Judul diatas
bukan nama sebuah bank terkenal. Namun istilah yang sering digunakan pada masa
pemerintahan mantan presiden Suharto era orde baru. Terekam dalam memory saat
itu bagaimana setiap bulan para mentri dalam cabinet tersebut mengadakan rapat
kabinet di bina graha untuk selanjutnya jumpa pers dan menyampaikan laporan
sesuai petunjuk bapak presiden. Kalimat itu seperti kalimat sakti yang selalu
diucapkan oleh salah satu pejabat negara yang memberi keterangan pers . Tak
berapa lama kemudian beredar pula istilah ‘abs’
yang apabila dipanjangkan asal bapak
senang .Akan menjadi menarik ketika dipadukan kedua kalimat tersebut
‘sesuai petunjuk…..dan asal bapak senang. Tak perduli akan berdampak negative
ketika memberi laporan yang penting ‘abs’karena
sudah sesuai petunjuk.Ternyata istilah itu masih juga berlaku hingga
sekarang. Walau orde baru telah berlalu dan dilanjutkan orde reformasi ternyata
sikap mental rakyat dan pemimpin negeri ini masih juga sesuai sesuai petunjuk
dan asal bapak senang.Masih terjadi dalam semua aspek , seakan –akan sang
pemimpin enggan mendengar informasi yang membuatnya harus berpikir untuk bisa
menyelesaikan permasalahan yang muncul . Lebih tertarik dan merasa aman ketika
para pembisik di bawahnya memberi informasi yang baik-baik dengan tujuan asal
bapak senang. Padahal bagaimana bisa diketahui ketangguhannya dalam memimpin
apabila tak mengatasi masalah-masalah rumit . Ingat sekali waktu dipanggil oleh
pimpinanku dan ungkapan yang diucapkan adalah kalo mau jadi pemimpin yang baik
harus bisa jadi anak buah yang baik dulu. Sambil mengernyitkan alis tak sepenuhnya setuju
dengan pendapatnya. Karena bagiku ketika pemimpin, guru , orang tua menghadapi
permasalahan rumit dan mereka bisa mengatasinya dengan baik barulah bisa
disebut berhasil . Namun ketika
tantangan yang dihadapi tak harus membuat jungkir balik, damai-damai saja .
Hanya sekedar masalah rutinitas yang diselesaikan dan masih berani membanggakan
diri sebagai pemimpin sebagai pemimpin , orang tua , guru yang berhasil ???
Atau salah bawahannya yang tidak melaporkan masalah yang rumit . Semua dikemas
dalam bungkus yang apik “ asal bapak senang”
Sabtu, 01 Desember 2012
Sabtu, 24 November 2012
Ada apa dengan tanda tanya.....????
Setiap memasuki hari Rabu jadi ingat dengan kisah tanda tanya yang kububuhkan pada lapak nama pejabat di lembagaku . Dipersilahkan masuk ke ruangannya sebelum sempat menyimpan tas di ruang kerjaku . Langsung meradang dan mengeluarkan kalimat, ibu bukan pimpinan saya, jadi saya gak harus melapor kemana saya mau pergi. Masih dalam kebingungan aku tatap wajahnya dan menerka-nerka apa yang membuat beliau begitu murka hingga mukanya merah padam seperti udang rebus . Padahal masih pagi lo, atau darah tingginya lagi kumat karena kebanyakan makan daging kambing, maklum baru dapat jatah pembagian daging kurban...hihihi. Berlanjutlah pertanyaannya sudah berapa tahun jadi PNS. Dengan semangat kugelengkan kepala , sambil masih tetap berpikir ini marah beneran apa cuma ngemove aja . Sama sekali santai tak seperti reaksiku yang biasanya terpancing dan balik membentak .Mungkin benar apa kata pepatah, usia terkadang bisa sedikit meredam reaksi negatif kita hehehe....Kembali pada pertanyaan pejabat dilembagaku , sudah berapa tahun jadi PNS, masih dengan semangat kugelengkan kepala sambil kuungkapkan saya masih CPNS pak , prajab saja baru tahun lalu . Tapi mohon doakan saya ya pak semoga bulan depan SK PNS saya keluar. Tanpa beban aku ungkapkan harapanku , sambil tetap menatap wajahnya yang masih merah padam menahan marah ( hehehe...kehilangan kepekaan , udah tau orang lagi marah malah minta di doain ). Nah barulah dia menjelaskan kenapa dia memanggil aku , menurutnya dari sekian banyak anak buahnya ternyata ada 3 orang yang mempertanyakan kedudukannya . ( itu pertanyaannya kepadaku ) intinya beliau tidak suka aku memberi tanda tanya pada kolom tanda tangannya . Dia menggambarkan itu sama halnya dengan membakar foto presiden saat lagi berdemo , ohhhhhhh...panjang aku manggut-manggut. Gak boleh ya ternyata , kembali aku katakan saya gak dapat ilmu mengenai larangan membubuhkan tanda tanya pada kolom tanda tangan saat prajab , ilmu yang saya dapat waktu itu tentang tata pemerintahan yang baik, wawasan kebangsaan , layanan prima , pemberantasan korupsi dll.Dan kujelaskan juga kenapa akhirnya ada tanda tanya di kolom tanda tangannya karena pada hari Senin saat pemotongan kurban , pejabat ku itu tak melaksanakan tugasnya untuk memeriksa dan membubuhkan tanda tangannya di atas namanya . Kemudian di hari Selasa ketika beliau berhalangan hadir kosonglah tanda tangannya , padahal biasanya ketika sang pejabat utama tak ada di tempat kan masih ada wakilnya yang bisa menggantikan seperti yang diungkapkan rekanku ketika gantian ia dipanggil setelah aku . Tapi ya tetap saja aturannya , pimpinan tak pernah salah dan ketika pimpinan salah balik ke aturan awal . Jangan berpikir untuk mencari keadilan . Untuk mendengarkan alasan bawahannya saja sudah tak mau. Bawahannya salah ya salah . Dengan memperlihatka sikap " saya atasan anda" , apapun alasannya anda harus loyal kepada saya . Loyal kepada pimpinan atau pekerjaan ya?
Dan ternyata beberapa hari setelah saya dipanggil berkaitan dengan urusan tanda tanya, tersebutlah nama baru yang tak dipanggil karena sesuku , sebangsa , setanah air . Aduh untuk urusan tanda tanya saja bisa disusupi unsur nepotisme . Belum lagi apabila ada gratifikasi dari beberapa rekan yang sebenarnya telah berbuat sesuatu yang sangat mencoreng nama baiksekolah tapi dianggap tak jadi masalah .
Oh....tanda tanya.....?????. Begitu bermakna ternyata bagi kedudukan seseorang . Mengalahkan urusan membocorkan rahasia negara . Gengsi pribadi di letakkan diatas urusan banyak orang. ????
Minggu, 18 November 2012
Anjing menggonggong kafilah berlalu
Peribahasa lama yang sering kudengar di masa sekolah dulu. Yang artinya biarpun banyak rintangan dalam berusaha kita tidak boleh berputus asa. Dan bagiku peribahasa itu menggambarkan tentang keadaan yang menimpa seseorang karena digunjingkan dan tak perduli dengan gunjingan si kafilah maju terus tak hiraukan dengan gonggongan anjing.Tapi saat digunjing atau digonggong oleh sang anjing si kafilah tetap masih jadi manusia biasa yang punya pikiran dan perasaan. Apabila yang digonggong hal yang mengada-ada dan membunuh karakter kalo boleh pinjam istilahnya bang haji Rhoma Irama maka pernyataan yang keluar dari si kafilah adalah " terlalu ".
Apalagi anjing yang menggonggong sudah tak berada dalam sistem , masih saja menggonggong, tak tau diri dan " masalah buat lo" seperti ungkapan anak masa kini .
Jadi kafilah tetaplah berlalu biarkan saja anjing yang menggonggong . Tetapkan dalam hati pernyataan anak masa kini....masalah buat lo......???
Sabtu, 17 November 2012
Share tulisan siswa
Dari sekian banyak tugas siswa yang sudah aku baca, ada beberapa yang menarik perhatianku untuk bisa dibagi kepada pembaca.
Tulisannya Dini Adanurani dari kelas 9.1
Tulisannya Dini Adanurani dari kelas 9.1
Opini generasi muda dalam
rangka mengisi kemerdekaan
Saya
ingat dulu waktu saya masih SD, saya sering mendengar kata ‘mengisi
kemerdekaan’. Terutama pada Janji Siswa, berprestasi
dalam rangka mengisi kemerdekaan. Saya kira dulu mengisi kemerdekaan maksudnya
berprestasi dalam rangka tujuh belasan. Maksudnya memenangkan lomba-lomba tujuh
belasan seperti balap karung dan makan kerupuk. Saya dulu pernah sebodoh itu,
ya. Iya, saya nggak tahu saya lagi ngeracau apaan. Mungkin ini cuma buat
menuh-menuhin halaman saja.
Sekarang
saya sudah kelas IX SMP, dan di SMP 40 tempat saya bersekolah, janji siswa
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris do
my best to fulfil the freedom. Saya ngerti artinya, tapi masih nggak
ngerti, ‘mengisi kemerdekaan’ itu seperti apa sih? Buat apa? Toh kita juga udah
merdeka.
Tapi
justru karena kita sudah merdeka kita harus mengisi kemerdekaan. Setelah
bermeditasi di kamar saya sambil ngedengerin om saya nonton MotoGP di luar,
menurut saya mengisi kemerdekaan adalah melakukan sesuatu. Sesuatu yang baik
supaya kemerdekaan ini nggak disia-siakan. Sesuatu yang bisa mengharumkan nama
negara kita—nggak usah jauh-jauh deh, bisa juga dari melakukan hal berguna yang
kita bisa sekarang, mumpung lagi merdeka, siapa tahu Belanda balik lagi. Tapi
jangan sampai.
Menurut saya sebagai generasi muda,
mengisi kemerdekaan itu nggak gampang. Iya, nggak ada pekerjaan yang gampang di
dunia ini, menulis ini aja saya masih pusing sendiri. Ngomongnya sih gampang,
tapi menurut saya generasi muda sekarang agak malas. Meskipun saya nggak tahu
generasi muda dulu seperti apa, tapi menurut
saya begitu. Contohnya nggak usah jauh-jauh, misalnya saya dan teman-teman
saya, sebenarnya kita bisa memahami pelajaran dengan baik dan dapat nilai
bagus, kalau mau. Tapi saya lebih suka main Twitter atau game daripada belajar.
Buat apa main Twitter itu? Saya juga tidak tahu! Melihat twit-twit teman-teman
saya (yang sebenarnya tidak ada bagusnya juga karena semuanya menulis tentang
hal-hal galau atau tidak jelas) saja bikin saya ketagihan.
Sebenarnya kita bisa saja mengembangkan
diri jadi lebih berguna, dan untuk mengisi kemerdekaan. Misalnya berangkat dari
hobi main game online, lalu siapa tahu kita bisa menjadi pembuat game ahli di
masa depan, sehingga Indonesia bisa mendominasi dunia game. Atau dari hobi baca
komik dan menggambar manga kita bisa menjadi mangaka yang hebat di masa depan
(halo, Vira). Tapi kadang kita kurang niat. Sadar atau nggak, sikap kita yang
suka ‘nanti aja, nanti aja’ bikin kita jadi terbiasa menunda-nunda dan bekerja
last minute. Langsung aja, malas. Dan kebanyakan remaja begitu mendengar kata
mengisi kemerdekaan mungkin bakal langsung bilang “Lho, kita kan masih muda?
Kenapa disuruh mengisi kemerdekaan?” Menurut saya sih lebih baik kita mulai
mengisi kemerdekaan dari sekarang. Kan katanya lebih cepat lebih baik.
Menurut saya, langkah pertama mengisi
kemerdekaan adalah melakukan.
Melakukan apa saja yang baik-baik yang kita bisa, misalnya membuang sampah di
tempatnya (iya saya tahu ini klasik banget, tapi memang bener banget karena
saya selalu jijik sama orang yang nggak buang sampah di tempatnya, maksudnya
yaampun disuruh gitu doang masa nggak bisa sih, nyampah aja kerjanya). Belajar
dan menuntut ilmu, meskipun nilai di kertas nggak menentukan kualitas seorang
manusia, itu ngebantu kita untuk bisa naik tingkat ke SMA lalu kuliah dan
seterusnya, dan karena tanpa pendidikan yang tinggi kita nggak bisa mengisi
kemerdekaan dalam tingkat yang lebih tinggi. Mengasah hobi, misalnya menulis
atau membaca atau olahraga. Kalau misalnya saya menang lomba menulis
internasional misalnya (AMIN) kan enak saya bisa mengharumkan nama bangsa
dengan cara melakukan hal yang saya sukai. Dan menolak ikut tawuran! NAH. Lebih
baik lagi kalau kita bisa mengajak teman untuk nggak ikutan tawuran. Saya
selalu bingung sama orang tawuran, memang tawuran itu penting banget ya? Memang
tawuran itu seru? Memang tawuran itu bikin mereka jadi lebih ganteng atau
pinter atau banyak temen atau dapet pacar, nggak kan? Malah yang ada nambah musuh, nambah luka, nambah
biaya perawatan ke dokter.
Saya sangat terinspirasi dengan cerita
Laskar Pelangi, dimana Ikal dan temen-temennya niat banget sekolah dan
bener-bener berjuang. Itu termasuk mengisi kemerdekaan juga kan? Itu adalah
kisah yang menginspirasi sekaligus nusuk dalem banget, karena mereka berjuang
demi bisa sekolah, sementara saya yang alhamdulilah beruntung nggak perlu
berjuang sebegitunya, malah mengeluh “aduh, males banget sekolah” dan
menyia-nyiakan kesempatan itu. Dimana semangat mengisi kemerdekaan saya???
Saya sendiri lagi nulis ini, tapi saya
nggak yakin bisa atau nggak mengisi kemerdekaan. Berbuat baik. Harus bisa! Atau
mungkin saya hanya meracau dari tadi.
Seandainya
saya jadi pahlawan, pahlawan apa?
Kadang saya merasa saya kurang menghargai
pahlawan, karena saya tidak pernah merasa mengidolakan pahlawan. Padahal kalau
dipikir-pikir, pahlawan lebih berjasa daripada Taylor Swift (uhuk), atau
bintang-bintang Korea yang dipuja-puja sama beberapa remaja di Indonesia.
Padahal karena pahlawan-pahlawan yang berani itu kita bisa hidup enak seperti
sekarang. Tapi kenapa kita yang sudah hidup enak malah lupa sama mereka? Ada
beberapa pahlawan yang dipelajari di IPS, tapi nggak terlalu lengkap dan saya
lupa beberapa. Sekarang saya mencari beberapa pahlawan yang disebutkan ini dari
Wikipedia. Iya, saya memang anak bangsa yang malu-maluin.
Kalau saya jadi pahlawan jaman
kemerdekaan sih kayaknya saya nggak mau jauh-jauh amat. Nggak perlu memegang
bambu runcing. Mungkin saya akan jadi pahlawan pendidikan seperti Ki Hajar
Dewantara, karena pendidikan itu penting banget. Sekarang aja bangsa kita kayak
begini, gimana kalo misalnya pahlawan pendidikan itu nggak ada? Kayaknya kita
nggak akan lepas dari penjajahan meskipun PBB sudah bikin lima ribu deklarasi
sekalipun. Atau mungkin pahlawan emansipasi wanita kayak Kartini dan Dewi
Sartika, karena tanpa mereka kita nggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa masak dan
beranak saja.
Yang saya kagumi adalah
pahlawan-pahlawan politik seperti Cipto Mangunkusumo, Sutan Syahrir, Soekarno,
dan Hatta. Kok mereka nggak takut diancam Belanda, ya? Biar diasingkan
kemana-mana, dilarang menerbitkan karya tulis, bolak balik ke penjara seperti
ke jamban saja (saya pernah denger kata-kata itu dimana saya lupa, kayaknya
Andrea Hirata pernah nulis itu), mereka masih nggak kapok-kapok berjuang untuk
Indonesia dan nggak mau menyerah.
Tapi sebenernya makna pahlawan bukan
cuma pahlawan jaman dulu saja, tapi pahlawan ada di mana-mana. Pahlawan adalah
orang yang baik dan pedulli dengan sesamanya, menurut saya itulah definisi
pahlawan.
Biasanya di jalan ke Plaza Senayan, saya
ngeliat di pertigaan sebelumnya biasanya ada banyak anak yang minta-minta di
jalanan. Saya selalu bingung, karena memberi uang ke pengemis bukan hanya dilarang,
tapi mereka jadi malas dan terus hidup dari rasa kasihan kita. Mungkin nanti
mereka punya anak dan mengajari anaknya hal yang sama, sehingga budaya itu
nggak akan menghilang. Tapi saya ngerasa kasihan, gimana kalau misalnya saya
jadi pengemis itu? Kalau bisa, saya pengen jadi guru sukarelawan untuk mereka,
ngajarin membaca dan menulis, pelajaran apa aja deh. Atau sekalian aja memberi
latihan kerja. Karena saya pengen mereka bisa belajar dan bekerja, supaya
mereka nggak harus tidur di jalanan lagi.
Atau mungkin keren kalau saya bisa jadi
pahlawan untuk anak-anak di desa pelosok terpencil, misalnya saya jadi guru di
sana. Atau pahlawan yang memberi latihan kerja dan lapangan pekerjaan pada
orang-orang pengangguran. Atau saya bisa jadi anggota KPK atau DPR (tapi saya
nggak mau jadi presiden, karena negara ini punya terlalu banyak masalah untuk
diurusi, nanti saya punya kantung mata kayak SBY) yang memberantas korupsi dan
ketidakjujuran. Kita semua bisa jadi pahlawan, karena masalah di dunia ini
nggak bakal habis, kok.
Nama :
Ayu Ananda Aristia
Kelas :
IX-7
-Kebanyakan generasi muda jaman
sekarang tidak terlalu peduli atau lebih tepatnya mengacuhkan lingkungan
sekitarnya. Banyak generasi muda di luar sana yang menghabiskan waktu mereka
dengan hal-hal yang tidak berguna, contohnya bermalas-malasan, bergaul diluar
batas, tawuran, dan lain-lain. Kebanyakan dari mereka tidak menghargai jasa
para pahlawan yang sudah berjuang keras agar negara kita ini, Indonesia, bisa
merdeka. Jangankan menghargai, hafal Sumpah Pemuda saja tidak.
Memang tidak semua generasi muda jaman
sekarang seperti itu. Masih banyak dari mereka yang menghargai jasa para
pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya demi Indonesia merdeka. Mereka dengan
sungguh-sungguh belajar, menciptakan sesuatu yang baru dan berguna bagi
ndonesia, peduli dengan lingkungan sekitarnya, membantu sesama, dan lain-lain.
Mereka berjuang keras agar negara kita ini tetap utuh, tidak ingin kejadian 67
tahun yang lalu terjadi, yaitu kita dijajah oleh bangsa lain. Ini sudah jaman
globalisasi, malu dong kalo Indonesia dijajah lagi. Iya kan?
Maksud ‘dijajah’ disini bukan seperti
perang, tetapi kebudayaan dan harga diri bangsa ini yang dijajah. Jika kita
terus saja tidak peduli terhadap negara kita sendiri, hancurlah negara ini.
Lihat saja sekarang, generasi muda jaman sekarang kebanyakan lebih mengikuti
budaya western ketimbang budaya Indonesia sendiri. Coba suruh mereka
nyanyikan lagu Payphone-nya Maroon 5 atau What Makes You Beautiful-nya
One Direction, pasti akan dengan lancar mereka menyanyikannya. Bagaimana kalau
disuruh nyanyi lagu Suwe Ora Jamu? Paling cuma dijawab ‘Gak apal, hehehe’
sambil nyengir terus cekikikan kayak gak punya dosa, atau yang paling parahnya
mungkin mereka bakal nanya ‘Itu lagu apa ya?’ haduh-_-
Apalagi sekarang virus K-pop sudah
melanda di Indonesia. Generasi muda jaman sekarang lebih hafal dengan nama-nama
member Super Junior, SNSD, atau Big Bang ketimbang nama-nama pencipta lagu-lagu
wajib nasional. (Ini pengakuan dari saya sebenernya-_-v berhubung saya seorang
Kpopers.)
Kita lihat dari segi pakaian. Untuk
acara-acara resmi, biasanya orang-orang lebih memilih pakai gaun atau jas
ketimbang kebaya atau batik. Oke, saya juga sebenarnya ngaku kalau pakai kebaya
itu agak ribet, apalagi kalau rambutnya harus disanggul/dikonde, tapi kan tidak
setiap hari kita pakai kebaya. Jadi kalau ada acara resmi terus kita
memakainya, apa salahnya? Beralih ke batik, batik itu keren. Orang luar negeri
juga senang mengenakannya. Mereka juga mengakui kalau batik itu salah satu
budaya dari Indonesia, tapi kenapa kita sendiri malah kelihatan kurang senang
memakainya? Ngebatik itu susah, lho. Butuh waktu berhari-hari sampai batik itu
bisa dipakai atau diperjual-belikan. Apalagi menenun, jangan ditanya susahnya.
Salah sedikit harus ulang lagi dari awal. Tidak ada, kan, negara di Benua
Amerika atau Eropa sana yang mempunyai kain sebagus Kain Songket, Kain Ulos,
Kain Tapis, dan lain-lain?
Saya sadar kok, sadar banget kalau
saya sebenarnya juga terpengaruh budaya-budaya Barat atau Korea. Saya juga bingung
kenapa saya bisa ngetik kayak tadi, tapi saya cuma mau mengingatkan aja. Kita
jangan sampai melupakan budaya kita sendiri. Kalau budaya luar saja yang
diikuti, lalu budaya negara kita sendiri malah kita abaikan, ya negara kita
jadi benar-benar kehilangan identitasnya kalau begitu. Kalau sudah kehilangan
identitas, dengan mudah negara lain bisa menguasai negara ini. Terus, percuma
dong pahlawan sudah susah-susah memperjuangkan kemerdekaan kalau akhirnya
Indonesia direbut lagi? Terus kita dijadikan budak lagi, disiksa lagi. Mungkin
pahlawan yang sudah gugur akan sedih dan berpikir di akhirat sana, ‘Kalau
akhirnya begini, ngapain susah-susah perang waktu itu?’ (Ini ngawur banget
astaga~)
Kesimpulannya, dengan mengenal budaya
kita sendiri, itu sudah termasuk mengisi kemerdekaan juga. Apa hubungannya?
Karena budaya kita banyak, jadi pasti kita akan terus menerus mempelajarinya.
Daripada tawuran atau malas-malasan, mending kita belajar ngebatik, belajar
tari daerah, dan masih banyak yang bisa dilakukan. Sudah dapat ilmu, kita juga
ikut mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Benar kan?
-Kalau saya jadi pahlawan, saya ingin menjadi pahlawan siapa?
Hm, mungkin saya kepingin jadi Pak Soekarno, walaupun saya bukan laki-laki. Dia
memiliki peranan penting dalam kemerdekaan bangsa ini. Menjadi pembaca
proklamasi yang menandakan merdekanya Indonesia, itu adalah suatu kehormatan
bagi saya. Menjadi presiden Indonesia pertama, walaupun pada masa awal
kemerdekaan saat itu Indonesia masih diinginkan Belanda untuk dijadikan negara
jajahannya. Tetapi dengan segala kebijakan dan usahanya bersama
pahlawan-pahlawan terdahulu, Indonesia masih bisa mempertahankan kemerdekaanya
sampai sekarang. Orang-orang pun mengingatnya sebagai orang yang sangat berjada
atas merdekanya Indonesia.
Atau mungkin jadi Cut Nyak Dien? Dia juga pahlawan yang
berjasa. Walaupun dia seorang wanita, tetapi dia dengan berani melawan pasukan
Belanda, bersama suaminya, Teuku Umar. Dia tidak menyerah walaupun pada saat
perang dia sedang sakit. Keberanian dan sikap pantang menyerahnya yang membuat
saya terinspirasi.
PAHLAWAN.
AMELZA PRADIPTA
1X-1
Pah-la-wan. Banyak arti dari kata pahlawan,
banyak jenis jenis pahlawan, banyak yang jadi pahlawan, banyak yang tau apa itu
pahlawan, banyak foto pahlawan di setiap dinding kelas, banyak yang pengen jadi
pahlawan dan banyak juga yang gak terlalu peduli sama apa aja yang si
“pahlawan” lakuin sama Negara kita tercinta lope lope. Indonesia. Ya,
dimulai dari hal kecil aja sih, gak jarang pelajar – pelajar yang ngeluh
ataupun berdoa supaya hujan di hari senin biar ga upacara. Padahal, pahlawan
malah ngerelain nyawa buat Indonesia, bukan karena si pahlawan pengen di pajang
fotonya di kelas kelas. sedangkan kita
malah ngeluh kena panas sebentar. Oke saya tau ini alesan para guru sd yang
ngebujuk murid – muridnya biar ga mogok upacara, tapi emang bener. Terus juga
kita mulai ngeluh kalo ada pelajaran sejarah tentang “kapan perang padri dimulai?”
terus “kenapa imam bonjol gugur?” alesannya sih “yampun ini tanggalnya banyak
banget yang harus dihafalin” ataupun “ribet dih tahunnya banyak banget” padahal alesan yang sebenernya cuma 1 kata,
5huruf, virus segala remaja. Yaitu “males” Sebagai generasi muda sekarang kita
harusnya ngehargain jerih payah, rela berkorbannya pahlawan, perjuangan nya
para pahlawan kita. Agak kepikiran juga sih kalo lagi kena angin apa gitu
pengen ngehargain pahlawan – pahlawan yang ada. Kan kalo gak ada pahlawan
disini mungkin Indonesia masih terus-terusan dijajah. Yang jadi pertanyaan, “CARA NGEHARGAINNYA
GIMANA?” nah itu dia, saya juga gatau hehe. Yang jelas gamungkin kalo cuma pake
baju pahlawan di hari pahlawan nanti, apalagi kalo jadi pahlawan yang ikut –
ikutan perang, tapi perangnya sama sekolah lain (tawuran kali-_-) yang jelas mereka
ngelakuin itu karena pengen disebut “pahlawan” pembela sekolah. Mpret. Bukan
pahlawan kalo gitu mah-_-. Gini yang dibilang mengisi kemerdekaan? Yang pantes disebut pahlawan tuh orang yang
rela berkorban, mau berjuang. Gelar kita sebagai pahlawan juga bukan kita yang
nempelin ke diri kita, tapi orang lain.
Banyak
yang pengen disebut pahlawan, banyak yang pengen dikenang sama semua orang
karena jasanya, banyak yang pengen namanya di jadiin nama-nama jalan gara gara
jadi pahlawan(?) banyak juga jenis pahlawan. Ada pahlawan revolusioner,
pahlawan pendidikan, pahlawan emansipasi, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kemerdekaan,
pahlawan bertopeng sampai pahlawan kesiangan (?) ayah sama ibu juga pahlawan.
kalo ditanya saya pengen jadi pahlawan
apa sih……………saya jawabnya jadi pahlawan emansipasi wanita, kan sekalian bisa
kenal sama bu kartini :P engga deh bohong, alesan saya pengen jadi pahlawan
emansipasi wanita ada 2.
1. Karena
saya wanita dan gak bisa perang.
2.
Karena emansipasi wanita penting banget.
Iya, emasipasi wanita penting banget
karena gak akan mungkin kalau sekarang ada supir busway wanita kalo gak ada
pahlawan emansipasi zaman dulu. Mungkin kita sebagai wanita yang lahir zaman
sekarang mah enak-enak aja. Umur 5 tahun, masuk TK. Terus bisa kuliah sampe
nama gelarnya banyak, terus jadi wanita karir, sampe di Indonesia punya
presiden wanita juga kan?;;) ibu Megawati. Padahal zaman dulu tuh buat
ngerasain sekolah susah banget, dulu wanita tuh kerjaan nya cuma didapur. Semua
pekerjaan atau apapun yang boleh ngelakuin cuma laki – lakinya. Padahal wanita sama laki-laki itu sama,
sama-sama manusia, Cuma beda jiwa & batinnya. Bisa di bayangin kalo enggak
ada pahlawan emansipasi, mungkin sampe sekarang kita gak kenal sama yang namanya “ibu guru” kita cuma kenal sama “bapak
guru”. Bahkan sampe sekarang kita (wanita) gak boleh sekolah, cuma mendem
di dapur kali ya. Gabisa dibayangin. Besar banget kan jasa pahlawan emansipasi?
Kalo saya jadi pahlawan emansipasi sih, saya juga bakal berjuang banget buat
meyamakan martabat wanita dengan laki – laki. enggak keren sama sekali kalo
sampe sekarang cuma bisa mendem di dapur, terus enggak bisa ngikutin
perkembangan zaman, enggak kece, enggak keren. Salut banget sih sama R.A
kartini, dewi sartika, dll. R.A kartini keren banget, karena punya pikiran maju
dimasanya. Berkat surat surat bu kartini `yang dikirim ke temennya di belanda,
terus dibukukan jadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada tahun 1922. Bu dewi
sartika juga gak kalah kece, beliau memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita
yaitu dengan mendirikan sakola istri tahun 1904.
Mungkin kita gabisa
ngelakuin semua hal kayak pahlawan Indonesia, mereka kuat, enggak gampang
menyerah, sama rasa rela berkorbannya sangat tinggi. tapi sebenernya, mungkin
kita juga bisa disebut pahlawan kalo kita mau, dan juga mengisi kemerdekaan. mulai dari hal kecil aja. Kayak ngasih tempat duduk sama ibu – ibu di angkutan umum, bantuin
mama kalo lagi repot banget, ngeberesin mainan adek kalo dia udah selesai main
(tapi ini kayaknya berkorban banget) , terus belajar biar jadi generasi muda
yang baik,imut dan ceria, ngerelain waktu main buat belajar biar nilai ulangan
bagus tanpa nyontek (inget, nyontek awal dari korupsi) enggak mencoba buat
memakai obat terlarang, tetep bangga jadi bangsa Indonesia. nah, dari hal
kecil kayak gitu aja pasti nanti kita di kasih kata “terima kasih”. Mungkin
cuma “terima kasih” tapi kalo
dipikir-pikir kata “terima kasih”nya itu bikin kita ngerasa kalo kita berarti
banget karena tadi udah nolongin, bikin kita kayak ngerasa pahlawan. Dimulai
dari hal kecil kayak tadi yang contohnya “ngerelain waktu main buat belajar
biar nilai ulangan bagus tanpa nyontek” juga ngebawa perubahan besar. Selain
nanti kita disebut generasi muda yang baik, Negara Indonesia kedepan nya nanti
juga akan lebih baik jika semua generasi muda mengisi kemerdekaan dengan hal
yang positif, makmur atau enggaknya Negara kan semua penduduk dan warga
negaranya yang menentukan. Enggak ada
hal yang lebih dari keren kalau dimasa kedepan Indonesia selain adat dan budaya
nya yang bermacam-macam, bakalan tambah makmur bisa juga nanti Indonesia jadi
Negara maju. Para pahlawan yang udah
berjuang untuk Negara kita ini disana juga pasti bakalan seneng, soalnya kan
dia udah berkorban buat Negara, jiwa & raganya juga untuk negaranya, terus
negara yang pahlawan wariskan ke kita itu kita jaga baik – baik. malahan selain
kita pertahankan & kita jaga baik-baik, kita majukan juga negate kita. Jadi
perjuangan para pahlawan enggak sia-sia. Dan………………………….kita bisa disebut pahlawan juga dong karena berhasil mempertahankan negara
kitaJ.
Generasi muda seperti kita harus
mempersiapkan diri dari sekarang untuk bisa mempertahankan Negara kita. Enggak
akan ada yang mau kan kalo Negara kita di jajah lagi kayak zaman dahulu? J
" Kompak.....?????
Tak tau mau memberi judul apa dari tulisanku ini, tapi ada sesuatu yang ingin kuceritakan. Tentang kebijakan yang tak bijak. Dualisme kebijakan yang dilakukan untuk sebagian orang yang berbeda. Tergantung suka atau tidak saya. Tak gampang untuk menjadi orang yang bijak . Dituntut adil dan mau mendengar .Mendengar tak sekedar mendengar . Mendengar yang meliabtkan jiwa raga sepenuh hati. Seringkali bertemu seseorang yang diharap bijak karena telah cukup memiliki umur ternyata tak sebijak usia pertumbuhan fisiknya.Saat harus bijak yang dilakukan adalah memberdayakan kepentingannya untuk dapat terealisasi terlebih dahulu. Bijakkah itu ? Belum lagi apabila perilaku bijak yang diharapkan dapat bersanding dengan kekuasaan yang dimilikinya . Kekuasan mungkin identik dengan keserakahan .Identik dengan arogansi sikap penguasa. Susah sekali di cari di masa sekarang , penguasa yang bijak dan mau mendengar . Penguasa hanya punya mulut dan telinganya hanya sebagai hiasan . Ingat sekali teman dekatku di masa remaja yang mengutip satu kalimat bijak " manusia itu punya 2 telinga dan 1 mulut . Sebaiknya banyak mendengar daripada banyak berbicara . Mendengar dapat membuat perilaku lebih bijak . Sayangnya filosofinya dibalik orang lebih senang banyak berbicara daripada mendengar . Apalagi ketika diri berada pada posisi lebih tinggi daripada yang diajak bicara ( pimpinan dan bawahan ) Pimpinan punya hak dan sanagt punya hak untuk bertanya, menasehati, marah-marah ataupun mengancam ( intimidasi) sementara bawahan hanya punya keawajiban mendengar dan mengangguk-angguk walau tak sepenuhnya setuju dengan pendapat pemimpinnya. Bahkan yang lebih bahaya manakala dengan alasan " kekompakan " dihimbau untuk berbohong . WADUH....sambil nepuk jidat .Kalau pemimpinnya sudah menghimbau untuk " kompak berbohong " . Bisakah diyakini pemimpin tersebut memiliki keadilan dan kejernihan mendengar informasi yang sesungguhnya.
Jumat, 09 November 2012
Semangat Pahlawan
Biasanya pada moment tertentu aku memberi materi sesuai moment yang sedang berlangsung. Contoh moment Ramadhan, aku memberi materi dengan sedikit bermain sambil belajar tentang makna puasa.Di moment hari kasih sayang yang biasanya dilakukan remaja dengan cara bertukar hadiah , aku pun lakukan hal itu untuk mengingatkan tentang kasih sayang yang bisa dilakukan untuk orang terdekat terutama dalam lingkup kelas. Dengan cara bertukar kado seharga tak lebih dari 5000 rupiah . Walau dengan bersungut-sungut dan protes ' susah banget cari hadiah seharga 5000 rupiah '. Tapi penekanannya bukan pada harga lebih pada kata motivasi yang harus dicantumkan dalam kado yang akan diterima oleh temannya. Dan pada moment hari pahlawan bertepatan dengan kondisi fisikku yang tak mememungkinkan untuk melakukan tatap muka dengan para siswaku . Di waktu yang lalu saat moment hari pahlawan, aku berikan materi permainan puzzle pahlawan . Sambil bermain belajar tentang perjuangan pahlawan .Kemudian sosiodrama dengan tema kepahlawanan . Di tahun ini moment ini hanya bisa kunikmati dengan membaca opini para siswaku yang mereka kirim via emailku.Walau tak bisa bertatap muka tapi jadi paham apa harapan para siswaku dalam rangka mengisi kemerdekaan juga kalau mereka jadi pahlawan, mereka ingin jadi pahlawan apa? Itu tema yang aku berikan kepada siswaku . Dan aku berharap semoga saja aku tak membaca bahwa mereka ingin menjadi pahlawan kesiangan........???
Sabtu, 03 November 2012
Pemimpin tidak pernah salah
Rasanya belum lama pernah menulis tema tentang pemimpin ideal . Dan ternyata ideal baru sekedar angan -angan kosong. Mimpi yang tak tau kapan akan terwujud. Pemimpin tetaplah manusia biasa.Sudah pasti diawal kedatangannya janji manis yang diucapkan disertai dengan sikap yang membuat bawahannya berdecak kagum. Biasanya seiring berjalannya waktu mulailah tampak yang ada dalam dirinya sebagai manusia . Memperlihatkan perilaku arogan , tak mau dibantah seakan-akan tak pernah melakukan kesalahan .Padahal apa sulitnya ya mengakui sedikit kealpaan yang dilakukan. Karena bagi bawahan seperti saya , saya paham betul kok bahwa pemimpin ku masih manusia biasa .Mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya . Dan minggu ini ada pelajaran berharga yang saya dapat dari pemimpin yang memimpin saya., tentang konsistensi dalam bersikap . Tentang perlunya keseimbangan antara pikiran , ucapan dan perasaan . Dan memang yang paling nyaman menjadi orang yang diatas . Saat menunjuk kebawah tak harus mengeluarkan energi berlebih karena biasanya didukung dengan 'kekuasan ' yang sedang dimiliki.Bisa belajar juga kaitan antara pemimpin dan birokrasi dengan loyalitas. Walaupun jadi bertanya juga , " apakah loyalitas pekerjaan juga harus berarti loyal dengan apapun perilaku pimpinan? Mungkin pertanyaan ini akan butuh waktu lama untuk mendapat jawaban pasti. Loyal dengan pekerjaan atau loyal dengan pimpinan. Belum lagi apabila berhadapan dengan penilaian pimpinan yang subjektif . Suka-suka gue dong kan pimpinannya gue. Dengan membawa kata-kata sakti " pimpinan tidak pernah salah" waduh sambil nepuk kepala nih. Dan terlontarlah komentar dari salah seorang rekanku , walau pimpinannya salah tetap gak boleh disalahin? Dan jawaban rekanku yang ditanya adalah begitulah sistem birokrasi di negeri tercinta kita ini.
Langganan:
Postingan (Atom)