Minggu, 22 Mei 2011

Kedekatan yang hilang

Saat masih duduk di SD, aku ingat sekali apa kata guru adalah yang paling benar. Sekarang aku merasakan hal itu terjadi pada anakku. Setiap aku menemani anakku untuk belajar dan mereka mengalami kesulitan aku mengajari cara menyelesaikan soal yang membingungkannya karena tidak sama dengan cara yang diajarkan oleh sang guru di sekolah pasti anakku protes, alasannya gak begitu bunda, atau nanti adek dimarahin bu guru...waduh anakku ...bundamu ini juga guru lo. Begitu berartinya peran guru saat itu, mulai mengurangi ketergantungan mereka pada kita orang tuanya. Meskipun aku sebagai orang tua agak merasa ngiri juga karena mereka lebih patuh kepada petunjuk gurunya. Dan memasuki usia yang lebih matang , peran guru juga mulai tergantikan dengan peran teman sebaya. Memasuki usia abg saat dimana mereka mencari identitas diri, mencoba membuka pergaulan dengan banyak orang dan tak jarang mengalami banyak hambatan karena berbenturan dengan aturan-aturan yang ada. Disinilah peran guru mulai menjauh. Abg butuh didengar, dimengerti, dipahami dan diberi arahan.Sedikit mengganjal pikiran dan perasaanku,entah karena proses adaptasi yang begitu membuat abg (siswa /i alumni ) sekolah ku kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan barunya . Sering aku mendapat curhatan mereka dari sms ataupun pesan di inbox fb , mengenai guru-gurunya sekarang yang menjaga jarak dan selalu menghakimi mereka saat mereka membuat kesalahan.Bukan mo geer tapi mereka selalu bilang kenapa ya di sekolahku sekarang gak ada guru yang seperti ibu. ( saya maksud mereka). Atau pernah juga aku mendengar saat menghadiri suatu kegiatan seminar di suatu sekolah ngetop, orang tua murid yang hadir sebagai peserta seminar itu juga menyampaikan keluhan tentang anaknya yang setelah menamatkan pendidikan dasar saat memasuki jenjang pendidikan tinggi mengatakan guruku tidak memiliki hati karena hanya bisa memberi tugas saja tanpa mau mendengar keluhan kami. Menjadi bahan renunganku sebagai guru juga . Sudah demikian jauhkah jarak emosional antara guru dan siswa untuk jenjang pendidikan lebih tinggi ? Padahal justru kebutuhan mereka untuk dipahami sebagai remaja jauh lebih utama agar mereka dapat mengambil suatu keptusan yang tepat sesuai dengan arahan guru yang mereka teladani. Sedikit berbagi, sebagai guru pembimbing di suatu sekolah aku melakukan suatu pendekatan yang agak berbeda agar bisa memasuki kehidupan siswa/i ku . Ada beberapa rekan guru dari sekolah yang lain yang bercerita mereka menjalin kedekatan dengan siswanya dengan cara mengadakan kegiatan bersama dan sesekali nongkrong sambil bergitar dan bernyanyi bersama . Sementara aku yang tidak diberi anugrah suara yang bagus,( lebih baik tidak usah nyanyi bunda kata anakku). Aku mendekati siswa/i ku dengan membuat suatu tulisan tentang mereka, aku selalu katakan kepada mereka ( siswa/i )bahwa mereka memiliki satu tempat khusus di hatiku, dan aku berharap mereka juga mau menyediakan satu tempat khusus juga untuk ku di hati mereka. Proses penyesuaian diri kan berlangsung terus seumur hidup, bukan hanya selesai saat kegiatan Mos berakhir .
Dan aku selalu ingin menjadi bagian dari hidup mereka walau dimana mereka nantinya berada.Terlalu muluk kah...??

Sabtu, 21 Mei 2011

Malam Minggu

Jadi ingat waktu masih abg, malam minggu menjadi suatu hal yang paling dinanti. Walaupun waktu itu aku belum punya pacar, seperti yang terjadi dengan anak abg sekarang. Abg zaman sekarang akan merasa hidupnya sepi sekali saat di malam minggu tak ditemani pacar.Jomblo istilahnya.Sementara aku dulu santai saja , senang kalau sudah malam minggu karena besok bisa bangun agak siang setelah sholat shubuh tanpa harus mandi pagi dan buru-buru berangkat ke sekolah. Ada juga cerita-cerita menarik berkaitan dengan malam minggu, sebagai abg masa itu, walau tak punya pacar tetap senang karena terkadang ada juga teman lelaki yang datang berkunjung untuk sekedar ngobrol.Disuguhi air putih dan kripik singkong atau kacang, bisa betah berlama-lama ngobrol,karena saat berkunjung tidak sendirian tetapi bergerombol ramai-ramai kayak mau nganter orang lamaran hehe..uh senangnya...nostalgia...hehhe.
Cerita yang lain lagi dengan malam mingguan adalah manakala waktu itu aku sudah kuliah, tepatnya baru selesai SMA, menjalani masa ospek. Saat hari sabtu aku bersama temanku tidak pulang ke kos-an , tetapi langsung pulang ke rumah orang tua yang jaraknya cukup jauh dari kampus.Tapi karena sudah kangen dengan orang tua ya nekad saja padahal esok paginya harus balik lagi ke kampus ...pagi shubuh. Dan benar saja esok minggunya , aku dan temanku terlambat sampai ke kampus . Yang harusnya berkumpul di halaman kampus jam 7.00 WIB. Aku dan temanku baru sampai sekitar jam 7 lewat 15 menit. Sebagai peserta ospek ya pasti dong aku dan temanku dihukum oleh seniorku, dianggap tidak disiplin. Saat di hukum aku dan temanku ditanya oleh senior, kenapa terlambat, pasti kamu malam mingguan ya,aku melirik temanku yang sudah mengkerut mendengar bentakan senior yang sok galak. Aku langsung menjawab iya kak malam mingguan, masak saya malam senin-an sendiri. Sekarang kan baru hari Minggu. Dan seniorku cuma melotot kesal dengan jawabanku.Masih jadi peserta ospek saja sudah pembangkang....

Rutinitas

Sudah hampir 2 minggu memasuki gerbang sekolah tanpa merasa greget yang berarti. Walaupun ada beberapa cerita yang cukup mencengangkan diriku. Tetapi tetap berbeda tanpa kehadirannya. Pernah mungkin karena tanpa disadari oleh kami bahwa secara tidak langsung kami kangen juga akan kehadirannya yang sering ngomel, dan ngomel melulu saat dia ada bersama -sama kami. Dan saat di Busway bersama 2 rekanku,kami membuat tebak-tebakan yang aku kirim via sms kepada rekan yang lain...Coba tebak udin apa yang sering istirahat.Rekan ku yang satu membalas dengan jawaban 'istirahatudin' aku balas lagi...'salah'. Rekan ku yang kedua menjawab dengan jawaban 'ngasoudin' aku balas belum tepat. Sementara rekanku yang ketiga menjawab hampir benar, tapi dia tidak menyadarinya ' ah aku malas mikir hari ini aku 'lelahudin' banget . Aku langsung membalas dengan jawaban hebat...walau tak bermaksud menjawab tapi malah bener....hehhe hanya cara pengucapan saja yang berbeda maksud. Rekanku yang satu masih penasaran dan menjawab semakin ngawur, aku membalasnya ...'ih maksa amat, salah juga' di balas lagi, 'ya udah ngapain juga aku ngabisin pulsa untuk jawab tebakan yang gak mutu. Dan aku jawab lagi 'idih gitu, jangan nyerah dong'.
Dan hari ini pas 2 minggu kami tidak mendapat dopping pagi sehabis senam bersama berupa "omelan"yang dikemas dalam bentuk briefing pagi . Apabila aku melihat catatan awal briefing hingga terakhir briefing isinya tak banyak berubah atau sesuatu yang baru, itu-itu saja. Sehingga sering apabila sangat terpaksa aku harus turun menghadiri briefing aku hanya menulis di memoku dengan tulisan yang berisi tgl hari itu, dengan isi sama kayak yang lalu.
Aku merasa tak banyak yang aku dapat saat aku dipaksa turun untuk mendengar isi briefing, malah sering merasa menjadi tambahan dosa baru, karena telah memiliki satu persepsi yang berbeda dari yang menyampaikan pesan dari narasumbernya.Selain yang pasti merasa buang-buang waktu saja.
Dan saat tak lagi mendengar isi briefing selama hampir 2 minggu ini, aku pribadi berada dalam zona yang sangat nyaman tapi ternyata kurang baik juga bagi perkembangan diriku sebagai manusia karena otakku kurang dilatih untuk berpikir menganalisa dan menyelesaikan permasalahan yang ada.Rutinitas yang nyaman membuat ku malas berpikir.Terkadang mungkin kita perlu juga mencari tantangan agar kita terlatih untuk mengelola emosi dan otak kita untuk berpikir dan mengambil tindakan yang sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku.

Jumat, 20 Mei 2011

Menjelang sholat Juma'at

Ada cerita yang cukup menggelitik ku untuk ditulis agar bisa dibagi kan. Beberapa saat yang lalu aku melihat dalam obrolan di FB ku ada nama siswa ku yang sedang ol. Dan aku langsung menyapanya untuk mengingatkannya agar melaksanakan ibadah sholat jumat.Dia menjawab sekarang saya juga lagi di masjid bu.Saya katakan ntar malaikatnya bingung nak. Kembali dia jawab, bingung kenapa bu..? Bingung mencatat perbuatan kamu, denger khutbah atau main internet. Saya denger khutbah sambil chat bu...jadinya Balance kali bu....
Oh...aku tak bisa berkata apa-apa dan hanya menjawab ada - ada saja ya. Tekhnologi oh...tekhnologi memang urusan pahala dan dosa bukan urusanku, aku juga bingung bagaimana nantinya si malaikat memperhitungkan perbuatan siswaku ini.

Kamis, 19 Mei 2011

Yang tertinggal dari Gender

Beberapa waktu yang lalu aku pernah bercerita tentang materi kesetaraan Gender yang aku bahas dengan siswa-siswa ku di kelas. Tentang perbedaan Gender dan Kodrat. Dan ada sedikit cerita yang tertinggal dari materi yang aku bahas tersebut. Di salah satu kelas yang aku bimbing , saat aku menjelaskan tentang Gender adalah jenis kelamin, sementara kodrat adalah segala hal yang membedakan antara peran laki-laki dan wanita. Salah satu siswaku dengan sedikit berbantahan dengan aku saat aku menjelaskan peran wanita adalah hamil, melahirkan dan menyusui peran itu tak dapat digantikan oleh lelaki. Siswaku mengatakan masak bu, aku menjawab dan mengatakan saya tidak bisa masak, dijawab lagi dengan siswaku masak bu, kembali dengan sedikit ngotot, saya tidak bisa masak . Kemudian siswaku itu protes , ih ibu gimana sih gak bisa masak , terus anak dan suami ibu dikasih makan apa. Sambil melotot saya jawab , kan ada rumah makan Padang.Bertepuk tanganlah teman-temannya. Dan saat aku memberi tugas kepada siswa/i ku mengenai laki-laki dan perempuan. Aku tersenyum simpul dengan tugas diskusi yang mereka kerjakan mengenai kekuatan, kelemahan ,perilaku,sifat dan bidang kerja antara laki-laki dan wanita . Dan berdasarkan hasil diskusi mereka dengan sesama teman sekelompoknya yang berbeda jenis kelamin disimpulkan laki-laki memiliki kelemahan mudah dirayu perempuan . Sedikit iseng aku bertanya contohnya apa kalau laki-laki mudah dirayu, kelompok tersebut agak bingung memberi jawaban . Aku lantas memberi jawaban apa yang kamu maksud seperti iklan shampoo Lifebuoy saat sang ibu keluar ketika ada teman anaknya yang memanggil, lagi keramas, datang lagi anak yang lain dan kembali sang ibu menjawab sambil mengibaskan rambut panjangnya yang indah …lagi keramas…Begitu maksud kelompok kalian ?

Kesedihan di sekelilingku

Tadi pagi aku mendapat telp dari rekan guru di sekolahku mengabarkan tentang rencananya untuk melakukan home visit ke salah satu rumah siswa kami yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Dan rekan guru tersebut mengajakku ikut serta juga sebagai guru pembimbing. Aku menyanggupi karena sudah beberapa hari memang siswa tersebut tidak masuk sekolah. Bertiga kami mendatangi rumah siswa tersebut, aku guru pembimbingnya,rekanku yang juga walikelasnya bersama dengan salah satu teman siswa tersebut yang sudah beberapa kali ke rumah anak itu. Aku bertanya kepada temannya siswa itu dimana rumahnya? Dia katakan dalam pasar bu, waktu itu aku cuma manggut-manggut saja,tidak membayangkan kondisi seperti apa yang akan aku temui. Dan sesampai di pasar yang dimaksud, siswaku itu dengan gesitnya memasuki areal pasar. Beberapa pedagang yang ada di pasar langsung berkomentar, pasti gurunya si A. Mau cari rumah si A ya bu, itu bapaknya. Aku dengan rekanku yang walikelasnya tersenyum dan langsung dipersilahkan masuk ke rumahnya. Yang menurutku tidak layak disebut rumah. Amat sangat ala kadarnya. Dan siswa yang aku kunjungi itu sedang tertidur tanpa menggunakan baju, di dalam ruangan yang hanya dibatasi oleh papan-papan berukuran tidak lebih dari 2x2 m.Sangat sederhana apabila tidak mau disebut miskin. Miris sekali hatiku. Aku pikir gambaran rumah dan kehidupan seperti ini hanya ada di dalam cerita sinetron atau paling tidak bukan merupakan bagian dari siswaku yang bersekolah di sekolah yang SSN. Ternyata malah sangat dekat dengan diriku sebagai guru pembimbing siswa tersebut. Memang pernah beberapa kali ada cerita yang terjadi saat aku menghadiri kegiatan MGBK di tingkat kecamatan. Saat sharing diantara guru pembimbing dari sekolah lain, mereka selalu bercerita bagaimana kondisi permasalahan yang terjadi dari siswa yang berasal dari lingkungan sosial ekonomi menengah ke bawah.Yang pastinya sangat berbeda jauh permasalahan yang dihadapi oleh siswa dari kalangan menengah atas. Untuk kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah seperti itulah tantangan yang aku harus hadapi sebagai guru pembimbing. Memberi semangat siswa untuk rajin datang ke sekolah. Menceritakan tentang mimpi para Laskar Pelangi dalam menggapai cita-cita yang siapa tahu hal-hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi mereka. Dan saya ingat pernah satu tahun yang lalu saya mengawas Ujian Nasional di salah satu sekolah swasta di wilayah kecamatan ku. Dan aku diberitahu dari lingkungan seperti apa siswa yang diterima di sekolah , sang kepala sekolah dengan niatnya yang mulia mencari anak-anak usia 12-18 tahun yang berdomisili di pinggir rel kereta untuk mau bersekolah memberi gambaran kepada para siswanya mengenai pentingnya sekolah , paling tidak saat mereka lulus mereka akan memiliki ijazah yang merupakan suatu kebanggaan pernah menyelesaikan pendidikan dasar. Dan sekarang aku ternyata menghadapi permasalahan siswa dari kalangan menengah ke bawah. Sebagai bahan renungan untukku apa mungkin sebenarnya aku yang tak tanggap dengan masalah yang dihadapi siswa-siswaku ? Aku tak menyentuh keadaan mereka . Yang kulakukan hanya sekedar menghabiskan waktu tatap muka di dalam kelas…? Oh Tuhanku paling tidak berilah aku kesempatan untuk selalu dapat membuka mata batinku terhadap permasalahan yang ada di sekelilingku.

Selasa, 17 Mei 2011

Ikhlas untuk siapa…?

Selalu ada cerita menarik di pagi hari saat menunggu kereta pagi. Hari ini bertepatan dengan ditetapkannya secara tergesa-gesa pengumuman cuti bersama yang berlaku bagi pns yang tidak bekerja untuk pelayanan umum. Sementara saat aku perhatikan penumpang di kereta pagi tadi tidak ada wajah yang libur mengikuti anjuran cuti bersama berdasarkan sk 3 mentri itu. Yah akhirnya aku berpikir mungkin keinginan cuti tersebut adalah keinginan pribadi para mentri tersebut karena terlalu lelah bekerja mengurus tugas negara,tapi kenapa ya harus membuat pengumuman resmi secara nasional. Jadi kacau dan berantakan semua tak terkecuali jadwal keberangkatan keretaku pagi tadi. Sekarang cerita tentang ikhlas,ada dialog antara suamiku dengan rekan kerjanya yang juga guru. Rekan kerja suamiku itu mengatakan bahwa beberapa hari yang lalu ada pertemuan dengan pihak yayasan dan memanggil motivator untuk memberi semangat kepada karyawan .Ternyata saat pertemuan tersebut para karyawan malah banyak yang curhat mengenai kondisi tempatnya bekerja sehingga membuat pihak yayasan yang malah bingung karena rencana awal memberi motivasi kepada karyawan agar giat bekerja dan loyal terhadap lembaga eh …malah karyawannya menginginkan perubahan kesejahteraan…bingung,bingung deh. Sampai akhirnya si pimpinan yayasan yang selalu saja berbicara dan tak mau mendengar sedikit dibentak oleh bawahannya , dengarkan dahulu pak, jangan hanya bapak yang berbicara . Bapak menyuruh bawahan untuk ikhlas, ikhlas yang seperti apa .Apakah ke ikhlasan hanya berhak ditujukan kepada bawahan . Sementara yang memiliki jabatan dan status sebagai pimpinan sudah lepas dari kewajiban untuk ikhlas ??? Masalah ikhlas dan mendengarkan aku juga pernah bertanya kepada pimpinan saat aku diperlakukan sangat tidak adil ( menurutku…) , akhirnya aku mendatangi pimpinanku dan berkata bahwa manusia diberi anugrah oleh yang menciptakanNYA berupa 2 telinga untuk mendengar dan 1 mulut untuk berbicara jadi alangkah bijaksananya apabila mau mendengar lebih banyak dari pada hanya berbicara dan menuntut kepada bawahannya untuk giat dan loyal dalam bekerja . Dan untuk urusan keikhlasan sepertinya sudah merupakan bagian yang tak pernah terpisahkan dari diri seorang bawahan. Aku juga tak tahu ikhlas atau pasrah ya. ??