Sabtu, 26 Maret 2011

Manusia atau Robot....?

Setiap menjelang Ujian Nasional aku merasa kasihan dengan siswa yang duduk di kelas akhir.Seakan -akan tiada hari yang dilewati oleh mereka dengan belajar-belajar dan lagi-lagi belajar. Dimulai dari masuk jam 6.30 pagi belajar untuk pelajaran yang sesuai dengan jadwal pelajaran dan setelah pulang sekolah masih dilanjutkan lagi dengan pendalaman materi hingga jam 3.30 sore ...hebat ya mereka memiliki kekuatan untuk mengikuti begitu banyak kegiatan sekolah walau dengan keterpaksaan. Padahal tak jarang setelah atau sebelum pendalaman materi (pm ) dimulai mereka bertanya atau mengadu untuk tidak mengikuti pm tapi apalah daya mereka. Dari sisi kebutuhan , kebutuhan mereka sebagai remaja bukanlah hal itu, remaja membutuhkan pengendalian diri yang baik,butuh kebebasan,kebutuhan akan rasa kekeluargaan, kebutuhan akan penerimaan sosial yang baik,kebutuhan akan penyesuaian diri,dan kebutuhan akan agama dan nilai-nilai sosial. Akan tetapi yang terjadi di lembaga pendidikan jauh dari sentuhan psikologi. Remaja dituntut untuk menguasai berbagai bidang ilmu sementara terkadang bukan hal itu yang menjadi minat dan ketertarikan para remaja.Saat mereka datang dan mengeluh karena merasa capek dan lelah untuk berpikir , para pengambil kebijakan tidak memahami dengan baik dan akhirnya malah mendapat omelan . Kasihan sekali memiliki tubuh tetapi ternyata tak memiliki kuasa untuk melakukan yang terbaik sesuai kebutuhan tubuhnya.Seperti robot yang melakukan sesuatu karena sudah ada yang mengatur. Segala hal ada kontrolnya...Dan kemudian yang terjadi adalah ada dalam ruangan kelas tetapi hanya wujudnya saja . Sementara pikiran dan perasaan mengembara entah kemana .
Mengutip pernyataan Paulo Freire yang mengkritik sistem pendidikan yang terjadi di Chile pada masa itu, Freire memberikan ide pemikirannya tentang tujuan pendidikan sebagai instrumen yang mampu membebaskan manusia dari ketertindasan, yang mampu memanusiakan manusia . Bagi Freire penindasan apapun alasannya sangatlah tidak manusiawi, dan merupakan bentuk dehumanisasi. Sementara yang terjadi di Indonesia berdasarkan pengamatan saya sepertinya sistem yang ada berjalan ke arah dehumanisasi manusia. Sangat bertolak belakang dengan tujuan pendidikan. Seperti keterkaitan yang tak beraturan semua serba ingin menguasai bukan ingin mengembangkan walaupun dipoles dengan bahasa yang santun seakan -akan untuk tujuan memenuhi kebutuhan siswa. Agar siswa mampu bersaing memasuki " era globalisasi " . Hal inilah yang sering tidak kita sadari . Para pengambil kebijakan
harus tahu bahwa proses belajar, berpikir dan penciptaan pengalaman jauh lebih penting dari pada hanya melihat hasil ujian. Karena dari kegiatan itulah akan terbangun motivasi untuk pengembangan diri, kemandirian untuk bertindak dan berkompetisi dan untuk bertahan hidup.Ingat bahwa tujuan pendidikan adalah memberdayakan manusia dalam membangun kekuatan yang kreatif dan mampu berpikir, menguasai ilmu dan tehnologi , memecahkan masalah dan membangun berbagai ketrampilan. Itu semua hanya dapat dilakukan dengan ketulusan serta tanggung jawab para pendidik, tanpa harus direkayasa.Dan apabila kegiatan dehumanisasi seperti ini berlangsung terus menerus maka dimasa datang yang akan kita temui adalah manusia robot yang memiliki tubuh tetapi tak memiliki rasa . Rasa untuk berkreasi dan mencipta. Melakukan sesuatu karena sesuai dengan aturan dan petunjuk.



1 komentar: