Sabtu, 09 Juni 2012

Minta Maaf bu....

Datang menghampiri serombongan siswa ketika sedang asyik membaca buku inspiratif orang tuanya manusia. Dari kelas yang sudah beberapa hari aku boikot karena sikap mereka menurut penilaian ku tak layak dan pantas untuk diajak bekerjasama. Walau sebelumnya beberapa siswa yang merasa rugi sudah mendatangiku untuk belajar sendiri di ruanganku karena merasa rugi tak bisa belajar bersama. Juga seorang siswa yang berusaha memberanikan diri datang untuk meminta maaf atas sikapnya yang dilakukannya yang telah membuatku marah. Aku menghargai itu karena tidak semua individu memiliki keberanian untuk sekedar meminta maaf.Meskipun perilaku itu sebenarnya dari kecil sudah sering ditanamkan oleh orang tua kita tapi herannya begitu memasuki usia yang lebih besar mulai surut dan berangsur-angsur sirna seakan-akan meminta maaf adalah perilaku yang tercela. Tak berbeda sebenarnya dengan sikap para orang dewasa yang telah menduduki jabatan tertentu semakin sulit sekali meminta maaf ketika masih berkuasa saat membuat kesalahan ,begitu gambarannya bagaimana mungkin mengharapkan anak-anak untuk tetap meminta maaf ketika melakukan kesalahan apabila yang tua saja tak memberi contoh dan berbesar hati untuk meminta maaf pula.
Dengan santun mereka memohon agar aku kembali mengajar di kelas mereka sambil berjanji untuk bekerjasama . Menurut pak Munif Chatib yang dikutip dari hasil temuannya Howard Gardner tentang Multiple Intelligence individu yang memiliki kemampuan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati , temperamen, motivasi dan keinginan orang lain adalah memiliki kecerdasan interpersonal . Semoga saja siswa yang ku bimbing memiliki kecerdasan itu dan dapat terus memupuknya. Sehingga pada saat akan memetiknya nanti akan menjadi perilaku terpuji yang menjadi bagian dari dirinya yang tidak merasa malu ketika harus meminta maaf . Semoga…semoga …semoga

Buah Kerja keras


Pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian mungkin tak cocok lagi diterapkan di zaman sekarang . Beberapa orang mungkin masih berpikir seperti itu namun pada saat menjelang akhir tak lagi bersakit-sakit yang di cari….melegalkan segala cara agar dapat bersenang-senang.Dan tak memperdulikan apakah memang hal yang dicari dengan cara bersakit –sakit dapat memberi suatu nilai plus dikemudian hari. Hal tersebut tidak zaman lagi deh .  Beberapa waktu yang lalu aku mendapat telp dari salah satu kerabatku selesainya pengumuman hasil ujian . Hasil ujian yang diperoleh anaknya tak memuaskan . Dan ada penyesalan kenapa aku tak memberi sedikit uang kepada anakku agar bisa membeli kunci jawaban . Oh….kejujuran berbuah pahit ternyata dan harus dibayar dengan mahal. Berdampak tidak bisa diterimanya di sekolah favorit . Kepada siapa harus minta pertanggungjawaban kalau sudah terjadi seperti itu. Yang jujur malah terbujur. Dan satu lagi cerita tentang kerja keras adalah saat diumumkan hasil ujian ternyata banyak sekali hasil yang diperoleh tak sesuai dengan proses yang selama ini dilalui . Teriakan huuuuuu berkepanjangan tak menyurutkan langkah untuk sekedar memberi reward atas keberhasilan yang sudah diraih walau dari sudut hati terdalam menyadari itu bukan kerja keras yang jujur. Pernah ada sedikit pengalaman yang kualami ketika mengawas ujian yang kemudian menjadi tulisan singkat untuk direnungkan:
                                                                                      Hasil Rekayasa
sambil terkantuk-kantuk
di siang yang panas
tak ada angin yang bertiup
Sekelompok anak dalam ruang ujian
mencoba berpikir keras
Untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan di soal ujian
Untuk menghilangkan jenuh
kuberjalan mengitari lorong bangku
dan ada yang kaget tersentak
bergegas memasukkan buku
yang berperan dalam menemukan jawaban
atas soal yang sulit
pucat pasi dan kaget menghampiri
Anak didikku …banggakah kalian
Saat nanti melihat hasil ujian
                                                         Yang tak menggambarkan kemampuanmu?
Atau banggakah kita sebagai orang tua dan guru
Melihat hasil belajar yang penuh kepalsuan
Siapa yang harus disalahkan peserta ujian yang berusaha kah atau hasil usahanya yang dihargai tidak semestinya.

Senin, 04 Juni 2012

Buka Topeng ...jadi diri sendiri

Ingat kegiatan di hari kemarin , saat tiba-tiba salah seorang rekan mendapat informasi akan ada kunjungan dari rekan-rekan Indonesia timur. Grusa-grusu yang dilakukan karena harus merapikan ruangan agar terlihat apik dan resik . Maklum sekolah ini menyandang gelar sekolah sehat tingkat nasional.Menjaga dan mempertahankan lebih sulit tentunya. Walau terkadang kesadaran untuk terus memelihara menjadi sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh seluruh penghuni sekolah.
Dan seperti layaknya orang Indonesia yang senang untuk menjamu tamu. Diatur lah sedemikian rupa agar memang terlihat baik. Secara tiba-tiba disulap agar tamu menjadi senang dan tuan rumah mendapat pujian yang memuaskan . Sikap positif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menyenangkan orang lain dan mendapat pujian. Walau mungkin dibalut dengan kepura-puraan tapi terkadang sifat manusia memang tak siap untuk menerima kejujuran yang sebenarnya. Saling melengkapi tutup ketemu botol…..
Saat para tamu datang menyebarlah ke segala penjuru sekolah yang sudah disulap dengan tanpa bantuan tepuk tangan pak Tarno . Mengunjungi ruangan kerja juga beberapa kelas yang memang memiliki tampilan layak dan nyaman karena ber AC. Saat itu aku sedang mengajar salah satu kelas dan aku memang membawa mereka ke ruang multi media.Satu jam pertama belajar dilalui dengan lancar.Memasuki jam kedua setelah terpotong waktu istirahat aku dan siswa ku belajar dengan santai dan menyenangkan , ketika bel berbunyi dan menunjukkan pelajaranku berakhir . Aku mulai mengakhiri pelajaran dan meminta siswa kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran dengan guru yang lain.Secara tiba-tiba rekan pesuruh masuk dan mengatakan “ bu lanjutin lagi belajarnya, ada tamu yang mo lihat ,” Aku Cuma bengong dan mengatakan jam pelajaranku sudah habis dan mereka belajar dengan guru yang lain . Sekonyong kembali aku minta ke siswaku untuk kembali duduk lesehan sambil mewanti-wanti dengan berkata “ tunjukkan perilaku yang baik, jangan buat malu saya “ ( sedikit mengancam hehehe ) Alhamdulillah ternyata siswa-siswi ku masih sebagai orang Indonesia. Yang masih berharap mendapat pujian yang baik. Selama kegiatan yang dilakukan dalam pengamatan para tamu dari Indonesia timur . Penilaiannya cukup menyejukkan telinga.Dan ketika para tamu pergi , sambil guyon aku berkata terimakasih sudah menjadi anak manis dan sekarang buka topengnya dan jadi diri sendiri sambil tetap berprilaku baik. Oke….

Sabtu, 26 Mei 2012

Belajar dengan teman

Itu judul yang aku angkat jadi tema kegiatan di bulan Mei ini. Dengan memberi tema materi yang berbeda dari tiap kelompok. Setiap kelompok mendapat pembahasan materi yang berbeda dan aku minta kepada siswa untuk mengupasnya dari materi pelajaran yang pernah mereka pelajari.Beberapa pembahasan yang aku angkat menjadi tema materi adalah : mengupas novel best seller memfokuskan pada pelajaran Bahasa Indonesia, mengatasi bahaya banjir dari pelajaran IPS ( siapa tau bisa bantu ahlinya Jakarta untuk mengatasi banjir) ,  Menghimbau perilaku sehat dari pelajaran Bahasa Inggris, Mencegah keinginan merokok dari pelajaran IPA,Mempertahankan NKRI dari pelajaran PKn, Mengembangkan perilaku positif dari pelajaran Agama, Mengatur keuangan organisasi dari pelajaran Matematika dan Ket. Jasa, Menghimbau untuk berperilaku sehat dari pelajaran B. Inggris , Sikap menghadapi perilaku negative diantara teman dari BK dan cara memperindah lingkungan sekolah dari pelajaran Seni budaya. Beberapa presentasi yang mereka tampilkan sangat menggambarkan kreatifitas dan antusias mereka dalam membahas tema yang didapat. Saat mengajar di kelas yang pertama dari pemberian tugas tersebut ada satu kelompok yang mempresentasikan tema mempertahankan NKRI dengan ala kadarnya dan aku menyebutkan dengan kelompok tak modal tapi mempresentasikan dengan cara yang sangat interaktif .Mereka menggambar peta kepulauan Indonesia di whiteboard kelas kemudian menjelaskan keberagaman Indonesia dengan sedikit dibumbui lelucon yang menghibur hingga tak membuat jenuh teman sekelasnya. Sampai akhirnya beberapa pertanyaan muncul apa yang bisa dilakukan sebagai generasi muda untuk tetap mempertahankan NKRI, masih dengan suasana banyolan yang menghibur dalam menjawab khas remaja yang santai dan tak mau repot mikir yang susah-susah. Selain itu ada juga dari kelas lain yang menarik menampilkan presentasi mengatasi bahaya banjir dengan membuat maket dari steorofoam yang menampilkan gedung-gedung bertingkat di Jakarta kemudian mengguyurnya dengan air hujan ( ceritanya ) dan terjadilah banjir. Selanjutnya mereka menjelaskan tentang banjir yang terjadi di Jakarta akibat tak adanya daerah resapan air yang memadai.  Selanjutnya masih dari kelas yang sama yang menampilkan presentasi boneka panggung mengangkat tema sikap menghadapi perilaku teman yang negative dari pelajaran BK. Kemudian dari kelas yang lain yang melakukan reportase layaknya reporter tv mengangkat tema mempertahankan NKRI. Kreatif dan banyak hal yang bisa dieksplore dari kegiatan ini. Walau ada juga kelompok yang tak kompak atau didominasi oleh seseorang yang ingin menunjukkan kemampuannya. Dan tugaskulah untuk memberi informasi kepada mereka agar mau bekerja dalam kelompok . Tak akan bisa dia sukses dalam kehidupan masa depannya manakala tak ada kerjasama dan menghargai lingkungannya. Kegiatan yang kulakukan tak menuntut target kriteria ketuntasan minimal (KKM) tetapi mengembangkan potensi diri, baik itu potensi kognitif , afektif ataupun psikomotorik . Dan setelah kegiatan “belajar dengan teman” ini aku pun minta masukan evaluasi dari siswaku mengenai proses belajar yang mereka lakukan. Sejujurnya mereka mengatakan senang belajar seperti ini , 
tapi …..kan kami seringnya dapat ilmu dari guru bu. 
Paradigma lama yang butuh waktu lama untuk mengubah konsep berpikir seperti ini.


Sabtu, 19 Mei 2012

Kenangan Prajab

Sambil iseng membuka foto--foto masa lalu, tiba dikirim seorang teman foto kegiatan prajaban yang aku ikuti sekitar 7 bulan yang lalu. Dan mau-mau tak mau memori 7 bulan yang lalu kembali lagi muncul seperti baru saja dilalui. Ada rasa was-was saat baru pertama mengalaminya. Khawatir karena akan meninggalkan keluarga dalam waktu yang cukup lama. Khawatir tak bisa mengikuti kegiatan dengan baik. Segudang hal berkecamuk dalam pikiran. Hari pertama bertemu masih dalam suasana kaku dan semua peserta jaim. . Sembari menghitung masih berapa hari lagi ya harus berada jauh di perantauan jauh dari keluarga. Dan mulai mencair manakala memasuki hari kedua selanjutnya dan selanjutnya. Berusaha belajar memanage diri dengan baik untuk mendapatkan kamar mandi agar tak harus berebut karena yang ngantri untuk mandi banyak sekali. Bangun paling awal sekitar jam 2.30 dini hari untuk kemudian tidur lagi hingga menjelang shubuh dan mendengar panggilan azan dari pak haji Ade yang sangat khas....." sok digelar karpetna" . Selesai menjalankan ibadah sholat shubuh dilanjutkan dengan jalan pagi mungkin tepatnya jalan shubuh mengitari kota Bandung, padahal yang memiliki kota saja belum ada yang beraktifitas. 
Menyenangkan sambil berjalan dan selalu diurutan paling akhir tiba kembali di tempat diklat dengan membawa oleh-oleh berupa gorengan...hehehe...karena bosan juga dengan makanan di tempat diklat yang walaupun sehat tapi tak ada tantangannya ( tak ada rasa pedas) dan hal ini pula yang menyebabkan penurunan berat badan ( yang ini boong ya).Yang tak kalah menggetarkan perasaan adalah mendengar bunyi pluit pak haji yang membuat trauma berkepanjangan sampai berpikir dengan beberapa teman kita sembunyikan saja pluitnya. Selesai jalan pagi dilanjutkan apel makan, apel pagi dan belajar....( cie yang mo jadi abdi negara) Padahal begitu masuk ke ruang belajar dan saat widyaiswara memasuki ruangan pandangan mata langsung tertuju pada satu titik. Berusaha menggoyangkan kepala agar tak ketauan karena mulai terserang virus ngantuk . Waduh yang namanya abis olahraga kemudian makan setelah itu harus duduk manis mendengar orang berbicara apalagi yang akan terjadi kalau bukan terserang penyakit ngantuk . Dan untuk menanggulangi hal ini segala upaya dilakukan kami mengistilahkan dengan "killing time " . 
Mulai membuka plastik kresek dan mencari cemilan yang bisa mengalihkan rasa kantuk. Mulai dari permen tak mempan untuk mengusir kantuk, dilanjutkan dengan kripik ma Icih dan beberapa hari kemudian kripik tersebut tak lagi dijual di kantin diklat . Karena banyak di borong oleh para peserta diklat.Hingga akhirnya menemukan yang tepat kacang atom pedas. Kalau yang ini sedikit mudah didapat karena bisa di beli saat jalan shubuh , berbelok sebentar untuk membeli beberapa persiapan " killing time " tadi.Karena apabila killing time itu tak di antisipasi dampaknya adalah dihukum dengan bernyanyi....waduh nyanyi anakku yang kecil saja sudah pernah mengatakan bunda sebaiknya gak usah ikut nyanyi karena penyanyinya sudah bisa nyanyi sendiri manakala aku mengikuti lagu yang aku dengar dari radio atau tv . 
Ternyata urusan menyanyi ini bukan hanya aku yang tak bakat dan tak pede untuk menampilkannya di depan umum. Satu angkatanku mengalami rasa yang sama. Ingat sekali waktu dilaksanakan apel malam di ruang aula, tiba-tiba instruktur mengatakan kita latihan nyanyi ketika apel telah selesai dilakukan. Tiap angkatan di minta untuk menyanyikan mars Prajab ( kalo gak salah ya) . Dimulai dengan angkatan 85 sukses dan sangat baik, dilanjutkan dengan angkatan ku angkatan 86 heheheh.....jadi geli sendiri nih. Baru beberapa lirik dan memasuki lirik yang memang agak sulit karena nada sumbang dari para penyanyi idol gagal tiba-tiba instruktur langsung mengatakan stop....stop....gak usah dilanjutkan. Antara takut dan geli. Takut karena membayangkan alamat dapat hukuman nih bisa-bisa waktu istirahat di kurangi . Dan geli karena jadi ketauan ternyata dari angkatanku lah suara sumbang itu berasal setiap kali dinyanyikan mars prajab .....

Kamis, 17 Mei 2012

Tentang RSBI lagi...

Berita di hari Rabu yang kembali menyoroti tentang RSBI seakan-akan kembali mengingatkan semua insan di dunia pendidikan. Kearah mana pendidikan di Indonesia mau dibawa. Teringat pernah mengikuti seminar dengan salah satu tokoh pendidikan di Indonesia Prof . Dr Tilaar yang juga kurang setuju di buat sekolah dengan sistem standar internasional. Sekolah standar internasional ataupun masih rintisan tapi berlokasi atau menempati ruangan kelas yang dulunya menjadi sekolah reguler biasa. Komentarnya waktu itu adalah enak saja gak buat ruangan tapi bisa jadi rintisan atau standar internasional. Dan dari aspek psikologis para siswanya ada rasa bangga karena merasa mapu membayar .Sejatinya pendidikan adalah hak setiap warga negara tak memperdulikan kasta dan dari golongan apapun keluarganya berasal .Tapi sebagai manusia ada perasaan gengsi dan bangga hati mana kala bisa membayar...
Hal yang lain yang bisa dibahas dari RSBI adalah sistem pengajaran dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris,tak melihat apakah memang sudah baik penggunaan bahasa Indonesia di kalangan siswa kelas RSBI tersebut. Karena sebagai guru yang mengajar di sekolah yang memiliki beberapa kelas yang katanya RSBI tak semua siswanya begitu baik dalam berbahasa Indonesia. Dan saat memasuki kelas RSBI semakin kacau dan tak baiklah penggunaan bahasa Indonesia mereka. Sering saat aku memberi tugas untuk membuat cerita , pertanyaan yang terlontar adalah susah bu, boleh pake bahasa lu -gue bu dll. Dan ketika aku membaca tugas yang telah mereka selesaikan aku yang akhirnya di buat bingung dengan tulisan mereka. Belum lagi apabila kutanya secara lisan bagaimana pendapat siswaku tentang suatu hal, gampang sekali mereka akan mengucapkan kata ......" ya begitulah bu," dipikir mereka  gurunya telah jadi mama Loreng yang bisa nebak pikiran orang kali ya . Hal -hal seperti inilah yang kemudian menjadi pemikiran ku sebagai orang yang bekerja dalam dunia pendidikan . Di satu sisi ingin generasi yang sekarang sedang mengenyam pendidikan memiliki rasa nasional, karena merasa sikap nasionali di generasi muda mulai luntur. Dan menurutku salah satu yang bisa menumbuhkan sikap nasionalisme adalah mencintai bahasanya dan dapat menggunakannya dengan baik dan benar.Bukan hanya sekedar bangga dengan cap internasioanal tapi tak kenal akar budaya leluhurnya.

Rabu, 16 Mei 2012

Mati Gaya....

Membimbing di satu kelas yang pasif dan sedikit tak perduli benar-benar membuat diriku mati gaya . Jadi teringat sekitar 5 tahun yang lalu pernah juga mengalami masa seperti ini. Berbagai metode coba digunakan tapi tetap saja pasif. Hingga membuatku sebagai guru pembimbingnya kewalahan dan mati gaya. Dan apabila mengalami keadaan seperti ini mulailah dihinggapi rasa malas masuk ke kelas tersebut. Ada perasaan bersalah sebenarnya tak mendekati mereka secara emosional memperlakukan mereka sama seperti objek tak bergerak yang seakan-akan tak memiliki hati yang akan bergetar ketika mendapat sentuhan. Tetapi hal itu pun sudah kulakukan mendekati,menyapa,menggapai hatinya. Dan tak jua terketuk hingga hari kemarin aku mengajar.Bahkan membuat emosiku terpancing juga dan terloncatlah kata yang tak pantas.Andai tak bisa bekerja sama saya yang mundur karena saya merasa gagal.Dan hubungan kita hanya sebatas guru dan murid saya tak mau memiliki hubungan emosional berlebihan . Oh Tuhan ….tak sepatutnya aku berkata begitu. Aku masih manusia biasa ternyata. Ingin membenahi diri dengan cara bertanya apa keinginan mereka dan membuang jauh-jauh prasangka tentang prilaku mereka yang sudah mendapat cap tertentu. Ternyata akhirnya terpancing juga untuk memberi cap karena mereka yang menjaga jarak dan membuat batas. Tak ingin dibantu segala permasalahan yang dihadapi padahal semua rekan telah memberi cap sebagai kelas yang menyebalkan. Sebelumnya seminggu yang lalu telah membuat suatu kegiatan membuka ajang untuk curhat dengan harapan tergali keinginan mereka.Ternyata minggu setelah ajang curhat tersebut tak juga ada perubahan sikap. Walau aku paham betul perubahan perilaku tak semudah membalikkan telapak tangan . Dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk dapat menikmati hasilnya. Tapi entahlah di hari kemaren aku mengajar di kelas tersebut rasa kesal bercampur aduk manakala melihat sikap mereka yang sama sekali tak antusias dan cendurung tak perduli ketika sedang dibahas permasalahan yang dihadapi oleh kelas.
Tak mampu melanjutkan
Menjelang akhir
Semakin terasa
Tak semudah membayangkan
Awalnya berpikir mampu mengerahkan segala daya
Membuang semua prasangka
Berpikir positif untuk kebaikan
Ternyata tak gampang untuk saling memahami
Untuk saling mengerti
Masing-masing menganggap ego sendiri yang baik
Lelah tak dihargai, capek
Hingga terucap tak ingin punya ikatan emosional
Kuselesaikan hingga akhir semester…selanjutnya aku tak ingin bekerja sama.


 ( Sedikit ....sensitif)