Kamis, 19 Mei 2011

Kesedihan di sekelilingku

Tadi pagi aku mendapat telp dari rekan guru di sekolahku mengabarkan tentang rencananya untuk melakukan home visit ke salah satu rumah siswa kami yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Dan rekan guru tersebut mengajakku ikut serta juga sebagai guru pembimbing. Aku menyanggupi karena sudah beberapa hari memang siswa tersebut tidak masuk sekolah. Bertiga kami mendatangi rumah siswa tersebut, aku guru pembimbingnya,rekanku yang juga walikelasnya bersama dengan salah satu teman siswa tersebut yang sudah beberapa kali ke rumah anak itu. Aku bertanya kepada temannya siswa itu dimana rumahnya? Dia katakan dalam pasar bu, waktu itu aku cuma manggut-manggut saja,tidak membayangkan kondisi seperti apa yang akan aku temui. Dan sesampai di pasar yang dimaksud, siswaku itu dengan gesitnya memasuki areal pasar. Beberapa pedagang yang ada di pasar langsung berkomentar, pasti gurunya si A. Mau cari rumah si A ya bu, itu bapaknya. Aku dengan rekanku yang walikelasnya tersenyum dan langsung dipersilahkan masuk ke rumahnya. Yang menurutku tidak layak disebut rumah. Amat sangat ala kadarnya. Dan siswa yang aku kunjungi itu sedang tertidur tanpa menggunakan baju, di dalam ruangan yang hanya dibatasi oleh papan-papan berukuran tidak lebih dari 2x2 m.Sangat sederhana apabila tidak mau disebut miskin. Miris sekali hatiku. Aku pikir gambaran rumah dan kehidupan seperti ini hanya ada di dalam cerita sinetron atau paling tidak bukan merupakan bagian dari siswaku yang bersekolah di sekolah yang SSN. Ternyata malah sangat dekat dengan diriku sebagai guru pembimbing siswa tersebut. Memang pernah beberapa kali ada cerita yang terjadi saat aku menghadiri kegiatan MGBK di tingkat kecamatan. Saat sharing diantara guru pembimbing dari sekolah lain, mereka selalu bercerita bagaimana kondisi permasalahan yang terjadi dari siswa yang berasal dari lingkungan sosial ekonomi menengah ke bawah.Yang pastinya sangat berbeda jauh permasalahan yang dihadapi oleh siswa dari kalangan menengah atas. Untuk kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah seperti itulah tantangan yang aku harus hadapi sebagai guru pembimbing. Memberi semangat siswa untuk rajin datang ke sekolah. Menceritakan tentang mimpi para Laskar Pelangi dalam menggapai cita-cita yang siapa tahu hal-hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi mereka. Dan saya ingat pernah satu tahun yang lalu saya mengawas Ujian Nasional di salah satu sekolah swasta di wilayah kecamatan ku. Dan aku diberitahu dari lingkungan seperti apa siswa yang diterima di sekolah , sang kepala sekolah dengan niatnya yang mulia mencari anak-anak usia 12-18 tahun yang berdomisili di pinggir rel kereta untuk mau bersekolah memberi gambaran kepada para siswanya mengenai pentingnya sekolah , paling tidak saat mereka lulus mereka akan memiliki ijazah yang merupakan suatu kebanggaan pernah menyelesaikan pendidikan dasar. Dan sekarang aku ternyata menghadapi permasalahan siswa dari kalangan menengah ke bawah. Sebagai bahan renungan untukku apa mungkin sebenarnya aku yang tak tanggap dengan masalah yang dihadapi siswa-siswaku ? Aku tak menyentuh keadaan mereka . Yang kulakukan hanya sekedar menghabiskan waktu tatap muka di dalam kelas…? Oh Tuhanku paling tidak berilah aku kesempatan untuk selalu dapat membuka mata batinku terhadap permasalahan yang ada di sekelilingku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar