannya. Akhirnya terjadilah dialog dan diskusi panjang untuk satu pertanyaan . Karena kadang kala beberapa siswa yang ikut berperan dalam menjawab pertanyaan dengan melebar menyebut contoh-contoh lain. Dan ketika sudah ramai dengan diskusi yang panjang dan hampir mendekati debat kusir seperti dalam acara Jakarta Lawyersnya TV One barulah aku menengahi dan menyimpulkan untuk mereka dapat menarik benang merah dari pertanyaan dan beberapa jawaban teman-temannya. Meski waktu 2 jam pertemuan ternyata tak semua pertanyaan dapat dibahas. Akhirnya di pertemuan berikutnya ketika harus kembali bertatap muka dengan penuh semangat kembali mereka menagih,” bu, hari ini masih melanjutkan debatnya kan?” Mungkin ini merupakan salah satu materi yang menarik menurut mereka karena diajak untuk mengungkapkan pemikiran dengan bebas.

Menilai dari Penampilan


Ada satu cerita seru yang biasa kami obrolin dalam kegiatan santai saat istirahat belajar. Salah seorang rekan kerjaku berkata aku menyita topi yang dipakai siswa. Ternyata siswa tersebut memakai topi karena rambutnya dipotong ala Mohawk. Saat itu aku hanya sebagai pendengar yang baik. Manakala pembicaraan mulai serius rasanya gatel juga kalo tidak berkomentar.Sewaktu disebut salah satu nama pemilik topi tersebut, beberapa berkomentar ih sepertinya anak itu gak bandel deh. Aku mengernyitkan alis mata sembari berkomentar, emang kalo pake topi identik dengan bandel ya? Mungkin terkadang kita lupa dengan kata bijak yang mengatakan jangan menilai buku  dari sampulnya. Seakan-akan individu yang memakai atribut yang tidak sesuai dengan atribut sekolah pantas diberi cap atau label bandel. Padahal usia remaja adalah masa dimana seseorang sedang mencari identitas diri. Dan yang menyedihkan sebagai orang dewasa yang telah melewati masa remaja , mulai dihinggapi sifat lupa bahwa mungkin saja saat kita remaja dulu juga suka melakukan sesuatu yang sedikit berbeda dengan teman-temannya . Dan apakah hal itu masuk dalam kategori “ bandel “.

Minggu, 02 September 2012

Penjajahan masa kini

Mungkin tak pernah terpikir oleh kita bahwa sekarang bentuk penjajahan tidak lagi dilakukan dengan adu kekuatan fisik, cara seperti itu udah gak zaman lagi. Tetapi menggunakan akal pikiran dan strategi dagang dengan cara yang halus dan menarik dan tanpa disadari kita masuk dalam perangkap  penjajahan masa kini.Khawatir dianggap sebagai orang tua yang tak mengikuti perkembangan zaman, atau dengan alasan kasih sayang. Ini terjadi manakala buah hatiku merengek-rengek minta diajak main ditempat permainan game dengan sistem koin atau isi pulsa. Dari sudut pandangku sebagai orang tua apa sih menariknya game tersebut sampai diantre panjang oleh bocah berusia sekitar 8-12 tahun.Sementara diarena game yang lain beberapa orang dewasa pun ikut riang bermain , entah sendiri atau dengan alasan menemani sang anak . Memang tak bisa dipungkiri setiap individu membutuhkan hiburan, kenyamanan dan ketenangan dalam kehidupannya . Tak mengapalah walau didapat hanya sesaat melalui permainan game tersebut. Karena saat bermain game ada beberapa hal positif yang didapat oleh individu, perasaan menjadi jago, menguji keberuntungan juga dapat mengekspresikan perasaan dengan cara bermacam-macam. Bisa dengan berteriak uuuuuuuuhhhhhhh dengan wajah penyesalan atau melompat kegirangan karena berhasil mengalahkan lawan dalam permainan game tersebut.Sementara ada sisi negatifnya juga dari permainan game tersebut.. Berdampak kecanduan penasaran ingin bermain lagi , dan lagi . Nah kalo sudah terjadi seperti ini , bukankah ini merupakan judi era kini. Tak disadari uang kita disedot terus menerus untuk memenuhi rasa penasaran . Padahal jelas-jelas dari pandangan agama apapun judi itu dilarang . Tapi mungkin belum dibahas ya judi seperti apa yang haram dari pandangan agama. Aku sebagai orang tua melihatnya dari aspek tak hanya sekedar haram dari si sudut pandang agama tapi hal lain adalah permainan game membuat anakku menjadi tak kreatif dan hanya melakukan hal-hal sebagai pengguna tak minat menciptakan hal-hal baru dan menarik sesuia kreasi mereka. Dan lengkaplah bentuk penjajahannya. , penjajahan otak dalam hal cara berpikir dan penjajahan keyakinan.

Rabu, 22 Agustus 2012

Gema Takbir

Selalu ada keriangan

Canda tawa kebahagian 

bahkan haru sedih 

mengiringi alunan takbir 

yang berkumandang

Berharap dapat bertemu lagi

namun juga berharap 

dapat melaluinya dengan segera

Harap-harap cemas menanti pengumuman

jatuhnya 1 Syawal 

yang terkadang berbeda dengan saudara yang lain

Membayangkan seperti yang lalu ....

Lebaran dalam kehangatan ....

Sayur hangatan, rendang hangatan, opor ayam hangatan

Cerita lain tentang Dirgahayu RI

HUT RI ke 67 pada tahun 2012 ini bersamaan dengan bulan Ramadhan 1433 H.Sebagian warga sekolah sudah bergegas menuju kampung halaman untuk berlebaran bersama sanak saudara. Seperti biasa saat hendak menuju tempat kerja , pada hari ini aku pun melakukan hal yang sama . Setelah menyelasaikan sahur dan sholat shubuh harus bergegas menuju stasiun agar kereta pertama dengan tujuan Tanah Abang dapat dinaiki . Lari terbirit-birit  ketika sampai stasiun mendengar informasi comuter line tujuan Tanah abang -Angke segera masuk jalur 1. Alhamdulillah kekejar juga meski tak sempat membeli koran atau lapor diri ke kamar kecil dulu . Yang penting bisa naik kereta dan mengabaikan sesaat untuk membuang hajat kecil . Saat merenung kadang terpikir begitu besar arti ketepatan waktu kedatangan kereta dibandingkan dengan keselamatan dan kesehatan diri. Begitu memasuki gerbong kereta, ada pemandangan yang tak biasa kereta cukup lenggang . Untuk aku yang naik dari stasiun Depok masih bisa mendapat tempat duduk yang lega . Berbeda dengan hari biasa ketika tak ada tanggal merah di kalender . Penuh diisi oleh penumpang dengan berbagai tujuan yang berbeda juga keperluan yang beragam . Dan hari ini aku rasa semua tujuannya sama menghadiri peringatan 17 Agustus hari kemerdekaan RI. Hampir 90% penumpang memakai pakaian Korpri seragam PNS. Sambil memandangi wajah para penumpang berseragam PNS aku berpikir apakah dengan mengikuti upacara bendera yang mendapat himbauan 'wajib' dari atasan setiap instansi dapat dikatakan mereka termasuk aku sudah memiliki jiwa nasionalis ? Karena ketika mengikuti upacara tersebut amanat yang disampaikan oleh pembina upacara adalah dengan menghadiri upacara 17 Agustus walau telah memasuki masa liburmenjelang Idul Fitri berarti sudah nasionalis. Dan jadi tergelitik untuk untuk mencari tahu makna dari kata nasionalis. Apakah memang hanya semudah itu yang dimaksud dengan nasionalis ?

Ucapan dan ungkapan.....????

Sering teredengar ungkapan ucapan adalah doa. Untuk itu pemuka agama , psikolog selalu mengingatkan jangan sembarangan mengucap sesuatu yang ditujukan kepada anak . Siapa tahu itu adalah doan yang akan dikabulkan Allah SWT. Lantas apa bedanya ucapan yang yang diungkapkan pemimpin entah dalam kegiatan kampanye , intruksi dari pembina upacara atau hanya sekedar ungkapan memberi saran , apabila ucapan tersebut disertai dengan embel-embel label negatif. Memang mungkin saat mengungkapkan dalam kegiatan pengarahan tak ada maksud mengutuk ( ini bahasaku sendiri) tapi ternyata tak disadari oleh yang mengucap bahwa isi pengarahan menggiring persepsi orang untuk berpendapat negatif. Satu contoh yang terjadi manakala di tempatku bekerja , pimpinan yang sedang menjadi pembina upacara mengatakan untuk siswa yang bermasalah akan diacak kelasnya agar dapat melakukan intropeksi kesalahannya. Pertanyaan besarku sebagai guru pembimbing , apakah pernyataan tersebut memang harus diucapkan dihadapan khalayak ramai. Belum lagi penyertaan label "bermasalah " . Padahal mengutif tulisan yang pernah aku baca dari tulisannya Arfan Pradiansyah. Justru kita memang harus mendapat masalah karena dengan bermasalah kita belajar untuk mengatasinya. Jangan pernah takut dengan masalah . Bagaimana cara kita menjaga sisi psikologis dari individu yang katanya bermasalah tadi? Alangkah lebih bijak dengan mengatakan , anakku kamu dipindahkan dari kelas yang lalu agar kamu lebih baik dalam belajar . Karena yang terjadi setelah pembina upacara mengungkapkan tentang anak "bermasalah" tadi beberapa siswa yang mengalami kesuliatan dalam beradaptasi dengan teman-teman baru mereka bertanya kepadaku dengan sedih , apakah menurut ibu  saya memang bermasalah ? Atau dilain waktu dengan mengungkapkan kebijakan yang sekali lagi menggiring untuk memberi label " bermasalah ". Tak ingat atau memang tak paham semakin sering doktrin " bermasalah " diucap semakin terpatri dalam memory " memang bermasalah "

Kenapa Tak Beda

Pertanyaan ini ditujukan kepadaku dari selentingan beberapa rekan kerjaku yang mengomentari kegiatan yang kulakukan dengan para siswaku di akhir materi kegiatan BK.Aku pernah menulis dalam blogku, mengenai rasa bangga dan bahagiaku atas hasil kerja yang dilakukan oleh para siswaku yang membuat tugas akhir dalam bentuk buku . Sebelum aku meminta siswaku untuk membuat tugas akhir tersebut pengantar yang kulakukan adalah meminta siswaku untuk membaca buku para tokoh dunia dan kembali menceritakan dihadapan teman-teman sekelasnya. Untuk kemudian aku katakan impian di masa tuaku nanti aku ingin salah satu dari siswaku terinspirasi dari perjuangan dan kisah hidup tokoh dunia tersebut . Dan siapa tahu mereka juga dapat menceritakan tentang hidup mereka dalam bentuk buku yang menarik. Intinya aku ingin dapat membaca buku hasil karya siswaku , seperti yang dilakukan Andrea Hirata penulis buku Laskar Pelangi. Tak hanya sekedar memberi nilai dari tugas yang mereka kumpulkan . Namun lebih dari itu , aku ingin mereka memperoleh pengalaman dari bercerita dalam bentuk tulisan sesuai dengan gaya bercerita mereka . Ternyata aku masih berada dalam lingkungan kerja yang menilai berdasarkan urutan - urutan kaku dan tak punya target jangka panjang.Mundur untuk menyamai langkah dengan mereka ?Aku rasa itu bukan gayaku, sementara maju sendiri pasti akan selalu mendapat komentar yang berkesan negatif . Jadi ingat dengan kalimat motivasi yang pernah aku bahas dalam pertemuan di kelas dengan siswaku ." Apa yang anda pikirkan bisa  Pasti bisa" Dan aku cukup takjub ternyata mereka memang bisa. Dan saat mereka mengumpulkan tugas akhir tersebut terucap bisik-bisik tetangga dari rekan kerjaku. Kok nilainya hanya segini padahal kerjaan anakku bagus . Tanpa mau bertanya padaku yag memberi tugas . Atas standar apa aku memberi nilai pada mereka . Dan pemahaman dangkal menilai hanya dari hasil akhir tanpa mau bertanya pengalaman apa yang diperoleh dari proses panjang yang telah dilalui saat membuat buku tersebut.