Minggu, 20 Maret 2011

Belajar dari Jepang

Bencana gempa dan Tsunami yang menimpa Jepang pada tgl 11 Maret 2011,tidak hanya meninggalkan cerita kesedihan. Tetapi jadi perhatian ku untuk mempelajari tentang budaya dan mental masyarakat Jepang yang menurutku luar biasa hebat dan tangguhnya. Dari beberapa tulisan yang aku baca tentang sikap mental orang Jepang membuatku kagum . Memang tidak mudah membangun mental. Jauh lebih mudah membangun jembatan gedung bertingkat dan segala prasarana yang yang bahan bakunya berupa batu, semen, pasir, dan besi. Semua itu dapat dibangun sesuai keinginan pembuatnya dan dibentuk seperti kemauan para pemesan dan disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki.Membangun mental sesuatu yang hasilnya tak dapat dipetik dalam 2-3 tahun setelah kegiatan itu dilakukakan . Kata Filsuf China “ Kalau ingin memetik hasilnya dalam setahun maka tanamlah sayuran. Apabila ingin memetik hasilnya dalam 10 tahun , tanamlah buah-buahan . Dan lain halnya kalau mau menikmati hasilnya 100 tahun lagi . Tanamlah MANUSIA. “ Maksudnya disini adalah membangun sikap mental yang tangguh melalui proses pendidikan yang berkesinambungan bukan hanya sekedar ikut-ikutan trend .Bangsa dan negara Jepang melalui proses itu setelah perang dunia 2 saat Jepang harus mengaku kalah oleh tentara sekutu negara itu mampu bangkit secara ekonomi menjadi negara yang diperhitungkan . Karena budaya yang membentuk mereka untuk selalu bekerja sesuai dengan prosedur . Yang dilakukan oleh bangsa Jepang adalah selalu memperhatikan proses. Berbeda dengan di negara kita tercinta ini hasil-hasil –dan hasil yang banyak itulah yang menjadi kebanggaan tidak perduli apakah itu sesuai dengan kemampuan, prosedur ataupun hasil dari kegiatan tidak baik.Hal itu tak pernah ditanyakan.Satu nilai yang dapat dipelajari dari negara Jepang adalah seringnya negara itu mengganti pejabat-pejabat di pemerintahannya manakala mulai tercium oleh publik akan penyelewengan yang dilakukan oleh departemen yang dipimpinnya para pejabat itu siap untuk mundur karena merasa tidak kompeten untuk memimpin bukan malah menyalahkan lingkungan. Dan bagaimana yang terjadi di negara kita…???Saya tidak ingin membahas tentang perilaku pejabat karena biarlah itu menjadi tanggung jawab moralnya secara pribadi kepada Allah nantinya. Tapi sebagai guru ada yang menarik ingin kubagi untuk jadi bahan renungan. Beberapa waktu yang lalu ada seorang siswaku yang datang dan melakukan konseling kepadaku. Dia mengatakan kegusarannya karena nilai tryoutnya kurang memuaskan tetapi teman-temannya yang mendapat contekan dengan bangganya tergabung dalam kelas unggulan. Aku bertanya kepada siswa ku itu setelah percakapan yang cukup lama. Bagaimana pendapat siswaku tentang kepalsuan dan kejujuran. Siswaku mengatakan ia ingin jujur tapi kalau merugikan buat apa bu, itu yang diucapkannya . Ada perasaan khawatir sebagai orang dewasa dengan pendapat siswaku itu, begitu sulitnya ternyata membangun mental kejujuran dalam diri siswaku . Mereka generasi penerus yang banyak mendapati contoh-contoh perilaku tak terpuji dan tidak jujur di lingkungannya bahkan yang membuat miris tanpa kita sadari , kita orang tua dengan bangganya membanggakan anak-anak kita yang mendapat nilai baik tapi tak pernah bertanya sejauh mana anak-anak kita memahami hal-hal yang telah dipelajarinya. Ternyata kita pun orang dewasa ( orang tua dan guru ) masih sangat suka akan kepalsuan . Kita tidak pernah memulai dari diri kita untuk menjadi panutan tetapi kita malah meniru perilaku lingkungan yang tak terpuji. Dengan alasan yang kita ungkapkan kok dia boleh sedangkan kita tidak. Kembali ingat dengan pepatah China tadi, apabila dari sekarang kita sudah menanam perilaku-perilaku tak terpuji yang menjadi sikap mental bangsa Indonesia, aku khawatir 100 tahun dari sekarang kita hanya tinggal mengingat pernah ada negara Indonesia tapi tak pernah tahu nilai budaya dan karakter seperti apa yang ada di Indonesia. Begitu mudahnya terkikis oleh informasi yang beredar dalam arus globalisasi . Berbeda dengan bangsa Jepang saat mereka berada di belahan dunia manapun sikap mental mereka yang santun tetap mereka perlihatkan. Terakhir tetap sebagai mahluk ciptaan Allah yang mencintai kedamaian aku berdoa untuk kebangkitan rakyat Jepang bangkit dari bencana yang menimpanya. Dan terimakasih Jepang karena banyak memberi inspirasi akan kesantunan dan keuletannya dalam menjaga budaya bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar