Selasa, 05 Juli 2011

Yang masuk dan keluar

Ada pepatah lama yang berbunyi " You are what You Eat" . Tidak hanya sekedar makanan yang kita masukkan melalui saluran pencernaan kita yang nantinya akan keluar menjadi ampas yang tak berguna mungkin. Tetapi bagaimana kita memasukkan hal-hal yang berguna pula untuk menjadi pemikiran kita.Saat kita memasukkan makanan yang sesuai dengan kandungan gizi yang telah sesuai dengan standar kesehatan tapi ternyata kitapun turut pula memasukkan dalam pikiran kita hal-hal yang akan membuat otak kita bekerja tidak sesuai dengan kapasitasnya maka berakibat timbul suatu penyakit fisik yang sebenarnya disebabkan oleh pikiran-pikiran kita . Tidaklah mengherankan karena "makanan" yang masuk ke dalam pikiran kita sering kali melahirkan perasaan -perasaan resah, gelisah , susah dan menjadi tidak bahagia. Kita adalah apa yang kita makan . Kita tergantung dari "makanan-makanan " yang kita masukkan dalam pikiran kita seperti buku yang pernah aku baca karyanya Arvan Pradiansyah, Menurut Arvan Pradiansyah banyak sekali orang di Indonesia saat ini sejak dari pagi hingga larut malam duduk manis di depan televisi menonton tayangan-tayangan yang menjejali otaknya, tapi cari tau juga apa sih yang di tonton sehingga menghasilkan kualitas manusia Indonesia seperti sekarang ini?Memasukkan sesuatu ke dalam pikiran efeknya jauh lebih lama bersarang di banding tanpa sengaja kita kemasukan makanan beracun ke dalam tubuh melalui mulut. Proses untuk menetralkan makanan yang masuk melalui mulut lebih mudah dilakukan bisa dengan cara tradisional misalnya dengan cara meminum air kelapa, susu atau obat . Tetapi tidak demikian dengan memakan ( tanpa sengaja) tontonan yang tidak baik . Dan hal seperti ini pernah dialami oleh seorang siswa bimbingan ku yang tanpa sengaja dia menonton tayangan film yang belum layak untuk di tontonnya dan akibatnya untuk beberapa waktu lamanya dan menurut pengakuannya hingga saat ini pun masih selalu ada godaan untuk menonton lagi dan menimbulkan efek ketagihan mungkin. Yang terjadi adalah dia nyaris tak mampu untuk menahan godaan dan sikap perilaku yang menjurus pada sikap asusila. Dan sekarang untuk bahan perenungan masihkah kita akan memasukkan " makanan " yang akan merusak cara berpikir kita. Yang akan pula berakibat pada penilaian kualitas diri kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar