Minggu, 01 Januari 2012
Semangat baru...
Selasa, 27 Desember 2011
Motivasi atau intimidasi...???
Hampir di akhir....
Selasa, 13 Desember 2011
Renungan hari Guru
Setiap membaca tulisan dari Prof Rhenal Kasali selalu ada hal-hal menarik yang dapat dijadikan alasan untuk direnungkan.Tulisan di Koran Sindo tgl 8 Desember 2011 yang berjudul “ Perbaiki Sekolah “ ternyata tak sekedar memuat tentang cerita bangunan fisik sekolah di beberapa SD yang mudah rubuh dan tak layak ditempati untuk tempat belajar .Seperti yang sering menjadi soroton berbagai media yang menurut mereka hal itu merupakan berita terhangat untuk diangkat menjadi konsumsi public . Setelah membaca tulisan itu justru yang bisa dilakukan adalah merenungi apa sih sebenarnya yang sudah kami berikan di usia korps PGRI berusia 66 tahun. Ternyata masih berkutat pada hal-hal yang sifatnya seremonial dan rutinitas. Tak pernah atau mungkin jarang sekali para guru benar-benar mengembangkan amanat dari UU Pendidikan mengembangkan segala potensi peserta didik . Dibungkus dengan kemasan yang menarik untuk kepentingan siswa agar mereka giat belajar dan tak lagi khawatir menghadapi Ujian Nasional dibuatlah para siswa harus patuh dengan segala aturan agar mereka hanya focus pada kegiatan belajar . Kegiatan belajar yang dominan menggunakan belahan otak kiri dan mengabaikan belahan otak kanan.Para siswa dituntut atau bahasa pedagogicnya adalah di drill dengan latihan soal-soal menjelang ujian . Padahal kehidupan nyata yang harus dihadapi para siswa saat selesai sekolah bukan lagi tentang cara mengerjakan soal tetapi lebih kepada keahlian afektif dalam mengelola emosi dan kecakapan hidup. Dan hal seperti itu jarang atau sekali lagi mungkin tak pernah diajarkan di bangku sekolah.Dan tak mengherankan pada kenyataan di dunia nyata begitu bubar jam sekolah para siswa layaknya domba yang kebingungan mencari figure teladan . Bertindak seenaknya dengan melakukan ‘ Bullying’ kepada pihak lain yang lebih lemah . Perilaku yang sangat mengkhawatirkan akan menjadi hal yang terbiasa dilakukan apabila system pendidikan yang dibuat tak menyentuh kebutuhan peserta didik . Akhirnya mereka hanya sekedar menggugurkan kewajiban untuk menjalani kehidupan sekolah tetapi tak memahami apa sebenarnya yang harus mereka dapat saat belajar menjadi siswa. Karena begitu mereka menyelesaikan pendidikan formalnya tak selalu ilmu yang mereka peroleh dapat berguna dalam kehidupannya. Masih bersyukur apabila ilmu yang didapat tersimpan dalam memory otak peserta didik namun apabila ternyata hanya sekedar pelengkap untuk menuntaskan KKM pada setiap mata pelajaran sayang sekali waktu yang telah dilalui percuma dan buang-buang waktu karena mungkin bagi sebagian peserta didik tak menjadi kebutuhannya dan tak ada kesan yang tertinggal dari mempelajari materi yang ada.
Apabila mau direnungkan dari teori yang di kemukan oleh Howard Gardner yang kemudian di ceritakan dalam bentuk kisah dongeng binatang, jangan paksakan ayam untuk bisa berenang karena bukan hal itu yang menjadi kecerdasan seekor ayam, atau jangan paksakan kelinci untuk bisa terbang tinggi karena kelinci tak diberi anugrah sayap untuk terbang tapi di beri bekal sebagai binatang yang memiliki ciri pemalu , penurut dan lembut. Begitulah hendaknya setiap pendidik memperlakukan setiap muridnya. Sesuai dengan keunikan dan karakter yang dimiliki oleh siswanya. Membandingkan atau menyamaratakan kemampuan siswa adalah hal yang sangat tidak bijak, karena kita pun sebagai orang dewasa juga sangat tidak suka apabila dibanding-bandingkan dengan orang yang lain yang secara psikologis kita tak tertarik. Berbeda mungkin apabila kita memberi motivasi kepada siswa untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan keinginannya. Karena pada dasarnya setiap individu ingin dihargai sesuai dengan keadaannya.
Dan selama aku menjadi guru tak pernah ada penilaian yang dilakukan terhadap guru berdasarkan kepuasan siswa yang dibimbing/ dididiknya . Penilaian sering kali diberikan kepada guru oleh atasannya. Dan tak jarang hal demikian menimbulkan perilaku dari guru diantaranya ABS karena mengajar atau mendidik sesuai petunjuk dari atasan , kemauan atasan atau selera atasan. ( Di kira-kira sendiri saja siapa yang biasa menilai kinerja guru, dan diatasnya lagi) Sehingga hal yang seperti ini tak jarang guru mengajar/ mendidik tanpa dibalut dengan kasih sayang, menganggap siswa yang diajar hanyalah sebagai objek dari materi yang harus disampaikan.Merupakan kebanggaan bagi guru manakala murid yang diajarkan mendapat nilai tinggi dan tuntaslah pembelajaran yang dilakukan itu menurut si guru. Sementara percakapan yang berlangsung diantara siswa adalah kelelahan yang dirasakannya selama mengikuti pelajaran karena tak dianggap sebagai subjek penentu . Tetapi robot dengan balutan untuk kehidupan masa depan .Ironis tapi seperti itulah kenyataannya….
20 Hari yang lalu
Lebih dari 20 hari yang lalu juga selama 20 hari kegiatan . Bersama dengan rekan-rekan baru dari berbagai sekolah yang juga baru di kenal . Berkumpul bersama dengan satu misi yang sama pula mengikuti kegiatan prajabatan . Mengawali hari pertama kegiatan penuh dengan pergulatan perasaan yang campur aduk, antara harapan untuk dapat mewujudkan asa yang telah sekian lama tertunda dan kesedihan harus berpisah dengan keluarga untuk waktu yang cukup lama. Di mulai dengan bunyi pluit berkepanjangan yang membuat stress selama beberapa hari karena harus membiasakan telinga dan debaran jantung agar tak terkaget-kaget. Walau pada kenyataannya tetap saja yang namanya jantung dan telinga tak sepenuhnya dapat berdamai dengan bunyi pluit tersebut. Perlahan namun pasti belajar terbiasa dengan bunyi dan debaran deg-degan . Semua kegiatan di lakukan dengan apel, apel dan apel . Awalnya memang terpaksa melakukan kegiatan karena khawatir akan mendapat hukuman. Namun seiring berjalannya waktu layaknya perilaku manusia normal yang sering mencoba-coba untuk melanggar aturan siapa tau berhasil lolos tak tertangkap oleh petugas. Sangat menghibur manakala berhasil lolos tak tertangkap panitia untuk menjadi petugas di kegiatan apel malam. Kegiatan apel malam yang dilakukan sambil membaca ikrar walaupun hafal tetap saja membuat sensasi tersendiri dalam degup jantung pembacanya karena disaksikan oleh ratusan pasang mata apalagi kalau ternyata salah saat mengucapkan siap-siap saja mendengar teriakan ulangi, ulangi. Wah semakin menjadi sensasi degup jantung disertai gemetar lutut yang saling beradu.Dan jadi teringat manakala malam sudah larut tiba-tiba terdengar suara panitia yang cukup disegani karena sikapnya yang tegas. Melompatlah teman sekamarku karena panik dan langsung menyusun sepatu di tempat tidur rekanku. Ya Allah …segitu khawatirnya hingga tak mampu berpikir waras.
Namun dari sekian minggu dalam kebersamaan tersebut banyak hal-hal yang bisa dipelajari untuk direnungkan tak sekedar belajar disiplin tapi belajar banyak hal tentang toleransi dalam berbagi waktu saat menggunakan kamar mandi yang jumlahnya tak sesuai dengan jumlah peserta atau belajar untuk menjadi orang “ Indonesia “ yang benar karena orang Indonesia sangat dikenal malas mengantri dan disana juga harus belajar mengantri untuk mengambil makan . Pengalaman yang amat berharga untuk dikenang.
Begitupun saat situasi belajar dalam kelas yang selalu disertai dengan diskusi dan tanya jawab sambil sesekali terdengar celetukan menggoda teman yang lagi bertanya. Atau saat bertarung dengan rasa kantuk yang luar biasa tak tertahankan karena tubuh sudah begitu penat mendapat informasi , 5 menit pertama masih mencoba bertahan berusaha melek dan melek dan 5 menit berikutnya yang bisa dilakukan adalah mencari dopping “ cemilan pedas “ agar mata tak keburu terpejam. Karena bagiku akan jadi bencana manakala tertangkap basah mengantuk dan tertidur sanksi yang harus dijalani adalah “ menyanyi” dan menyanyi bukanlah kecerdasan yang kumiliki. Aku jadi teringat kata-kata yang pernah diucapkan oleh buah hatiku saat dirumah manakala aku sering menyanyi mengikuti lagu yang kudengar di radio dan tanpa sungkan anakku langsung berkomentar “ bunda yang diradio sudah bisa menyanyi jadi bunda gak usah ikut nyanyi “ Saat mendengar itu aku hanya tersenyum kecut. Polos tapi dalam. Dan seperti itulah cerita pengalaman selama 20 hari menyenangkan meskipun menemui beberapa hal yang menurutku seharusnya tak harus dilakukan dengan rasa khawatir yang berlebihan . Kebetulan aku penganut paham dan pemikiran semua akan berlalu. Jadi yang hari ini menjadi momok menakutkan pada saatnya akan berganti menjadi cerita lucu dan menyenangkan karena merupakan kenangan hidup di masa depan .
Jumat, 04 November 2011
Mengajari bertanggung jawab ….
Orang tua pasti berharap anak-anak yang dididik dan dibesarkannya memiliki perilaku bertanggung jawab.Ternyata tak semudah yang dibayangkan untuk dapat memiliki anak dengan perilaku yang bertanggung jawab . Tanpa kita sadari sebagai orang tua kita sering meminta anak-anak untuk bertanggung tapi tak pernah mengajarkan bagaimana caranya bertanggung jawab. Bukan kemudian aku merasa sebagai orang paling bertanggung jawab . Tetapi aku melihat ketidak konsistenan kita sebagai orang tua dalam mendidik anak-anak. Satu hal yang dapat aku bagi adalah sebuah cerita tentang ketidak konsistenan ketika menerapkan tanggung jawab.
Dalam mengajarkan sikap bertanggung jawab di tempatku bekerja , sekolah membuat satu cara baru dalam hal peminjaman buku . Buku paket yang dipinjamkan kepada siswa diberi nomer sesuai urutan nomer siswa di kelas. ( Dulu nya tak begitu) dengan tujuan agar siswa yang meminjam buku paket tersebut dapat bertanggung jawab terhadap buku yang dipinjamnya. Dan tak akan diberi pinjaman buku baru di tahun berikutnya apabila buku yang telah dipakai dan dikembalikan masih kurang . Hal itu yang diterapkan di sekolahku agar mengajarkan sikap bertanggung jawab pada siswa. Ternyata tak selalu sejalan antara kebijakan sekolah dengan ajaran orang tua untuk mengajarkan tanggung jawab . Manakala ada salah seorang siswa yang ketinggalan buku di laci mejanya dan diambil untuk melihat bagaimana bentuk tanggung jawab siswa tersebut . Tanpa diduga orang tua siswa tersebut yang kebetulan juga sebagai guru di sekolah ini, dengan gampang dan memudahkan urusan langsung menghubungi petugas perpustakaan untuk meminta buku baru. Biaslah peraturan yang ada karena ada unsur ‘nepotisme’ didalamnya. Dan dengan begitu gampangnya saat ku berjalan dan bertemu siswa tersebut tanpa pernah merasakan kehilangan buku dan menjawab bukunya sudah ada dan dipinjam lagi oleh ibu di perpustakaan . Wah enaknya peraturan dibuat untuk dipatuhi oleh siswa yang tak memiliki kekebalan hukum sementara siswa yang merasa aman dengan keadaannya tak pernah diajarkan untuk bertanggung dalam menyelesaikan masalahnya . Semua langsung diambil alih untuk diselesaikan. Lantas apabila sudah seperti itu bagaimana generasi berikutnya akan menjadi generasi yang bertanggung jawab ?
Sabtu, 22 Oktober 2011
Perbedaan
Aku ingin membahas tentang perbedaan yang ternyata berdampak pada pengembangan kreatifitas. Saat ini aku amati siswa di sekolahku sangat gemar dengan komik-komik Jepang . Yang aku sendiri jujur saja sebenarnya tak begitu mengerti apabila di suruh membaca komik, karena aku aku harus membagi belahan otak kanan dan kiriku untuk menafsirkan isi / cerita komik tersebut dengan gambar yang ada . Dan itu bukanlah kemampuan ku. Tetapi aku lihat , beberapa siswaku malah dengan kemampuannya yang menurutku sangat luar biasa bisa menggambar anime komik dengan baik. Dan aku suka dengan kemampuan mereka . Tanpa bermaksud untuk menghalangi kreatifitas mereka, aku tantang mereka untuk membuat komik dengan mengambil permasalahan yang ada di sekeliling mereka.Walau untuk yang ini belum terwujud. Karena kok aku merasa agak teriris juga sebagai salah satu warga negara yang baik, manakala aku melihat generasi penerus ku lebih tertarik dan bahkan cinta sekali dengan 'Jepang' . Untuk itu lah aku coba pahami kegemaran mereka sekarang dengan tetap mengingat budaya bangsa. Pelan -pelan mencoba menumbuhkan cinta tanah air dengan cara yang tak sekedar kegiatan rutin ( upacara bendera, baris berbaris, menyanyi lagu mengheningkan cipta dll). Yang dari kegiatan rutin ini pun apabila mau secara jujur di evaluasi tak banyak menghasilkan rasa cinta tanah air yang semakin tinggi. Generasi sekarang aku katakan sebagai generasi yang santai dan tak mau capek, bagi mereka upacara dll itu adalah hal yang membosankan panas-panas harus berdiri di lapangan.uh...c spasi d....CAPE DE
Ternyata tantangannya tak hanya sekedar menumbuhkan rasa cinta tanah air saja, tetapi perbedaan pandangan guru 'senior ' yang dengan pandangan membaca komik adalah kegiatan tak penting apalagi komik yang apabila dilihat gambarnya bukan dibaca isi ceritanya berkesan porno. Karena sering menggambarkan laki-laki dan wanita yang sedang berbincang.
Disinilah letak perbedaannya...berbeda pandangan untuk melihat dan menanggapi tentang suatu hal . Dan akan mengkhawatirkan apabila perbedaan pandangan seperti ini justru akan menghambat kreatifitas generasi-generasi bangsa. Mengutip istilah yang pernah dilontarkan oleh Prof Rhenal Kasali dari satu tulisannya tentang generasi saat ini adalah generasi digital. Semua berbau tehnologi yang tak butuh waktu lama untuk mendapat informasi apapun . Hanya karena adanya perbedaan jualah sehingga sering tak sejalan dengan langkah dan dorongan generasi sekarang yang ingin serba cepat ( instan ) dengan pendidikan di era orde lama dan baru yang menganut paham sabar dan sabar belum waktunya kamu tahu hal itu.
Membingungkan di satu sisi mereka ( siswa )dituntut untuk siap memasuki era masa depan yang serba cepat tetapi ternyata tak di barengi dengan sikap dan pemahaman sang pengajar tentang dunia yang sudah berubah sangat cepat .