Selasa, 03 Desember 2013

Memahami dengan Hati

Pagi hari yang sejuk di awal minggu dan bulan Desember dimulai dengan kesenduan dan tangis pilu nam  sedih ibu dan siswaku . Tak pernah ada yang ingin dilahirkan dengan keterbatasan fisik maupun ekonomi . Meski tak semua juga yang dilahirkan dengan kesempurnaan fisik akan kuat dan tangguh secara mental sehingga kehidupan sosial ekonominya akan mantap . Bahasa bijaknya disitulah letak ujiannya . Si miskin diuji dengan kekurangannya secara ekonomi . Hingga mampu memporak-porandakan mental dan rasa percaya dirinya . 
Seperti dialami oleh siswaku yang begitu tersedu-sedu ketika kutanya ada apa nak , sambil membelai rambutnya berusaha untuk berempati atas kesedihan yang dirasakannnya. Kembali mengucur air mata sedihnya dengan terbata-bata bercerita akan kejadian sedih yang dirasakannya . Saya memang miskin bu , saya selalu gak mampu kalo harus patungan untuk tugas kelompok . Bles rasanya ikut merasakan apa yang dialami oleh siswaku . Ikut menangis tak selalu menyelesaikan masalah . Kutanya ibunya dan berceritalah orang tua yang tangguh itu tentang perjuangannya untuk membesarkan anak-anaknya dalam keterbatasan ekonomi yang dialaminya . Saya bu yang salah karena tak mampu mencukupi kebutuhan anak-anak saya . Anak saya jadi minder dan memilih tak mau sekolah lagi . Jeger kayak ditabok dengan amanat UU . 
Tujuan mulia sekolah mencerdaskan anak bangsa tapi tapi ternyata ujung tombak pendidikan ( guru ) masih harus berhadapan dengan kondisi mendasar tak punya ongkos untuk sekolah , bahkan untuk makan saja sulit. Ujian untuk menguji ketangguhan umatnya dari Allah beragam , sambil berdoa semoga siswaku cukup tangguh untuk mau masuk sekolah lagi . Kukatakan anjing menggonggong kafilah berlalu , tunjukkan kamu bisa melewati ujian ini . Dan tak lari dari masalah yang sedang menghadang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar