Senin, 12 September 2011

Ingin Internasional

Aku percaya setiap perubahan dapat menuju ke arah kebaikan atau keburukan . Walau niat perubahan ke arah kebaikan pun tak selalu prosesnya berjalan baik. Beberapa waktu yang lalu saat Presiden SBY membuka forum bilateral ASEAN yang bertempat di Jakarta sebagai tuan rumahnya ternyata juga mendapat tentangan dari berbagai pihak karena menganggap pak SBY tak memberi contoh untuk menunjukkan rasa nasionalismenya dengan memberi pidato berbahasa Indonesia. Dan cukup membingungkan juga manakala para pembesar atau orang-orang besar mulai mengkhawatirkan lunturnya jiwa nasionalis pada generasi muda tetapi ternyata tak memberi contoh bagaimana memupuk rasa nasionalisme . Malah menganggap segala sesuatu yang internasional seakan-akan jauh lebih baik. Salah satunya dengan penggunaan bahasa Indonesia. Begitu bangganya ketika mampu berbicara menggunakan bahasa asing ( Inggris ) dengan cukup fasih dan mencari-cari kosakata yang tepat untuk menyampaikan informasi ketika di wawancara menggunakan bahasa Indonesia.....Oh sedihnya . Padahal apabila diingat bagaimana perjuangan pahlawan ketika berkumpul untuk menyatukan satu bahasa, satu bangsa , satu tanah air yaitu Indonesia.
Dan keinginan untuk " Internasional" ternyata tak hanya merambat pada kalangan pejabat ( dalam hal penggunanaan bahasa asing) tapi juga menular di lingkungan sekolah. Bukan aku anti internasional atau tak suka berbahasa asing, tetapi menurutku sedikit aneh dan lucu saja apabila upacara bendera yang biasanya memakai bahasa Indonesia tiba-tiba karena proses menuju sekolah berstandar Internasional berubahlah penggunaan bahasanya menjadi bahasa asing. Mulai dari pembacaan susunan acara, pembacaan pembukaan UUD , janji siswa, dll.
Lagi-lagi jadi berpikir sebenarnya seperti apa sih yang dimaksud internasional . Selalu menggunakan bahasa asing, bergaya hidup asing, berpikiran asing ? Jangan-jangan nanti malah menjadi orang asing dengan dirinya sendiri . Tak memiliki akar yang kuat dengan budaya bangsanya sendiri.
Dan aku berdiskusi dengan teman kuliahku yang mengajar di sekolah yang terbilang sukses mengusung program berkelas internasional . Menurutnya internasional bukan hanya sekedar dalam penggunaan bahasa asing to....tapi lebih kepada perilaku yang menjunjung tinggi norma yang sebenarnya merupakan karakter bangsa kita juga dan saat ini mulai ditinggalkan dianggap gak internasional.Mengutip kata-kata yang pernah diucapkan oleh dosen Konseling Lintas Budaya yang juga mengajar di JIS ( Jakarta Internasional School) " tidak usah terlalu mengangkasa membumi sajalah " Tak perlulah membuat program yang terlalu muluk sehingga sulit dicapai dan hanya menjadi cerita ideal dalam kertas hvs . Semoga pemikiran ku tentang internasional ini dapat menjadi renungan harus internasional yang seperti apa ?

Jumat, 09 September 2011

Aku anak bunda

Mungkin terkesan sepele manakala aku mencantumkan begitu banyak hubungan kekerabatan antara ibu dan anak dalam profil FB ku. Saat itu FB lagi booming .Dan aku pun termasuk penggunanya yang cukup sering mencari data teman-teman lama yang tak bersua dan tak berkabar puluhan tahun. Dan betapa gembiranya saat satu persatu teman lama bisa diketahui keberadaannya dan akhirnya bisa berkirim kabar hingga mengadakan acara reuni SD, SMP , SMA hingga kuliah . Menyenangkan dan sangat membantu meski ada pro kontra keberadaan FB dapat membuat hubungan keluarga menjadi tak harmonis kata beberapa pemuka agama karena membuka peluang lagi untuk berhubungan dengan orang masa lalu , ah tau lah kalo soal itu menurutku kembali pada masing-masing pribadi sajalah.
Yang ingin aku ceritakan adalah tentang bagaimana saat fb sedang heboh siswa-siswi ku meminta hubungan kekerabatan denganku dan berharap aku mau menjadi ibu mereka. Aku merasa tersanjung dan senang walau mungkin hanya basa-basi tapi sisi geer ku berkata aku punya arti dalam hati siswa-siswi ku ...Alhamdulillah. Dan memang benar saja ada beberapa komentar yang bertanya dari teman lama atau teman sekarang , anak lu banyak amat nik? Dan aku menjawab dengan enteng saja ya mereka minta aku jadi ibunya dan aku pikir gak ada ruginya punya anak banyak tanpa harus melahirkan dan memberi biaya hidup ya aku tanggapi permintaan mereka. Tapi ternyata pernyataan yang sama diajukan pula oleh anak kandungku yang sempat protes, bunda kok anaknya banyak amat, anaknya bunda kan kakak dan adek...dan aku harus menjelaskan kepada mereka bahwa mereka buah hatiku yang tak tergantikan oleh apapun tetapi ada bagian dalam hati ku yang juga diisi oleh semua siswa-siswi ku. Dan semuanya memberi ku cara untuk belajar tentang kehidupan . Terimakasih anakku...terimakasih anak didikku.

Minggu, 28 Agustus 2011

Harapan dan Kenyataan

Beberapa waktu yang lalu saat mendengar informasi yang menggembirakan dengan penuh antusias aku kunjungi mesin anjungan tunai mandiri untuk memastikan berita gembira itu.Berharap dan terus berharap semoga jumlah nominal yang tercantum dalam mesin ATM menggembirakan . Berulang lagi keesokan harinya dan masih dengan harapan yang sama. Tetapi hanya jumlah nominal yang masih seperti di awal aku melihat pertama kalinya. Akhirnya seperti banyolan yang sering aku dan temanku ungkap apabila merasa diperlakukan tak adil adalah " ya sudah selemah-lemahnya Iman, apalagi yang bisa kita lakukan selain mengumpat dan melontarkan sumpah serapah. Aku merasa belum memiliki keiklasan yang cukup kuat untuk tidak mengumpat dan sumpah serapah kepada pihak-pihak yang menurutku berwenang atas kebijakan ini.
Sampai akhirnya aku merasa lelah juga untuk menjadi pengumpat teladan.
Dan kembali ke pada fitrah ku sebagai manusia yang lemah ,aku berkata pada yang memiliki hidupku Ya Allah , apabila ini memang bagian rencanaMu , berikan aku kekuatan untuk tetap sabar dan hanya kepada Mu aku memohon segala kemudahan atas urusan-urusan yang kutemui. Dan buka kanlah segala simpul-simpul kesulitan tersebut. Namun apabila yang mempersulit adalah kebijakan manusia ciptaan Mu juga tolonglah ya Allah bukakan hati mereka untuk peka atas harapan orang-orang yang saat ini sedang mereka urus urusannya.AMIN

Senin, 22 Agustus 2011

Datang dan pergi

Saat acara berbuka puasa dengan keluarga besar kemarin sore. Ada hal yang menyenangkan karena dapat berkumpul , berbagi cerita tentang banyak hal. Tentang yang baru saja menjadi bagian keluarga karena kehadirannya di dunia. Wajahnya mirip siapa, namanya siapa, berat dan panjangnya berapa. Beragam pertanyaan terlontar untuk mengetahui kehadiran anggota keluarga yang baru.
Sementara ada rasa haru yang tiba-tiba menyeruak dalam dadaku, saat memory kembali berputar ke masa lalu. Saat kembali mengingat dahulu ada sosok orang tua yang menjadi perekat dalam hubungan kekeluargaan,walau selalu hadir dengan segala kontroversinya. Tapi menjadi satu cerita yang cukup menghibur ketika dapat berkumpul bersama. Dan sekarang sosok itu tak ada lagi bersama saat acara buka bersama. Ada yang terasa hilang. Tapi begitulah hidup datang dan pergi menjadi hal yang biasa terjadi . Dan memang harus siap saat menerima kedatangan maupun kepergian. Entah secara terencana atau mendadak. Tak pernah ada yang tau kapan saatnya datang dan kapan saatnya pergi. Yang datang dengan terencana disambut dengan penuh suka cita kebahagiaan . Namun yang pergi tak pernah di rencanakan dan akan selalu meninggalkan kesedihan dan kedukaan bagi yang di tinggalkan. Hanya dapat mengingat akan kenangan yang pernah terjadi saat masih bersama. Dan kembali meneruskan kehidupan menjalaninya dengan semangat baru.

Rabu, 17 Agustus 2011

Memberi dan menerima

Kegiatan pagi tadi berbarengan dengan upacara 17 Agustusan, dibagikan pula sumbangan hasil pengumpulan dari alumni yang concern dengan pendidikan. Bisa dibahas dari berbagai sisi dan sudut pandang mengenai pemberian sumbangan tersebut yang kebetulan pula bertepatan dengan 17 Ramadhan. Momentnya cukup baik. Tapi aku mempunyai pemikiran yang sedikit berbeda. Bagiku memberi adalah perilaku yang sangat mulia. Saling berbagi , merasakan bersama. Terkadang mungkin juga sedikit terbersit riya dari si pemberi apabila memberi dengan cara mempertontonkan di depan umum. "Lihat aku bisa memberi "
Sementara pada pihak yang diberi , akan menjadi pihak yang tak mampu, tak berdaya dan mungkin juga hidupnya diatur oleh si pemberi.Dengan wajah menghadap ke atas, memohon dan mengucap terimakasih pada yang memberi . Dan si pemberi menjadi ( merasa sangat berjasa).
Aku pernah merasakan jadi pihak yang diberi. Bagiku sangat tidak menyenangkan. Perasaanku berkata aku adalah orang yang tak mampu tak memiliki daya. Apalagi apabila ditonton oleh ratusan pasang mata. Mungkin seperti iklan di tv, aku lebih memilih lenyap kedalam bumi. Beban psikologis yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh pihak yang memberi. Dan seiring berjalannya waktu , kehidupan berubah Alhamdulillah saat ini dapat berubah posisi menjadi pihak yang memberi tapi terbayang rasanya menjadi pihak yang diberi . Dan kekhawatiran lain merambat juga, khawatir menjadi riya karena berperilaku sombong merasa sudah mampu memberi .Dua perilaku yang sama-sama memiliki beban dan tantangan yang sama berat.
Menjadi pemberi mengajarkan berbagi tetapi dapat pula membentuk sikap riya. Dan menjadi penerima dapat menurunkan harga diri dianggap tak mampu dan harus dikasihani.

Minggu, 14 Agustus 2011

X dan Y

Kemarin aku mengikuti satu kegiatan seminar yang bertema Dampak pandangan orang tua terhadap motivasi berprestasi . Memberi pencerahan juga bagi aku yang sering menemui konseli yang menurut orang tuanya tak memiliki sikap bertanggung jawab , tak termotivasi untuk berprestasi dan banyak lagi tak, tak yang lain yang tidak sesuai dengan harapan orang tuanya.
Padahal menurut satu teori psikologi yang dkemukakan oleh psikolog sosial Douglas Mc Gregor, pandangan seseorang terhadap individu lain akan mempengaruhi bagaimana dia bereaksi dan akan menerima hasil yang seperti apa pula. Orang tua yang berpaham pada teori X dimana teori itu menganggap : kerja dan belajar tidak menyenangkan, suka mengarahkan, lebih mementingkan keamanan, tidak berambisi . Dalam pola asuhnya di rumah sering memberi bantuan kepada anak dan tidak konsisten dalam menerapkan suatu disiplin tiba-tiba menginginkan anaknya berprestasi menurut saya hal yang cukup aneh. Anak pada dasarnya kan melihat contoh dan panutan yang paling dekat dengan dirinya yaitu orang tuanya. Sementara orang tua yang berpaham pada teori Y sering menerapkan pola asuh yang mempercayai bahwa anak-anaknya adalah individu yang mempunyai tanggung jawab untuk dirinya . Sehingga motivasinya untuk berprestasi timbul karena merasa mendapat kepercayaan utuh dari orang tuanya. Juga orang tua selalu berusaha konsisten dalam menerapkan suatu aturan yang berkaitan dengan disiplin . Kedua teori yang memiliki dasar pemikiran yang cukup logis pada dasarnya setiap individu ciptaan Allah adalah individu yang paham mau apa dia dan mau kemana tujuan hidupnya.
Mungkin yang sering tidak pas dengan lingkungan adalah maunya individu yang berbeda dengan harapan lingkungannnya. Contoh orang tua dari konseli ku yang mengeluh anaknya dalam pandangan orang tuanya tak bertanggung jawab dan tak memiliki motivasi berprestasi dengan segala kepanikan orang tuanya yang tak mempercayai bahwa anaknya memiliki kemampuan sehingga sang orang tualah yang panik manakala anaknya yang akan menghadapi ujian sehingga melibatkan aku sebagai guru BK nya agar mengingatkan anaknya agar belajar untuk menghadapi ujian dan manakala aku menelephone sang anak yang menjadi konseli ku diajawab santai aku udah siap kok bu, mamaku saja yang panik gak percaya dengan kemampuanku. Pelajaran yang sangat berharga menurutku yang akhirnya aku sampaikan juga pada orang tuanya percayailah anak kita bahwa mereka punya tujuan hidup yang ingin mereka capai sesuai dengan keinginan mereka.

Kamis, 11 Agustus 2011

Yang salah dibenerin

Yang salah dibenerin, itu kata-kata yang sering diucapkan oleh siswa/i ku saat mereka bertanya tentang sesuatu hal yang membuat mereka agak kesulitan untuk menyelesaikannya .Dan dengan santai pula mereka menyampaikan lagi pada teman-temannya, yang salah nanti dibenerin kok. Sepertinya bermakna sepele, " yang salah dibenerin" tetapi bisa juga bermakna dalam. Kok bisa salah dibenerin ? Dan membuat aku tergoda untuk membahasnya. Dalam susunan kalimatnya saja walau diucapkan secara lisan hal itu akan membuat banyak pertanyaan , tentang salah tapi benar. Padahal yang dimaksudkan adalah kerjakan dahulu sebisa kalian menyelesaikannya apabila nanti menemui kesulitan akan diberi arahan untuk memperbaiki kesalahan .
Namun sepertinya bahasa lisan seperti itu dianggap wajar dan selalu berulang diucapkan . Tak bermaksud menghakimi siapa yang salah karena membiarkan banyak siswa mengucapkan kalimat lisan yang seperti itu. Tetapi cukup miris saja apabila kita sebagai pemilik bangsa ini untuk mengucapkan kalimat dengan bahasa yang baik saja belum mampu , bagaimana mau memperkenalkan tentang "INDONESIA" kepada bangsa Internasional. Dan yang lebih mengagetkan pernah secara iseng aku menonton satu acara tv, cukup bagus acaranya memacu pesertanya untuk berpikir. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah tentang peribahasa , herannya para peserta yang sebagian besar adalah siswa SD ternyata tak mampu menjawab peribahasa tersebut , dan aku hanya bisa menggeleng-geleng kepala.Ada juga cerita yang aku alami sendiri saat aku menyampaikan materi kepada siswa/i ku yang sudah SMP dan saat mereka aku minta mengisi daftar cek yang berisi beberapa pertanyaan, kembali mereka bingung dan bertanya tentang satu kata yang mereka tak paham artinya,kata-kata yang tertulis di daftar itu tertulis 'bersolek' . Walau akhirnya aku memberi penjelasan juga tapi sambil berpikir apa saja sih yang dipelajari oleh siswa/i dari generasi sekarang ? Kok ya sampai peribahasa yang terdengar sehari-haripun jadi tak tahu....???
Jadi bagaimana mau mengoreksi yang salah jadi benar .....?