Selasa, 31 Mei 2011

Belajar Organisasi

Kenangan yang didapat dari kegiatan Pensi di sekolahku, melihat kepuasan siswa. Mereka senang dan puas dengan acara yang terselenggara . Alhamdulillah , tetapi ada hal-hal yang tersisa untuk jadi bahan renungan dan pembelajaran bagi semua pihak yang melaksanakan kegiatan tersebut. Sebagai guru yang membimbing acara kegiatan itu,cukup stress dan was-was karena banyak pr yang harus diselesaikan . Mencoba mengevaluasi, dan analisa dari kegiatan itu berdasarkan job kerja yang telah dilakukan . Dari pembuatan proposal kegiatan yang tidak sesuai dengan susunan kepanitiaan , Job kerja yang harus dilakukan tiap seksi yang tidak sesuai dengan tugasnya dan etika mengundang guru-guru yang diluar ingatan mereka. Bagi siswa mungkin hal itu tidak menjadi hal-hal yang meresahkan mereka, tetapi bagi guru-guru hal tersebut dapat menjadi masalah besar.Karena merasa tidak dianggap dan diperdulikan, diacuhkan sementara ada hal lain lagi yang harusnya menjadi bahan renungan untuk diperbaiki. Kedekatan antara guru yang membimbing kegiatan tersebut dengan panitia dari siswa sangat tidak terjalin, dan akhirnya berjalan sendiri-sendiri mereka-reka harus seperti apa dan sudah sampai dimana kerja masing-masing seksi. Belum lagi cerita yang lain tentang kekecewaan beberapa guru atas undangan yang serba mendadak tanpa disertai dengan waktu acaranya. Itu dibuat dan diserahkan setelah ada pertanyaan guru diundang gak…? Sebagai salah satu panitia dari kegiatan tersebut dan sering menjadi pengamat atas berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar. Aku berpikir hal ini terjadi karena tidak adanya komunikasi dan koordinasi antara guru dan siswa. Ketegasan yang kurang dari guru untuk memberi arahan yang jelas kepada siswa, koordinasi yang tidak berjalan juga antara guru dan guru, etika menghargai guru atau orang yang lebih tua. Begitu juga sosok pimpinan yang ternyata tidak mampu menjadi pemimpin, hanya mencari nama dan kesenangan untuk diri dan kepentingannya sendiri. Mengkhawatirkan keadaan seperti ini dalam lingkungan kecil sudah seperti ini bagaimana dalam lingkup yang lebih luas? Tidak pernah ada kebesaran jiwa dari orang-orang yang menjalani kehidupan untuk menerima kelebihan orang lain. Cerita lain lagi sewaktu ada kegiatan LDKS dan terpilih susunan pengurus ketua dan wakil dan sekretaris beserta seksi-seksi. Seorang siswa yang berasal dari jenjang kelas yang lebih tinggi tidak siap mental saat mendapati dirinya hanya terpilih sebagai wakil ketua. Dan berkonsultasilah dia dengan orang tua dan beberapa guru yang dia percayai, jawaban yang cukup membuatku tercengang adalah hasil konsultasi dia dengan beberapa guru tersebut memanas-manasi perasaannya untuk tidak menjadi hanya wakil ketua. Kenapa ya kita orang dewasa ( guru & orang tua ) tak pernah mempersiapkan mental anak-anak kita untuk bisa menjadi orang yang mau menerima kelebihan orang, dan tidak merasa terhina saat harus dipimpin oleh orang yang lebih muda . Senioritas masih ada dan akan terus ada di negara ini sepertinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar